Mudanews.com Jakarta — Kamis, 18 Desember 2025 — Suasana rapat pemerintah mendadak mencair ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tak kuasa menahan tawa usai mendengar penjelasan Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang keliru menyebut BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menjadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
Momen tersebut terekam dalam sebuah video rapat yang kemudian beredar luas di media sosial dan menjadi perbincangan publik. Rapat itu berlangsung di Jakarta, dalam forum resmi yang membahas kebijakan fiskal dan kepabeanan terkait bantuan kemanusiaan dari luar negeri.
Dalam penjelasannya, Dirjen Bea dan Cukai tengah menguraikan mekanisme pembebasan bea masuk dan pajak impor atas barang bantuan untuk korban bencana alam. Namun, ia tampak belibet dan berulang kali menyebut istilah PNBP ketika seharusnya merujuk pada BNPB.
Kesalahan penyebutan tersebut langsung memancing reaksi spontan Purbaya yang terlihat tertawa lepas. Beberapa peserta rapat lainnya juga tampak tersenyum, menandai momen ringan di tengah pembahasan serius kebijakan negara.
Meski bernuansa jenaka, substansi rapat menyinggung isu krusial yang belakangan ramai disorot publik, yakni kabar bantuan diaspora dan lembaga internasional yang disebut-sebut terkena pungutan pajak. Purbaya menegaskan bahwa pemerintah tidak memungut pajak atas bantuan kemanusiaan.
Menurutnya, bantuan dari luar negeri untuk penanganan bencana dapat dibebaskan dari bea masuk dan pajak impor, selama disertai rekomendasi resmi dari BNPB atau BPBD, yang kemudian diajukan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Ia menegaskan bahwa mekanisme administrasi tersebut bertujuan menjaga akuntabilitas dan transparansi, bukan untuk menghambat kecepatan distribusi bantuan bagi korban bencana.
Video tersebut pun menuai beragam respons warganet. Sebagian menilai momen itu sebagai sisi humanis pejabat negara, sementara lainnya mengingatkan pentingnya ketelitian pejabat publik dalam menyampaikan istilah dan nomenklatur lembaga dalam forum resmi.
Di tengah sorotan publik terhadap birokrasi dan isu kemanusiaan, insiden kecil ini menjadi pengingat bahwa komunikasi kebijakan tak hanya soal substansi, tetapi juga presisi bahasa yang mencerminkan profesionalisme negara.**(Red)

