Keluarga Korban Desak Hukuman Mati Terdakwa Pembunuh Rianto

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Samosir – Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus persidangan pembunuhan almarhum Rianto Simbolon yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Balige mengecewakan keluarga korban dan pengacara korban Dwi Ngai Sinaga SH MH.

Pasalnya, JPU hanya menuntut 20 tahun penjara kepada terdakwa utama Justinus Simbolon dan rekan lainya dituntut 19 tahun penjara. Padahal akibat kasus pembunuhan Rianto Simbolon merupakan duda itu, menyebabkan 7 anaknya nyaris terlantar karena tidak ada lagi yang merawatnya.

“Kita sebagai kuasa hukum keluarga almarhum Rianto Simbolon sangat kecewa atas tuntutan Jaksa yang menjatuhkan tuntutan 20 tahun penjara kepada Justinus Simbolon dan rekan lainya dituntut 19 tahun,” kata Dwi yang didampingi Bennri Pakpahan pengacara korban kepada wartawan, Sabtu (1/5/2021).

Menurutnya, seharusnya para tersangka dijatuhkan hukuman mati khusus pelaku utama atau otak pelaku dari rencana pembunuhan korban Rianto. Sebab, jika merujuk dari Pasal 340 jo pasal 55 KUHP tentang pembunuhan berencana, sudah selayaknya para pelaku dijatuhkan hukuman mati.

“Jadi , disini kami berharap agar Majelis Hakim bisa dapat jeli merujuk kepada pasal yang sudah ada,” ungkapnya.

Dwi menjelaskan, sejak awal kasus ini bergulir publik sudah mengetahui para pelaku akan dikenakan hukuman yang berat, termasuk ketika kasus ini ditangani oleh Poldasu.

“Bagaimana pun kita harus memahami kasus ini benar-benar mencuri perhatian publik,” kata Direktur LBH IPK Sumut ini.

Dwi menambahkan, para Hakim dan Jaksa harusnya memiliki empati dan perasaan dengan melihat nasib ke 7 anak almarhum Rianto Simbolon yang kini harus menjadi ayah sekaligus ibu dimasa perjalanan kehidupannya yang masih kanak-kanak. Akibatnya, hak sebagai anak dari ke 7 putra dan putri Rianto sudah benar-benar hilang karena ayah mereka telah dibunuh para terdakwa.

“Hak mereka sebagai anak-anak telah diambil secara paksa oleh para pelaku, bagaimana ini bila anak kita dimana perasaan empati dan nurani kita ,” tegas Dwi.

Ia juga memberikan pertimbangan serta alasan lainnya, bahwa para pelaku secara tidak langsung sudah menghilangkan paksa hak dan tumbuh kembangnya anak.

Maka itu, Dwi berpendapat, dirinya dan rekan lainnya bukan semata-mata untuk memenjarakan orang, tapi demi tegaknya keadilan. Karena tujuh anak yang masih kecil sudah menjadi yatim piatu.

” Apakah para penegak hukum di PN Negeri Balige tidak melihat akibat tindakan para pelaku 7 orang anak yang sudah yatim kehilangan kasih sayang dengan tanpa disadari para pelaku akibat perbuatan yang berdarah dingin masa depan anak-anak itu hilang , termasuk untuk mendapatkan hak sebagaimana mana anak-anak lainnya,” terang Dwi.

Oleh karena itu , Dwi mengaku kecewa dengan tuntutan JPU yang seharusnya mempertimbangkan perencanaan para pelaku sudah sampai tiga kali dengan skenario yang begitu matang dan berharap majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati kepada terdakwa.

“Dan aparat kepolisian tegas menyatakan pelaku dijerat hukuman mati ,” sambung Dwi.

Sebelumnya, terdakwa kasus pembunuhan almarhum Rianto Simbolon, duda tujuh anak warga Desa Sijambur, Kecamatan Ronggur Ni Huta pada bulan Agustus tahun 2020 silam, dituntut hukuman penjara 20 tahun dan 19 tahun.

Justianus Simbolon (Op Pebri) dituntut hukuman penjara 20 tahun, sementara Bilhot Simbolon, Pahala Simbolon, Tahan Marlundak Simbolon dan Parlin Sinurat dituntut penjara masing-masing 19 tahun. Tuntutan ini dibacakan Jaksa Penuntut Umum , Chrispo Simanjuntak SH dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balige yang diketuai Lenny Megawati Napitupulu SH didampingi hakim anggota Evelyne Napitupulu SH dan Irene Sari M Sinaga SH di Gedung Pengadilan Negeri Balige, Jumat (30/04/2021).

JPU dengan yakin menuntut para pelaku dengan pasal 340 jo pasal 55 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Dalam kesempatan ini, majelis hakim mempersilahkan para terdakwa untuk melakukan pledoi/pembelaan secara lisan.

Para tersangka pun mengungkapkan penyesalannya seraya meminta maaf kepada keluarga dan anak-anak korban.

Ketua majelis hakim mengungkapkan, walaupun mereka telah meminta maaf dan menyesal akan perbuatannya. Bukan berarti dapat mengurangi tuntutan.

“Kemarin-kemarin jawabannya berbelit-belit, setelah tah tuntutannya 20 tahun, baru kalian sadar dan meminta maaf,” ujar Lenny.

(red)

- Advertisement -

Berita Terkini