Walhi Sumut, Minta Majelis Hakim Harus Profesional Menangani Kasus Samsul dan Samsir

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Langkat – Khairul Bukhari, yang sering disapa Ari, dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumut, yang terus melakukan pemantauan persidangan di Pengadilan Negeri Stabat atas kasus Samsul dan Samsir sebagai pendamping.

“WALHI Sumut meminta kepada majelis hakim harus melihat keterangan pelapor yang tidak sesuai dengan keterangan atas laporan Kepolisian seperti adanya dugaan memberikan keterangan membalik-balikkan fakta atau rekayasa yang sebenarnya dan saksi ahli selaku doktor yang memberikan keterangan dari pelapor juga melihat atas benturan benda keras dikening tetapi tidak mendapatkan perawatan medis yang insentif ini seperti tidak logis karena benturan keras,” tutur Ari dalam keterangan tertulis kepada mudanews.com.

Ari menambahkan, meminta kepada majelis hakim yang menangani Samsul (53) dan Samsir (28) harus tetap profesional, sebab mereka adalah Pejuang lingkungan yang terus melakukan rehabilitasi hutan yang sudah beralih fungsi di kawasan hutan dan de facto kepemilikan lahan yang sudah menjadi bagian tanggung jawab kelompok tani Nipah yang diketuai oleh Samsul diberikan oleh Negara untuk melakukan rehabilitasi hutan.

Sebelumnya, perkara kasus dugaan penganiayaan, dengan terdakwa Ketua dan Anggota Kelompok Tani Nipah Syamsul Bahri dan Samsir, warga Dusun Lubuk Jaya, Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dengan Nomor Perkara 124/Pid.B/2021/ PN Stb, sudah menjalani beberapa proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Senin (26/4/2021).

Kali ini, sidang kasus dugaan penganiayaan yang dialami warga Kota Medan bernama Harno Simbolon, sudah masuk pada pokok perkara, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Karena keterangan korban yang tak konsisten atau berbelit, majelis hakim yang dipimpin Sapri Tarigan SH MH pun merasa kesal, saat menggelar persidangan, di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Stabat.

Dalam keterangannnya, korban mengaku sebagai seorang centeng (pengawas) di areal kebun sawit di Dusun Lubuk Jaya, Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, dan sudah bekerja di sana selama enam tahun. Namun, saat mejelis hakim menanyakan siapa pemilik ataupun perusahaan yang mengelola kebun sawit tu, korban mengatakan tidak mengetahuinya.

Saat dirinya melakukan pengecekan buah sawit yang sudah masak di kebun itu, pada 18 Desember 2020 sekira jam 08.30 WIB, menurut pengakuannya, korban kemudian didatangi seorang bernama Samsul. “Tanpa basa-basi, terdakwa Samsul langsung meludahi serta memiting leher saya dari belakang,” beber korban.

Tak hanya Samsul, korban juga mengaku mendapatkan perlakuan kasar dari Samsir, yakni menampar korban sebanyak tiga kali dan mengantukkan kepala Samsir dengan kepala korban, yang menyebabkan kepala korban memar. “Waktu itu ada juga kelompok tani yang berjumlah 30-an orang, tapi cuma Samsul dan Samsir yang nyerang saya,” terang korban.

Begitu ada kesempatan, korban mengaku melarikan diri ke arah sungai dan berenang menyeberanginya, untuk menghilangkan jejak dari kejaran terdakwa. Namun, anggota kelompok tani yang ada disana kemudian menjemput korban ke seberang sungai, dengan menggunakan sampan bermesin (boat) dan membawanya kembali ke tempat semula.

Bahkan, korban juga mengaku kalau baju kaos yang digunakannya saat itu koyak, karena ditarik dari belakang, oleh orang yang bernama Ponirin alias Rin saat hendak menaikkannya ke atas boat. “Sampai di gubuk dekat tepi sungai, saya dipaksa untuk tidak melanjutkan persoalan ini. Saya dipaksa buat pernyataan kalau kejadian tersebut gak ada terjadi, sambil direkam oleh Ponirin,” sambung korban.

Setelah itu, korban mencoba meminta pertolongan temannya yang bernama Ismail untuk menjemputnya ke tepi sungai. Namun, ketika majelis hakim menanyakan kembali kapan korban menghubungi Ismail, korban menjawab, dia menghubungi Ismail sebelum pernyataannya direkan Ponirin. Keterangan korban yang terkesan berbelit-belit ini, akhirnya semakin membuat majelis hakim tambah kesal.

“Jangan kasih keterangan asal-asalan, kasihan sama terdakwa ini!! Gara-gara laporanmu, mereka sampe jadi twrdakwa. Jangan karena pernyataan kamu yang mengada-ngada, sehingga orang lain dirugikan. Yang tau kejadiannya kan kamu, jadi jangan ada yang kamu tutupi dan jangan berbelit-belit,” tegas Sapri Tarigan. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini