Mudanews.com Sampang – Gerakan aksi mahasiswa sebagai solidaritas atas kematian driver ojol karena ditabarak mobil Brimob di Jakarta juga di ikiuti mahasiswa yang tergabung kelompok Cipayung plus se Sampang. Yang sudah dimulai sejak 28 Agustus 2025 ,namun aksi tersebut belum menghasilkan apa yang dikehendaki para aktivis mahasiswa yang tergabung kelompok Cipayung Plus antara lain GMNI,HMI,PMII,Forum Mahasiswa Sampang, Badan Ekskutif Mahasiswa Sampang.
Selanjutnya para mahasiswa kembali ke turun ke jalan dengan titik kumpul di pasar Srimangunan kota Sampang sekitar pukul 10.00 waktu setempat (Minggu 31/8).Sampai dititik kumpul di depan Mapolres Sampang para mahasiswa melakukan orasi dan membacakan tuntutan mahasiswa antara lain :
- Mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi terbuka, transparan, dan akuntabel atas tragedi ini, serta memastikan perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara.
- Hentikan segala bentuk kekerasan dan represifitas aparat terhadap rakyat kecil!
- Mendukung reformasi menyeluruh di tubuh Polri, agar benar-benar menjadi pelindung, bukan penindas rakyat!
- Polres Sampang Melakukan Sumpah Untuk, melindungi, manyomi dan memberikan keamanan aksi masa dalam penyampaian Aspirasi
- Polres Sampang Melakukan Sumpah Untuk, melindungi, manyomi dan memberikan keamanan
- Segera selesaikan kasus lokal ( Mafia Pupuk, Pelaku Pelecehan Seksual, Penegakan hukum di kabupaten Sampang
Dalam orasinya, Iftitahul Elmy menyebut bahwa sikap Kapolres Sampang dianggap tidak berpihak pada kepentingan rakyat. “Kami menduga ada kesengajaan untuk mengabaikan tuntutan yang sudah kami ajukan. Kapolres seharusnya menjadi pihak yang mengayomi, bukan justru memutus komunikasi,” tegasnya.
Aliansi Cipayung Plus menilai bahwa kegagalan aparat dalam merespons tuntutan mahasiswa mencerminkan lemahnya komitmen penegakan keadilan dan keterbukaan. Karena itu, aliansi mahasiswa sepakat menyuarakan mosi tidak percaya sebagai bentuk perlawanan moral terhadap kepemimpinan Kapolres Sampang.
Aksi ini juga menjadi simbol kekecewaan mahasiswa terhadap institusi kepolisian di daerah, yang seharusnya hadir sebagai pelindung masyarakat namun justru menampilkan sikap yang dinilai menghindar dari tanggung jawab publik.**(Red)