Kasus Pelecehan Seksual Dosen, Ini Pernyataan Sikap MABESU Atas Pembiaran USU

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Mahasiswa Bersatu Universitas Sumatera Utara (MABESU) merupakan aliansi dari beberapa elemen mahasiswa maupun individu yang terbentuk sebagai respon atas terjadinya pelecehan seksual oleh dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Jurusan Sosiologi berinisial HS kepada beberapa mahasiswa.

Harry salah seorang anggota MABESU mengungkapkan, dalam sebuah pemberitaan media online, sejauh ini ada tiga orang penyintas yang berani buka suara untuk menuntut keadilan. Pemberitaan tersebut pada akhirnya menyadarkan kita akan bahayanya relasi kuasa antar dosen dengan mahasiswa. Keberanian dari para penyintas untuk membuka suara di media memberikan syarat bahwa penyintas sudah tidak nyaman dengan rumahnya sendiri. Ketidaknyamanan ini bisa kita lihat dari tidak diresponnya laporan dari seorang penyintas yang pada awalnya mengingini si pelaku meminta maaf secara terbuka pada penyintas. Akan tetapi, harapan dari penyintas malah berbanding terbalik, dia malah mengalami diskriminasi dari kampus yang mengatakan bahwa kasus ini sudah selesai. Sementara korban tidak pernah merasa bahwa kasus ini selesai.

Namun, sanksi yang diberikan oleh kampus juga tidak setimpal dan tidak memberikan efek jera. Bukan tidak mungkin hal serupa terjadi di jurusan atau fakultas lain. Dalam rilis yang diterbitkan USU beberapa waktu lalu, Dekan FISIP Muryanto Amin mengatakan pelecehan yang dilakukan HS pada penyintas masih ringan. Sehingga hanya diberikan sanksi peringatan. Dengan adanya tiga penyintas yang terkuak masihkah Dekan bisa mengatakan apa yang dilakuakan oleh pelaku masih ringan?

Padahal, apa yang dilakukan oleh dosen cabul ini bisa dikatakan begitu terstruktur. Sebab menggunakan kedok yang sama yaitu penelitian.

Selanjutnya, kata Harry, pelecehan seksual terutama di dunia pendidikan yang kerap terjadi dilakukan oleh dosen ini karena adanya relasi kuasa antara dosen dengan mahasiswa. Dunia pendidikan seyogyanya menjadi tempat yang menjunjung tinggi moralitas malah hingga saat ini tidak melakukan langkah apapun terhadap pelaku pelecehan, malah dalam rilis terkesan administratif dengan meminta korban untuk menyurati secara resmi rektorat. Kasus pelecehan seksual di dunia akademik dianggap adalah hal yang sederhana. Padahal tidak jarang penyintas mengalami trauma yang berat.

Ia mengungkapkan, kasus serupa yang terjadi di beberapa kampus di Indonesia menunjukkan adanya masalah besar dalam penanganan kasus-kasus pelecehan seksual di Kampus. Harus ada penanganan yang serius dari USU kasus ini. Nantinya harus ada regulasi untuk penyelesaian kasus pelecehan seksual di USU agar tidak ada korban-korban berikutnya.

Untuk itu, pelecehan seksual yang dilakukan oleh HS kepada tiga mahasiswa lintas stambuk (2013, 2014, 2015) menggugah mahasiswa dari berbagai elemen yang tergabung dalam Mahasiswa Bersatu USU (MABESU) menyatakan sikap mengecam segala bentuk pelecehan seksual baik itu yang ‘dikatakan ringan’ oleh Dekan FISIP maupun berat, serta sikap-sikap yang tidak kooperatif dari Kampus terkait penyelsaian kasus ini. MABESU aksi solidaritas di Depan Pintu Dua Fisip USU, Senin (27/5/2019). Akan terus memperjuangkan hak penyintas yang berspektif korban, dengan menuntut universitas sumatera utara (USU) untuk:

1. Memecat Dosen Pelaku Pelecehan Seksual.
2. Membuat regulasi untuk penyelesaian kasus Pelecehan Seksual.

Berita Medan, Salim

- Advertisement -

Berita Terkini