Mudanews.com Jakarta – R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, menilai bahwa tantangan terbesar Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto bukan sekadar menaikkan angka pertumbuhan ekonomi, melainkan memastikan pertumbuhan itu bebas dari kebocoran dan benar-benar mengangkat kesejahteraan rakyat kecil.
Bagi Haidar Alwi, korupsi di lingkar kekuasaan seperti pasir halus di mesin ekonomi: tak terlihat, tapi pelan-pelan menghancurkan. “Kalau di hulu kekuasaan airnya sudah keruh, mustahil di hilir rakyat bisa minum yang jernih,” ujar Haidar Alwi.
Karena itu, Presiden Prabowo harus berani menjaga “air” itu tetap jernih melalui ketegasan, integritas, dan keberanian memutus rantai korupsi, bahkan jika melibatkan orang dekat atau menterinya sendiri.
Ekonomi Cukup Kuat, Tapi Celah Korupsi Masih Terbuka
Awal pemerintahan Prabowo menunjukkan fondasi ekonomi yang cukup kuat. Pertumbuhan triwulan I-2025 mencapai 4,87% (yoy), inflasi Juli 2025 berada di 2,37% (yoy), dan rasio utang pemerintah masih jauh di bawah batas aman UU Keuangan Negara. Bank Indonesia pun memangkas suku bunga acuan menjadi 5,25% pada 16 Juli 2025 untuk mendorong ekspansi ekonomi.
Namun Haidar Alwi mengingatkan bahwa angka makro ini belum menjamin kemakmuran rakyat jika kebocoran belanja negara tetap terjadi. “APBN yang sehat di atas kertas tidak berguna jika uangnya menguap di jalan,” tegasnya.
Haidar Alwi menilai peran Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam menjaga disiplin fiskal patut diapresiasi, tetapi kebijakan PPN 12% sejak 1 Januari 2025 harus dijelaskan secara detail, termasuk mekanisme pengecualian untuk kebutuhan pokok, agar tidak menimbulkan kegaduhan.
Haidar Alwi juga menyoroti kontribusi besar daerah yang sering diabaikan. NTB, misalnya, telah menyetor Rp1,73 triliun ke kas pusat hingga pertengahan 2025. “Kalau pusat tidak mengembalikan sebagian besar dana itu dalam bentuk investasi produktif, daerah hanya akan jadi ATM negara, bukan pusat pertumbuhan,” ujar Haidar Alwi.
Kunci Pertama: Tegas di Politik, Teguh di Integritas
Menurut Haidar Alwi, memberantas korupsi hanya mungkin jika presiden memiliki integritas yang kuat dan disiplin politik yang tidak goyah. “Presiden yang berani mencopot menteri korup tanpa pandang bulu, meski dari partai pendukung, adalah presiden yang menjaga kehormatan bangsa,” tegasnya.
Haidar Alwi menjelaskan bahwa pembiaran satu kasus besar akan menjadi preseden buruk, mengubah pelanggaran kecil menjadi budaya. Sebaliknya, ketegasan yang konsisten akan membentuk efek jera, memperkuat wibawa negara, dan memulihkan kepercayaan publik. Haidar Alwi menekankan bahwa keberanian politik ini adalah fondasi yang menentukan arah pemerintahan selama lima tahun ke depan.
Kunci Kedua: Bagi Hasil SDA yang Adil dan Transparan
Bagi Haidar Alwi, korupsi bukan hanya soal suap dan mark-up, tetapi juga soal ketidakadilan struktural dalam pembagian hasil sumber daya alam. Selama ini, daerah penghasil seperti NTB, Riau, Papua, dan Kaltim kerap menerima porsi kecil dari kekayaan alam yang mereka sumbangkan ke pusat.
Haidar Alwi mendorong agar bagi hasil tidak berhenti pada transfer umum, melainkan diarahkan untuk membangun industri hilir, infrastruktur daerah, dan lapangan kerja bagi masyarakat setempat. “Kalau rakyat di daerah penghasil hanya jadi penonton, mereka akan kehilangan rasa memiliki terhadap negara,” ujarnya.
Bagi Haidar Alwi, keadilan distribusi ini bukan sekadar teknis fiskal, melainkan strategi menjaga stabilitas sosial dan mencegah konflik horizontal.
Kunci Ketiga: Hilirisasi yang Memihak Rakyat
Haidar Alwi mengkritik hilirisasi yang hanya menguntungkan segelintir investor besar. Menurutnya, hilirisasi sejati adalah yang mengaitkan UMKM, koperasi, dan tenaga kerja lokal dalam rantai pasok. Tanpa keterlibatan rakyat, hilirisasi hanya menjadi proyek mercusuar yang indah di atas kertas tetapi tak mengubah nasib masyarakat di lokasi produksi.
“Hilirisasi bukan sekadar menambah pabrik, tapi membangun ekosistem ekonomi lokal,” tegasnya. Artinya, petani di kebun, nelayan di laut, hingga penambang rakyat di desa harus merasakan dampak langsung dari proses industrialisasi yang dijalankan pemerintah.
Lima Langkah Konkret
Haidar Alwi merumuskan lima langkah yang saling melengkapi untuk memutus rantai korupsi dan mendorong ekonomi rakyat:
1. Membentuk Dewan Etika Kabinet untuk mengawasi perilaku menteri dan pejabat tinggi secara independen.
2. Mengoptimalkan Pengawasan APBN Berbasis Teknologi dengan akses publik real-time, sehingga rakyat bisa ikut mengawasi.
3. Menetapkan Transparansi Bagi Hasil SDA dengan porsi pasti yang diarahkan ke industri lokal di daerah penghasil.
4. Memberikan Insentif Fiskal bagi sektor produktif dan UMKM yang terlibat dalam hilirisasi.
5. Menggiatkan Edukasi Publik agar rakyat memahami kebijakan ekonomi secara utuh dan tidak mudah terprovokasi rumor.
*“Kalau integritas dijadikan fondasi, ketegasan jadi alat, dan kebijakan ekonomi diarahkan untuk pemerataan, kita bukan hanya bisa menjinakkan korupsi, tapi juga menggerakkan ekonomi menuju kemandirian bangsa,” pungkas Haidar Alwi.**(Red)