Oleh: Ir. H. Abdullah Rasyid
Staf Khusus Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Bidang Komunikasi dan Media.
Mudanews.com-Jakarta (Opini) | Sekurangnya satu dekade terakhir, Indonesia sangat “bergantung” pada pekerja asing. Ketergantungan tersebut dapat dicermati melalui lonjakan kuantitatif jumlah pekerja asing akibat rendahnya “angka kelayakan” tenaga kerja lokal yang dipengaruhi oleh faktor sisi penawaran dan permintaan tenaga kerja. Dua faktor tersebut sering kali berada di luar kendali satu atau beberapa lembaga negara, melahirkan satu fenomena “traumatis” yang hampir tidak dapat diterima oleh mayoritas tenaga kerja lokal di Indonesia.
Pada tahun 2023, jumlah pekerja asing di Indonesia mencapai 168.048 orang, angka tertinggi dalam lima tahun terakhir. Angka ini menunjukkan kembalinya (returning) aktivitas ekonomi Indonesia ke level “normal” seiring meningkatnya kebutuhan tenaga ahli asing pada berbagai sektor strategis, khususnya energi terbarukan.
Pemerintah Tiongkok sejak tahun 2002 telah mengimplementasikan skema investasi langsung yang secara signifikan memperkuat “dominasi” Indonesia di pasar nikel global. Investasi tersebut memainkan peran penting dalam meningkatkan status transisi energi di Indonesia melalui pembangunan beberapa kawasan industri, seperti di Morowali dan wilayah lainnya.
Pada tahun 2023, Pemerintah Cina dan Indonesia kembali menandatangani perjanjian investasi senilai USD 12,6 miliar, yang difokuskan pada produksi baterai kendaraan listrik dan proyek energi bersih. Selain itu, investasi senilai USD 11,5 miliar diarahkan untuk membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa sebagai komponen penting produksi panel surya. Selanjutnya, pada tahun 2024, Konsorsium Perusahaan China juga sedang membangun pabrik kendaraan listrik dengan nilai investasi USD 1,3 miliar.
Sebagai turunan kebijakan dari seluruh investasi tersebut, Pemerintah China telah mengirimkan lebih dari 58 ribu pekerja untuk mendukung implementasi berbagai proyek tersebut. Jumlah ini masih tergolong wajar untuk nilai investasi yang dilakukan.
Pada tahun 2025, proyeksi jumlah pekerja asing diperkirakan terus meningkat drastis, seiring beragamnya “undangan resmi” dari pemerintah untuk berinvestasi di berbagai sektor, seperti manufaktur, energi, teknologi digital, dan pariwisata. Sektor teknologi yang terus berkembang menjadi perhatian serius negara-negara penyedia teknologi. Indonesia, dengan prospek ekonomi digitalnya yang terus bertumbuh, menarik minat investasi asing yang signifikan.
Selain itu, fokus pemerintah pada percepatan pembangunan industri hilir, khususnya di sektor pertambangan dan sumber daya alam, juga meningkatkan minat negara-negara global untuk berinvestasi. Terutama pada sektor industri pengolahan nikel dan bauksit, di mana Indonesia berupaya menjadi pusat rantai pasok global produksi baterai kendaraan listrik (EV) dan produk bernilai tinggi lainnya.
Jika seluruh rencana pemerintah berjalan dengan fokus dan berkelanjutan, maka jumlah pekerja asing yang bekerja di Indonesia hingga 10 tahun ke depan akan terus bertambah.
Kebijakan Selektif Imigrasi dalam Menjaga Kedaulatan Indonesia
Hukum internasional memiliki prinsip yang memberikan kebebasan bagi setiap negara untuk mengatur dan melaksanakan yurisdiksi atas orang asing di dalam wilayahnya. Setiap negara berhak mengizinkan atau melarang orang asing untuk masuk dan tinggal di wilayahnya.
Pengaturan kebijakan keimigrasian bersifat universal dan memainkan peran penting dalam menegakkan kedaulatan hukum wilayah yurisdiksi negara yang bersangkutan. Dengan demikian, orang asing yang masuk dan tinggal di suatu negara diwajibkan tunduk pada hukum negara tersebut.
Oleh karena itu, kebijakan pengaturan urusan keimigrasian tidak terlepas dari konsep kedaulatan negara, yakni bagaimana suatu negara dapat mempertahankan serta menegakkan kedaulatannya. Dalam implementasinya, pengaturan keimigrasian memiliki kepentingan yang terstruktur untuk mengatur “lalu lintas” setiap orang, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing. Ini termasuk pengaturan “pembatasan” WNA yang masuk ke wilayah Indonesia. Bahkan, negara berhak “menolak” warga negara asing yang dianggap tidak memiliki kelayakan untuk bekerja di Indonesia.
Dalam perspektif kebijakan selektif imigrasi, pemerintah dapat menciptakan model dan strategi formulasi dalam melakukan pengawasan terhadap kelayakan kerja bagi pekerja asing yang akan mendapatkan calling visa. Hal ini bisa dilakukan melalui perumusan kebijakan diplomasi selektif dengan negara-negara yang memiliki kepentingan serupa dalam sektor investasi strategis dengan Indonesia.
Dengan pendekatan yang lebih inklusif, implementasi kebijakan ini dapat meredam “ketidakpuasan” tenaga kerja lokal serta memperkuat integrasi tenaga kerja lokal di sektor investasi strategis. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara Indonesia sebagai bagian dari upaya diplomasi internasional dalam menghadapi isu internasionalisasi.
Kebijakan ini memiliki dampak nyata dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia melalui keseimbangan dua elemen penting, yaitu:
Pendekatan keamanan (security approach).
Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach).
Keseimbangan antara keamanan dan kesejahteraan ini harus tetap diperhatikan karena sama pentingnya (Santoso, 2012:143). Kedua pendekatan ini berjalan seiring untuk menyeleksi dan mengawasi kelayakan pekerja asing yang hendak masuk ke wilayah Indonesia.**(RED)
Referensi:
Wahyudin Ukun, Deportasi Sebagai Instrumen Penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara di Bidang Keimigrasian, Jakarta: PT. Adi Kencana Aji, 2004.
Yudha Bhakti, Hukum Internasional: Bunga Rampai, Bandung: Alumni, 2003.
Iman Santoso, Perspektif Imigrasi dalam United Nation Convention Against Transnational Organized Crime, Cet. 1, Jakarta.