Forum Aktifis 98 : Insan Pers yang Bekerja Sesuai Kode Etik, Tidak Bisa di Pidana

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Pasal pencemaran nama baik menggunakan UU ITE untuk pemidanaan kembali dituduhkan pada insan pers karena pemberitaannya yang dianggap merugikan pihak-pihak tertentu.

Kali ini, pemidanaan menggunakan UU ITE itu terjadi pada Ismail Marzuki, wartawan sekaligus Pemimpin Umum dan Pimpinan Perusahaan media online Mudanews.com, karena kerap memberitakan terkait dugaan adanya pengrusakan situs cagar budaya Benteng Putri Hijau di kawasan Deli Tua Kabupaten Deliserdang, oleh istri pejabat nomor satu di Sumut berinisial NL.

Ismail Marzuki dilaporkan ke Polda Sumut oleh dua orang, yakni atas nama Heriza Putra Harahap selaku pemilik lahan sektor 1 Benteng Putri Hijau dan Amwizar SH MH selaku kuasa hukum NL yang merupakan pemilik IMB di sektor 1 Benteng Putri Hijau. Atas dua laporan itu, Ismail Marzuki pun diperiksa dan kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Dirkrimsus Polda Sumut.

Atas pemidanaan dan menjadikan wartawan sebagai tersangka karena pemberitaannya menggunakan UU ITE, Koordinator Forum Aktifis 98 Muhammad Ikhyar Velayati Harahap menyebutnya sebagai dugaan kriminalisasi terhadap wartawan dan upaya membungkam insan pers yang bekerja untuk kepentingan publik.

“Insan Pers itu bekerja untuk kepentingan publik, karena dalam pekerjaannya untuk menghasilkan pemberitaan sesuai kode etik jurnalistik, mereka dilindungi undang-undang yakni UU No.40 Tentang Pers,” kata Ikhyar, Jumat (28/5/2021) di Medan.

Sehingga, sebut Ikhyar, insan pers tidak bisa dijerat dengan UU ITE pasal pencemaran nama baik karena pemberitaan. Sebab tugas wartawan memang memberitakan data dan fakta yang mereka peroleh.

“UU ITE tidak bisa membelengu kebebasan pers. Karena pers bekerja dilindungi UU No.40/1999 tentang Pers. Pemberitaan yang dihasilkan wartawan yang telah sesuai kode etik jurnalistik dan berdasar data dan fakta, tidak dapat dipidanakan, jadi jika ada upaya ke arah itu, maka hal itu jelas sebagai kriminalisasi pada wartawan,” tegas Ikhyar.

Masih kata Ikhyar, berdasar ketentuan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, jika didalami maknanya, sebenarnya juga memberikan perlindungan bagi wartawan. Sebab dalam pasal ini yang bisa dijerat telah melakukan pencemaran nama baik harus ada unsur, “dengan sengaja dan tanpa hak”.

“Dengan adanya unsur ‘tanpa hak’ pada pasal itu, membuat pasal itu tidak bisa dikenakan pada wartawan ataupun pimpinan lembaga pers, karena tugas insan pers memang di bidang jurnalistik. Mereka ‘punya hak’ untuk memberitakan sebuah berita sepanjang itu tidak fitnah, telah dilakukan melalui proses cek in ricek dan sesuai dengan kode etik jurnalistik,” jelas Ikhyar.

Dan, jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan dan atau dirugikan atas pemberitaan itu, dalam UU Pers juga diatur adanya Hak Jawab. “Jadi pergunakan hak jawab jika ada pihak yang keberatan atau dirugikan atas produk pemberitaan wartawan, bukan malah melaporkan dan mengkriminalisasi wartawan,” sebutnya.

Kepada pihak Polda Sumut, Ikhyar mengharapkan para penyidik memahami dan mempedomani UU No.40/1999 tentang Pers dalam penanganan kasus ini.

“Wartawan yang melaksanakan tugas jurnalistiknya sesuai dengan UU Pers dilindungi haknya. Jika dalam tugas jurnalistiknya ada komplain dari masyarakat, maka ada hak jawab. Kepolisian harusnya mengarahkan pihak yang membuat laporan untuk melakukan hak jawab, bukan malah menjadikan wartawan menjadi tersangka,” kata Ikhyar.

Terpisah, Ismail Marzuki menyebutkan, penetapan dirinya sebagai tersangka oleh penyidik Polda Sumut karena pemberitaan di media yang ia pimpin, terkait dugaan adanya pengrusakan situs cagar budaya Benteng Putri Hijau di kawasan Deli Tua, Kabupaten Deliserdang.

“Ibunda NL sebagai pemilik IMB dan Heriza Putra Harahap sebagai pemilik bahagian tanah di sektor 1, yang membatalkan SK Situs Cagar Budaya Benteng Putri Hijau di PTUN Medan. Keduanya merasa tidak nyaman atas pemberitaan kita soal Situs Benteng Putri Hijau yang saat ini terancam punah karena pembangunan rumah-rumah mewah di sana,” kata Ismail.

Mereka berdua, ujar Ismail, merasa nama baiknya tercemar, dan pihaknya sebagai jurnalis dituduh menyebar hoax, fitnah atau kabar bohong karena memberitakan adanya bangunan mewah yang berada di sektor 1 Situs Cagar Budaya Benteng Putri Hijau, yang oleh Gubernur Edy diakuinya sebagai kediaman pribadinya dan telah diberitakan sejumlah media.

Ditambahkan Ismail, NL dan Heriza Putra Harahap dalam pemberitaan di media yang ia pimpin ditulis diduga memiliki “Hubungan Khusus” dalam konteks pemilik IMB (NL) berbeda dengan pemilik lahan Heriza Putra.

Keduanya pun melaporkan dirinya ke subdit V ITE Dirkrimsus Polda Sumut. Dan setelah menjalani kali proses pemeriksaan sebagai saksi, Ismail pun kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 24 Mei lalu atas laporan dugaan pelanggaran UU ITE.

“Berita itu kita muat sebagai produk jurnalistik yang sudah melewatai standar, prosedur dan etika pembuatan berita khususnya investigasi serta berdasarkan fakta dan data,” kata Ismail.

Dirinya sangat menyayangkan jika produk jurnalistik yang ditulis berdasarkan fakta dan data dari dokumen-dokumen yang ada, dihadapi dengan pendekatan arogansi kekuasaan. Seolah data tersebut adalah hoax, kabar bohong bahkan fitnah.

“Harusnya data-data kita itu, mereka hadapi juga dengan memberikan data. Jika mereka ingin membantah, silahkan tunjukkan data kalau mereka tidak benar menduduki sektor 1 Benteng Putri Hijau. Demikian juga soal adanya dugaan ‘hubungan khusus’ antara NL (pemilik IMB) dengan Heriza (pemilik lahan sektor 1) terkait berdirinya bangunan-bangunan mewah di lokasi itu,” katanya.

Karena pemilik lahan dan pemilik IMB berbeda, imbuh Ismail, pihaknya menduga ada perjanjian khusus diantara keduanya, sehingga berdirilah bangunan mewah di sektor 1 yang membuat Situs Benteng Putri Hijau sebagai Cagar Budaya menjadi rusak dan terancam punah. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini