Why Nations Fail: Sebuah Peringatan bagi Indonesia

Breaking News

- Advertisement -

Why Nations Fail

Opini Oleh Nasrullah, Penulis adalah peneliti dan Pengamat sosial.

Mudanews.com- Opini | Buku Why Nations Fail karya Daron Acemoglu dan James A. Robinson (2012) adalah salah satu kajian penting dalam ilmu politik, hukum, dan ekonomi yang membahas faktor utama keberhasilan dan kegagalan suatu negara. Dengan tebal 517 halaman dan terdiri dari 15 bab, buku ini mengajukan argumen bahwa kemakmuran suatu bangsa tidak semata ditentukan oleh faktor geografis, budaya, atau kebijakan jangka pendek, melainkan oleh karakter institusi politik, hukum, dan ekonomi yang diterapkan di negara tersebut.

Acemoglu dan Robinson membedakan institusi ke dalam dua kategori utama: inklusif dan ekstraktif.

Institusi inklusif membuka akses luas terhadap partisipasi ekonomi dan politik, memungkinkan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Institusi ekstraktif, sebaliknya, dikuasai oleh elite tertentu untuk mempertahankan kekuasaan dan kekayaan mereka. Dalam sistem ini, hukum sering kali diperalat untuk kepentingan segelintir orang, menghambat inovasi, serta memperburuk korupsi, stagnasi ekonomi, dan instabilitas sosial.

Melalui pendekatan historis, buku ini menganalisis berbagai negara, mulai dari keberhasilan ekonomi di Amerika Serikat hingga kegagalan politik di Kongo dan Korea Utara. Why Nations Fail bukan hanya referensi akademik, tetapi juga menjadi peringatan bagi pembuat kebijakan tentang pentingnya membangun institusi yang inklusif untuk mencapai kemajuan berkelanjutan.

Ancaman Gagalnya Sebuah Negara

Menurut Why Nations Fail, kegagalan suatu negara terjadi ketika institusi ekstraktif mendominasi sistem pemerintahan. Negara yang dikelola oleh pejabat korup, yang menjadikan jabatan sebagai sarana memperkaya diri, akan mengalami kemerosotan institusional secara sistematis.

Dalam lingkungan birokrasi yang korup, kekuasaan bukan lagi instrumen pelayanan publik, melainkan alat untuk memusatkan kekayaan di tangan segelintir elite. Hukum dimanipulasi untuk melindungi kepentingan penguasa, sementara hak-hak rakyat terabaikan. Akibatnya, terjadi:

Stagnasi ekonomi akibat rendahnya inovasi dan investasi.

Ketidakstabilan sosial akibat ketimpangan yang terus melebar.

Disintegrasi negara akibat hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan.

Acemoglu dan Robinson menegaskan bahwa negara yang terus mempertahankan institusi ekstraktif akan mengalami kehancuran. Ketimpangan ekonomi yang semakin dalam memicu ketidakpuasan rakyat, yang pada akhirnya dapat berujung pada konflik sosial dan krisis institusional.

Bagaimana dengan Indonesia?

Apakah Indonesia sedang menuju ke arah yang sama seperti negara-negara gagal yang dianalisis dalam Why Nations Fail?

Saat ini, tanda-tanda yang mengkhawatirkan mulai terlihat. Korupsi sistemik di birokrasi dan politik telah berdampak pada penyalahgunaan sumber daya negara, distorsi kebijakan publik, dan melemahnya kapasitas negara dalam menyediakan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Beberapa gejala yang mengindikasikan dominasi institusi ekstraktif di Indonesia antara lain:

Korupsi yang merajalela – Skandal besar di berbagai sektor, seperti tambang nikel, batu bara, hingga skandal PT Pertamina, menunjukkan bahwa sumber daya negara lebih sering dikorupsi daripada digunakan untuk kepentingan rakyat.

Dominasi oligarki – Kebijakan publik sering kali lebih menguntungkan segelintir elite dibandingkan kesejahteraan rakyat luas.

Melemahnya supremasi hukum – Hukum tidak lagi menjadi alat keadilan, tetapi diperalat oleh kelompok penguasa untuk mempertahankan dominasi mereka.

Jika tren ini terus berlanjut tanpa reformasi yang serius, maka stagnasi ekonomi dan ketidakstabilan sosial akan semakin parah. Why Nations Fail menegaskan bahwa negara yang gagal membangun institusi yang adil dan transparan akan jatuh ke dalam pusaran krisis yang sulit dihindari.

Indonesia Emas” atau Justru “Indonesia Cemas”?

Konsep Indonesia Emas 2045 yang sering didengungkan oleh pemerintah seharusnya menjadi visi optimistis bagi masa depan bangsa. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak tantangan besar yang harus dihadapi.

Kasus-kasus mega korupsi yang baru terungkap dalam beberapa bulan terakhir membuktikan bahwa persoalan warisan rezim sebelumnya masih membebani pemerintahan saat ini. Korupsi yang mengakar dalam struktur pemerintahan dan ekonomi menjadi ancaman serius bagi upaya menuju kemajuan.

Beberapa masalah utama yang mengancam masa depan Indonesia meliputi:

Penyalahgunaan kekuasaan – Jabatan politik lebih sering dijadikan alat transaksi, bukan sebagai tanggung jawab untuk melayani rakyat.

Hukum yang tumpul ke atas, tajam ke bawah – Institusi hukum sering kali tunduk pada kepentingan elite, sementara rakyat kecil lebih mudah dikriminalisasi.

Eksploitasi sumber daya alam – Kekayaan alam yang seharusnya menjadi modal pembangunan justru dikuasai oleh kelompok tertentu demi keuntungan pribadi.

Jika situasi ini tidak segera diperbaiki, bukan tidak mungkin Indonesia akan menghadapi risiko menjadi negara gagal. Bukan karena ancaman dari luar, tetapi karena pengkhianatan dari dalam—oleh segelintir elite yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan nasional.

Peringatan bagi Masa Depan Indonesia

Buku Why Nations Fail memberikan peringatan keras: tanpa institusi yang inklusif dan supremasi hukum yang kuat, negara tidak akan mampu mencapai kemakmuran yang berkelanjutan.

Indonesia masih memiliki peluang besar untuk menghindari jebakan negara gagal, tetapi ini membutuhkan reformasi serius di berbagai bidang:

Pemberantasan korupsi yang tegas, tanpa pandang bulu.

Penguatan institusi hukum, agar tidak tunduk pada kepentingan politik.

Membangun kebijakan ekonomi yang inklusif, yang memberi kesempatan bagi seluruh rakyat untuk maju, bukan hanya segelintir elite. Jika tidak, sejarah telah menunjukkan bahwa kehancuran bukanlah kemungkinan yang jauh, tetapi konsekuensi yang pasti.**(RED)

Berita Terkini