Puluhan Aktivis Antikorupsi Tolak Revisi RUU KPK

Laporan : Dhabit Barkah Siregar
MUDANews.com, Medan (SUMUT) – Puluhan aktivis antikorupsi yang tergabung dalam MSA (Masyarakat Sumut Antikorupsi) gelar unjuk rasa demi menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat berlangsungnya seminar bertajuk, “Urgensi Revisi Undang-Undang KPK” di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU), Jum’at (17/3).
Koordinator aksi, Inter Zalukhu menuturkan, bahwa revisi RUU KPK malah merugikan KPK,  yang menjadi kelemahan KPK malah difasilatasi oleh pihak universitas USU.
“Kita memahami KPK adalah lembaga harapan masyarakat untuk menindak koruptor. Kalau undang-undangnya direvisi tentu ini upaya untuk melemahkan KPK. Kok USU mau memfasilitasi pelemahan KPK ini,” sebutnya, Jum’at (17/3).
Selain itu, para pengunjuk rasa menggalang tanda tangan penolakan revisi undang-undang KPK serta menyanyikan lagu-lagu tanda penolakan mereka terhadap acara yang saat ini digelar di Peradilan Semu Fakultas Hukum USU.
Spanduk-spanduk bertuliskan penolakan juga banyak dipampangkan para mahasiswa.
Berkali-kali para mahasiswa ini juga menyoraki para panitia dan juga peserta yang hadir dalam acara seminar tersebut.
“Kalian keluar. Kalian cuma pikirkan kepentingan sendiri. Tidak kepentingan orang lain. Turun kalian,” teriak koordinator aksi.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Akademisi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar menjelaskan, revisi UU itu bukanlah hal penting. Sebab, revisi UU itu hanya memfokuskan kepada hal-hal kecil. Karenanya, Sosiolog Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menilai, KPK seharusnya menjadi lembaga yang mampu memberantas korupsi secara totalitas, bukannya memberantas cabang-cabang korupsi tanpa memberantas akarnya.
“RUU ini tidak urgent untuk dibicarakan. Karena hanya, terfokus pada isu-isu kecil. Misalnya, penyadapan, SP3, penyitaan, Dewan Pengawas dan Sumber SDM Penyidik. Padahal yang kita butuhkan sekarang adalah, bagaimana membuat sebuah lembaga yang efektif memberantas korupsi, karena dia tahu di mana korupsi yang sesungguhnya terjadi dan di mana akar korupsi itu,” sebut Shohibul usai menandatangani spanduk tuntutan aksi.
Selanjutnya, Shohibul menuturkan, framing KPK melalui media nasional yang menyebutkan jika korupsi terbesar berada di daerah itu tidak benar. Karena, menurutnya korupsi terbesar berada pada jumlah anggaran terbesar. Semisal, pemerintahan pusat yang mengatur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
” Korupsi terbesar, menurutnya ada di induk kekuasaan. Dan jika dimulai pemberantasannya dari situ, akan lebih efisien, (berbiaya) murah dan efektif. Juga tanpa gonjang-ganjing politik yang kita hadapi sekarang,” sambungnya.
Oleh karena itu, Shohibul menilai, KPK yang sebelumnya cukup bekerja sangat efektif. Mereka dapat membedakan antara korupsi yang dananya bersumber dari APBN/APBD dan non-APBN/APBD. Sebab, korupsi terbesar bukan berasal dari dana APBN/APBD.
“Orang sekarang tidak sadar bahwa korupsi di Indonesia tidak seperti yang digambarkan oleh KPK, yang seolah-olah lebih besar ada di legislatif dan daerah. Kemudian, korupsi itu jauh lebih besar di luar pemerintahan atau di sektor bisnis. Berbeda dengan KPK jilid I, fokus mereka benar-benar menggambarkan peta korupsi nasional Indonesia, yang secara jelas membedakan korupsi uang brankas dan non-brankas. Korupsi uang non-brankas itu sebenarnya jauh lebih besar, karena pemerintahan sangat dikendalikan oleh pemodal. Lihatlah, tidak ada satu orang pun yang berani mereka sebut sebagai tersangka dalam kasus pembakaran lahan. Padahal kekuasaan itu bukan bersumber dari Presiden, tetapi Undang-Undang,” terangnya.
Lanjutnya, Shohibul memaparkan, di Indonesia sendiri, belum ada lembaga pemberantasan korupsi yang benar-benar efektif. Sebab, sumber korupsi itu berdasar dari ‘kesenjangan’. Masyarakat tahu, kesenjangan di negeri ini belum mampu diatasi pemerintah. Karenanya korupsi di Indonesia akan terus bergenerasi selagi kesenjangan belum dapat diatasi.
“Di Indonesia, jika korupsi sungguh-sungguh diberantas berdasarkan peta permasalahannya, maka masalah terbesar di negeri ini pasti dapat ditanggulangi, yakni ‘kesenjangan’ yang luar biasa parah. Karena itu, isu revisi UU KPK adalah permainan politik yang menggelikan. Jika berani, rombaklah KPK itu, sehingga mampu membuat peta korupsi yang benar dan mulai kerja dari induk kekuasaan,” tandas Shohibul mengakhiri wawancara.