Mudanews.com Jakarta – Maraknya praktik overcharging atau pungutan biaya berlebihan yang membebani pekerja migran Indonesia menuai sorotan. Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, mendesak Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
“Banyak temuan di lapangan menunjukkan pekerja migran Indonesia masih menjadi korban overcharging oleh P3MI. Praktik ini adalah kejahatan yang tidak ubahnya tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Bapak Menteri yang baru, Mukhtarudin, harus fokus pada penindakan dan segera melakukan audit menyeluruh,” tegas Aznil Tan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (6/10/2025).
Menurut Aznil, praktik overcharging bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap tata kelola penempatan pekerja migran.
“Pekerja migran yang seharusnya berangkat dengan biaya wajar justru terjerat utang besar akibat pungutan liar yang tidak transparan. Modusnya beragam, mulai dari mark up biaya hingga menciptakan biaya siluman,” jelas Aznil.
Migrant Watch menemukan bahwa sebagian besar biaya penempatan di lapangan tidak sesuai dengan struktur pembiayaan resmi yang telah ditetapkan pemerintah.
“Hampir keseluruhan biaya penempatan tidak sesuai dengan cost structure resmi. Ada yang memanipulasi ketentuan biaya, baik untuk penempatan ke Taiwan, Hong Kong, Jepang, Malaysia,, maupun berbagai negara penempatan lainnya” ungkapnya.
Aznil menekankan bahwa audit menyeluruh terhadap P3MI merupakan langkah awal penting untuk membersihkan sektor penempatan pekerja migran dari praktik kecurangan.
“Tugas utama KP2MI adalah melindungi pekerja migran dari segala bentuk eksploitasi. Jangan biarkan mereka berjuang di negeri orang dengan beban utang yang seharusnya tidak mereka tanggung. KP2MI harus segera melakukan audit,” tambahnya.
Selain itu, Migrant Watch juga mendorong KP2MI lebih proaktif melakukan pengawasan di lapangan terkait biaya penempatan.
“Karena praktik overcharging ini menyasar pekerja yang rentan dan mudah ditekan, penindakannya tidak bisa hanya menunggu laporan dari korban. Harus ada mekanisme luar biasa dan pengawasan aktif di lapangan,” pungkas Aznil.**(Red)