Oleh : Timboel Siregar
Mudanews.com OPINI – Tanggal 15 Agustus 2025 Presiden Prabowo Subianto akan membacakan nota keuangan dan RUU APBN 2026 di depan Paripurna DPR-RI. Nota Keuangan dan RUU APBN 2026 ini berisi penjelasan lengkap tentang rencana keuangan negara, kebijakan fiskal, hingga arah pembangunan ekonomi nasional untuk satu tahun anggaran di 2026. Dan tentunya rencana ini memang menjadi rujukan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia.
Banyak harapan yang disampaikan masyarakat terhadap isi nota keuangan dan RUU APBN 2026 ini, setelah di tahun 2025 terjadi berbagai efisiensi pembiayaan pemerintah yang diamanatkan Inpres no. 1 Tahun 2025. Masyarakat di daerah 3T berharap pembangunan sektor Pendidikan dan Kesehatan diprioritaskan sehingga mereka dengan layak mengakses kebutuhan dasar tersebut. Percepatan kehadiran RS tipe A di Tanah Papua juga menjadi harapan rakyat Papua, mengingat tahun ini anggaran pembangunannya mengalami efisiensi sehingga tertunda penyelesaian pembangunannya.
Demikian juga Pekerja/buruh mendorong program pelatihan dan literasi Hubungan industrial dan jaminan sosial bagi SP/SB diaktifkan kembali sehingga mendukung iklim hubungan industrial yang lebih baik. Selama tahun 2025 ini praktis kegiatan literasi dan edukasi hubungan industrial mengalami penurunan sementara permasalahan hubungan industrial menunjukkan peningkatan. Tentunya Masyarakat lainnya pun juga mengharapkan pembiayaan pemerintah di 2026 dapat mendukung program-program yang selama 2025 ini mengalami efisiensi.
Satu hal yang masih saya tunggu di RUU APBN 2026 adalah diimplementasikannya Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi pekerja informal miskin dan tidak mampu (seperti petani dan nelayan miskin, pedagang asongan, pekerja di rumah ibadah, dsb) dalam skema Penerima Bantuan Iuran (PBI), khususnya Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm). Sejak beroperasinya program JKN, skema PBI APBN di JKN sudah diimplementasikan, namun belum untuk program jaminan sosial ketenagakerjaan hingga saat ini, padahal Pasal 14 dan Pasal 17 UU SJSN mengamanatkan perlindungan untuk pekerja informal miskin dan tidak mampu di seluruh program jaminan sosial.
Janji mengimplementasikan Program JKK dan JKm dalam skema PBI yang iurannya dibayarkan APBN sudah ada di RPJMN 2020 – 2024, namun sampai berakhirnya Pemerintahan Jokowi tidak juga terealisasi. Padahal kebutuhan perlindungan pekerja informal miskin dan tidak mampu di program JKK dan JKm sangat dinanti, mengingat banyak pekerja informal miskin dan tidak mampu yang mengalami kecelakaan kerja, cacat, atau kematian menjadi jatuh lebih dalam pada kemiskinan ekstrem. Sementara kedua program tersebut memberikan banyak manfaat, dari biaya kuratif; manfaat bantuan tunai STMB (sementara tidak mampu bekerja); manfaat home care; manfaat pelatihan; hingga manfaat untuk ahli waris bagi pekerja yang meninggal dunia termasuk beasiswa bagi maksimal dua anak dari TK sampai perguruan tinggi. Program ini akan mampu mengentaskan kemiskinan bagi pekerja informal miskin dan tidak mampu.
Walaupun sudah ada landas yuridis dan janji politik dalam RPJMN namun kemauan Politik anggaran Pemerintah lalu belum mampu melindungi pekerja informal miskin dan tidak mampu. Justru politik anggaran Pemerintah lebih mendahului melindungi pekerja formal yang relative sudah jauh lebih Sejahtera dibandingkan pekerja informal miskin dan tidak mampu, yaitu dengan hadirnya Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk pekerja formal yang sudah empat kali digulirkan dengan biaya puluhan triliun, dan subsidi iuran program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang tiap tahun dialokasikan sekitar Rp.1 Triliun untuk melindungi pekerja formal yang mengalami PHK. Kesenjangan perlindungan yang sangat ekstrem terus dipertontonkan oleh Pemerintah, seakan pekerja informal miskin dan tidak mampu tidak berhak untuk dilindungi dalam jaminan sosial.
Saya berharap Presiden Prabowo yang akan membacakan Nota Keuangan dan RUU APBN 2026 juga membacakan Program JKK dan JKm bagi pekerja informal miskin dan tidak mampu, yang sudah tahunan dinanti kehadirannya. Dengan iuran sebesar Rp. 16.800,- per orang per bulan untuk dua program (JKK dan JKm), anggaran yang dialokasikan pun tidak akan memberatkan APBN 2026 (total belanja di RAPBN 2026 sebesar Rp. 3.800 – Rp. 3.820 Triliun).
Semoga Nota Keuangan dan RUU APBN 2026 ini memberikan keadilan, pemanfaatn dan kepastian hukum bagi pekerja informal miskin dan tidak mampu dalam perlindungan jaminan sosial, yang dalam Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 jaminan sosial telah diamanatkan sebagai hak konstitusional seluruh rakyat Indonesia.
“No one left behind” dalam jaminan sosial.
Pinang Ranti, 13 Agustus 2025
Tabik
Timboel Siregar