Presiden OPSI  Saipul Stavip : Pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh dan Satgas PHK Akan Sia- Sia  Serta Hanya Menambah Beban Anggaran

Breaking News
- Advertisement -

 

Mudanews.com Jakarta– Belakangan ini gencar diberitakan tentang wacana pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh dan SatGas PHK. Nampaknya Presiden Prabowo menyetujui pembentukan kedua lembaga tersebut.

Namun harus dikritisi bahwa pembentukan kedua lembaga tersebut sesungguhnya hanya akan sia-sia dan tidak cukup efektif dalam menjawab dan menyelesaikan berbagai persoalan ketenagakerjaan yang semakin carut marut dan pelik saat ini, karena kedua lembaga tersebut hanya akan berkutat dengan permasalahan-permasalahan yang ada di hilir dan sifatnya ad-hoc semata. Sudah bisa dipastikan segala produk yang dihasilkan oleh kedua lembaga tersebut hanya bersifat rekomendasi yang juga tidak memiliki

kekuatan hukum mengikat. Belum lagi kerja-kerja kedua lembaga tersebut akan overlapping dengan lembaga kerja sama Tripartit yang sudah ada, bahkan dengan Kementerian Ketenagakerjaan itu sendiri tegas Saipul Stavip Presiden OPSI (Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia)

Dalam keterangan lebih lanjut Saipul Stavip menjelaskam “Pembentukan lembaga baru juga dipastikan akan menambah beban anggaran yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kepentingan-kepentingan lain yang lebih mendesak. Bisa-bisa yang sejahtera malah anggota kedua lembaga tersebut atau sekedar bagi-bagi jatah jabatan, karena konon lembaga tersebut setingkat Menteri. Tentu hal ini akan membuat Kabinet Presiden Prabowo semakin gemuk.”

“Ada baiknya, Pemerintah (dan juga DPR) lebih fokus dalam menyelesaikan permasalahan di hulu, yaitu pembentukan UU di Bidang Ketenagakerjaan yang berkeadilan, melindungi dan mensejahterakan bagi kaum Pekerja/Buruh, serta system pengawasan dan penegakan hukum yang tegas, tanpa pandang bulu. Itu sesungguhnya yang lebih dibutuhkan oleh kaum Pekerja/Buruh” terangnya

“Sepanjang persoalan di hulu itu tidak segera diselesaikan, maka kondisi ketenagakerjaan di Indonesia akan tetap carut marut. Pekerja/Buruh yang sejahtera hanya mimpi belaka. Pekerja/Buruh yang bisa bekerja sampai usia pensiun juga akan tetap menjadi angan- angan. Pelanggaran terhadap hak-hak pekerja akan tetap marak dan terus berulang. Pasca dilahirkannya UU Cipta Kerja, kondisi ketenagakerjaan dan iklim hubungan industrial di Indonesia menjadi semakin tidak menentu. Terjadi ambivalen dan multi tafsir  dalam penerapan hukum ketenagakerjaan di lapangan. Dalam menafsirkan dan menerapkan hukum ketenagakerjaan, baik Pengusaha maupun kalangan Pekerja/Buruh bahkan pegawai-pegawai di Dinas Ketenagakerjaan di daerah harus melihat 3 sumber hukum utama di bidang ketenagakerjaan, yaitu : UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, UU Cipta Kerja No.6 tahun 2023 dan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi yang tentu saja tidaklah mudah.” ” tegas Saipul Stavip

“Jika memang Pemerintah sangat mendukung terhadap upaya menyejahterakan dan melindungi Pekerja/Buruh, maka perintah Mahkamah Konsititusi dalam perkara No. 168/PUU-XXI/2023 agar dibentuk UU khusus di Bidang Ketenagakerjaan yang terpisah dari UU Cipta Kerja, harus segera direalisasikan tanpa harus menunggu sampai 2 tahun. UU ini harus mencerminkan keberpihakan negara kepada Pekerja/Buruh yang selama ini terpinggirkan” sarannya kepada pemerintah”

“Begitu juga soal sistem pengawasan ketenagakerjaan, harus dibenahi. Carut marutnya kondisi ketenagakerjaan di Indonesia, salah satunya adalah karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Cukup banyak laporan pengaduan yang disampaikan oleh Pekerja/Buruh, namun tidak jelas penyelesaian dan tindak lanjutnya. Akibatnya, Pekerja/Buruh tidak mendapatkan hak-hak yang semestinya. Pelanggaran terus dan terus terjadi tanpa ada penindakan atau sanksi hukum yang tegas. Oleh karenanya, perlu dibentuk sebuah Komisi Pengawasan Ketenagakerjaan untuk melakukan pengawasan secara eksternal terhadap kerja-kerja dari para tenaga pengawas ketenagakerjaan di lapangan (khususnya yang berada di daerah) agar mereka tidak main mata dengan Pengusaha-pengusaha nakal yang kerap melakukan pelanggaran terhadap hak-hak Pekerja/Buruh. Lembaga ini semacam Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) atau Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial. Aparat penegak hukum (pengawas ketenagakerjaan) memang harus diawasi. Komisi ini justru lebih diperlukan ketimbang Dewan Kesejahteraan Buruh maupun Satgas PHK. Semoga Presiden Prabowo mau berpikir ulang”, pungkasnya***(Red)

Berita Terkini