Oleh: Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
Mudanews.com-Opini | Apa motif pembunuhan Ilham Pradipta? Pertanyaan itu ramai ditanyakan followers saya. Sekarang sudah ada jawabannya. Simak narasinya sambil seruput kopi lagi, wak. Eh, lupa, jangai pakai gula.
Selamat datang di Indonesia, negeri di mana untuk menyalakan lampu jalan butuh rapat berbulan-bulan. Tapi, untuk memadamkan nyawa seorang kepala cabang bank, cukup 15 tersangka plus satu oknum TNI. Iya, korban kita adalah Muhammad Ilham Pradipta, 37 tahun, Kacab BRI Cempaka Putih. Untuk melenyapkannya, negara ini menurunkan “Dream Team” kriminal. Ada aktor intelektual, stalker profesional, tukang culik, sampai eksekutor paket kilat.
Motifnya? Bukan cinta segitiga, bukan persaingan tender, bukan pula warisan sawah. Jawabannya lebih absurd, rekening dormant alias rekening tidur. Ini rekening zombie yang dibiarkan pemiliknya. Para tersangka merasa terpanggil seperti aktivis kemanusiaan, “Mari kita hidupkan rekening mati itu!” Tapi bukan dengan doa, melainkan dengan tim IT gadungan dan rekening penampungan.
Masalahnya, untuk memindahkan dana dari rekening zombie, butuh otoritas kepala cabang. Nah, Ilham yang jeli menangkap aroma busuk langsung dianggap penghalang. Filosofi mereka sederhana, kalau tanda tangan Ilham nggak bisa dibeli, ya Ilham-nya yang dibungkus.
Tanggal 20 Agustus 2025, parkiran Lotte Grosir Pasar Rebo jadi panggung aksi. Korban diangkut kayak troli belanja. Dua hari kemudian, 22 Agustus, jasadnya ditemukan di Desa Nagasari, Serang Baru, Bekasi. Tangannya diikat, wajahnya dilakban, siap dikirim ke “alamat yang salah.” Ironi banget, kepala cabang diperlakukan seperti paket COD gagal bayar.
Polisi kemudian gelar konferensi pers. Gosip yang bilang ada kredit fiktif Rp13 miliar? Ditolak mentah-mentah. “Bukan itu, bosku! Ini murni soal rekening dormant.” Jadi jelas, skema kriminalnya bukan hoaks medsos, melainkan logika absurd ala Excel.
Mari kita kenalkan timnya. Ada Candy alias Ken dan Dwi Hartono sebagai otak intelektual. Ada klaster pembuntutan, termasuk EG yang masih DPO, kerjanya cuma nguntit, tapi namanya tercatat abadi di berita. Ada klaster penculikan, para tukang angkat manusia. Terakhir, klaster eksekusi, yang merasa sedang syuting film laga, padahal cuma menghabisi pegawai bank. Total, 15 tersangka, termasuk oknum TNI Kopda Feri Herianto.
Coba bayangkan, wak! Ada 15 orang melawan satu Kacab. Ini bukan adu tinju, tapi adu kebodohan massal. Kalau dijadikan film, judulnya bukan “Fast & Furious”, tapi “Dormant & Ridiculous.”
Mari kita gali filsafat penjahatnya. Mereka percaya uang adalah Tuhan baru. Kitab sucinya? Rekening dormant. Nabi mereka? Candy alias Ken. Ritualnya? Menculik kepala cabang di parkiran grosir. Umatnya? 15 orang dengan IQ gabungan setara satu kalkulator rusak.
Tapi di balik kelucuannya, ada tragedi epik. Ilham tidak bersenjata. Ia cuma punya tanda tangan, dan itulah yang ditakuti. Di dunia perbankan, tanda tangan lebih sakti dari bom atom. Ia bisa menggerakkan miliaran rupiah atau menghentikan ambisi maling berdasi. Karena itulah, Ilham harus dilenyapkan, demi selembar tanda tangan yang tidak pernah ia berikan.
Kini polisi sudah bicara, publik sudah tahu, media sudah menulis. Yang tersisa hanyalah satire kehidupan, di negeri yang katanya religius, satu rekening dormant bisa melahirkan 15 pembunuh.
Pesan moral stand up malam ini, hati-hati kalau nuan punya jabatan dengan tanda tangan penting. Sebab di luar sana, mungkin ada “koperasi penjahat” yang lagi rapat, sambil bilang, “Barudak, kalau nggak bisa lewat pintunya, kita dobrak orangnya aja!”
Inilah motif 15 tersangka pembunuh satu nyawa.

