Jaksa Penuntut Umum Tuntut Alexander Halim Alias Akuang dan Imran 15 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Lahan Mangrove di Langkat

Breaking News
- Advertisement -

 

Mudanews.com, Medan – Perkara mega korupsi lahan di kawasan Suaka Margasatwa Mangrove Langkat, Sumatera Utara, akhirnya memasuki babak penting.

Dua terdakwa utama, Alexander Halim alias Akuang (74), seorang pengusaha sawit ternama, dan Imran, S.Pdi (41), Kepala Desa Tapak Kuda, dituntut masing-masing 15 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Tuntutan tersebut dibacakan oleh Jaksa Bambang Winanato, S.H. dalam sidang di ruang Aula Cakra 1 Utama Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (19/6/2025), di bawah pimpinan Ketua Tim JPU Junaidi, S.H.

“Untuk hal ini Alexander Halim alias Akuang dituntut 15 tahun dan juga Imran S.Pdi juga sama 15 tahun,” ujar Jaksa Bambang.

Kedua terdakwa dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ringkasan Kasus Korupsi Lahan:

Tuntutan: Alexander Halim alias Akuang dan Imran, S.Pdi, dituntut 15 tahun penjara karena korupsi lahan di kawasan Suaka Margasatwa Mangrove Langkat, Sumatera Utara.

Penguasaan Ilegal Lahan Lindung: Lebih dari 105 hektare lahan lindung dikuasai secara ilegal oleh para terdakwa, dengan 60 bidang tanah sudah bersertifikat Hak Milik.

Kerugian Negara dan Kerusakan Lingkungan: Kerusakan lingkungan akibat penebangan hutan mangrove mencapai Rp 787 miliar, dengan total kerugian yang harus ditanggung negara diperkirakan mendekati Rp 800 miliar.

Saksi Kunci: Menantu terdakwa Akuang, dr. David Luther Lubis, menjadi saksi kunci dan mengaku tidak mengetahui lahan yang dikelola mertuanya adalah kawasan hutan lindung.

Perlakuan Istimewa: Kedua terdakwa tidak pernah ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 2017, menimbulkan sorotan publik tentang perlakuan hukum yang tidak adil.

Sidang Lanjutan: Persidangan selanjutnya dijadwalkan pada 30 Juni 2025 dengan agenda pembacaan pledoi dari terdakwa.

Harapan untuk Supremasi Hukum: Kasus ini menjadi cermin buruk tata kelola lingkungan dan hukum di Indonesia, dan publik berharap proses hukum dilakukan secara transparan, cepat, dan adil.

Berita Terkini