Syahganda Nainggolan: Dakwaan JPU Melanggar HAM

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Tim kuasa hukum petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan menilai dakwaan jaksa penuntut umum dalam perkara kliennya telah melanggar hak dasar warga negara Indonesia tentang kebebasan untuk menyampaikan informasi.

Pernyataan tersebut dibacakan Abdullah Alkatiri selaku koordinator tim kuasa hukum Syahganda dalam sidang pembacaan eksepsi petinggi KAMI tersebut di Pengadilan Negeri Depok.

“Dakwaan telah melanggar hak dasar warga negara Indonesia tentang kebebasan untuk menyampaikan informasi yang dilindungi UUD 1945, UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Hanusia,” kata Alkatiri dalam sidang, Senin (4/1).

Dalam berkas salinan pokok-pokok eksepsi yang diterima CNNIndonesia.com, tim kuasa hukum juga menilai dakwaan JPU terhadap Syahganda melanggar hak dasar warga negara soal pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.

Alkatiri menilai, dakwaan JPU terhadap Syahganda tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap, sebab tak menguraikan waktu dan tempat dugaan yang tindak pidana yang dilakukan mantan aktivis 98 tersebut.

Menurut dia, JPU tak tak bisa membedakan antara menyampaikan pendapat dan menyiarkan berita bohong.

“Jaksa Penuntut Umum tidak memahami perbedaan antara menyampaikan pendapat dengan menyiarkan berita bohong,” kata Alkatiri.

Syahganda Nainggolan adalah anggota Komite Eksekutif KAMI yang ditangkap bersama tujuh anggota lain menyusul gelombang protes pengesahan UU Omnibus Law pada awal Oktober lalu.

Total 8 orang aktivis KAMI ditangkap pada 12-13 Oktober 2020. Mereka dituduh melakukan penghasutan sehingga menyebabkan unjuk rasa berakhir ricuh. KAMI pun mengadukan penangkapan Syahganda dkk itu ke Komnas HAM pada 27 Oktober lalu.

Dalam sidang sebelumnya pada Senin (21/12) lalu, Syahganda didakwa melanggar Pasal 14 ayat 1 atau ayat 2 atau Pasal 15 Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Ancaman pidana penjara paling tinggi yaitu 10 tahun.

Dalam sidang pembacaan eksepsi, tim kuasa hukum menilai dugaan pidana yang dilakukan Syahganda merupakan wujud hak dan kewajiban terdakwa sebagai warga negara. Hal itu, dijamin UUD 1945, UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum, dan UU Hak Asasi Manusia maupun Convenant of Human Right.

Oleh sebab itu, dalam permohonannya (petitum), tim kuasa hukum meminta Majelis Hakim, menerima dan mengabulkan nkta keberatan atau eksepsi Syanganda untuk seluruhnya.

“Menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum Nomor Register Perkara : pdm-80/Depok/12/2020, tanggal 03 Desember 2020 tidak sah dan harus dibatalkan demi hukum atau dinyatakan tidak dapat diterima,” katanya.

Sumber : CNNIndonesia.com

- Advertisement -

Berita Terkini