Seberapa Pelitnya Negara Kepada Rakyatnya?

Breaking News

- Advertisement -

 

Mudanews.com OPINI – Dalam Rapat Terbatas terkait program stimulus pemerintah, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan beberapa hal. Program bantuan kepada masyarakat pada bulan Juni mengalami beberapa perbaikan.

Salah satunya pembatalan diskon 50% tarif listrik kepada masyarakat kelas menengah ke bawah. Namun jangan protes dulu, masih ada bantuan lain yang diluncurkan 2 bulan ini. Ada diskon transportasi, tarif tol, bantuan sembako, dan subsidi upah.

Ada satu lagi kebijakan bendahara negara yang barangkali bikin jidat berkerut membentuk tanda tanya. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 tentang Standar Biaya Masukan tahun 2026 menerbitkan kebijakan terkait uang biaya perjalanan dinas, penginapan bagi menteri, pejabat negara, wakil menteri dan pejabat eselon.

Mbak Sri menetapkan batasan biaya penginapan di dalam negeri untuk pejabat negara atau wakil menteri dan pejabat eselon I berkisar Rp 2.140.000 sampai Rp 9.331.000. Untuk kebijakan yang satu ini silahkan protes.

Angka maksimal Rp 9,3 juta/hari negara membayar kamar Hotel pejabat menjadi kontradiksi dengan penghapusan diskon tarif listrik untuk rakyat. Bagi warga menengah ke bawah pasti merasa tidak adil, namun bagi pejabat itulah enaknya jadi petinggi birokrasi.

Defisit APBN tiap tahun memaksa negara menutupnya dengan utang LN. Kebijakan efisiensi anggaran menjadi omon-omon. Dan tarif listrik menjadi beban masyarakat kecil yang terancam berada dalam kegelapan gegara tak mampu bayar listrik.

Sementara harga 9,3 juta/malam untuk kenyamanan pejabat bisa mencapat angka puluhan juta sebulan bagi mereka yang doyan “ngamar”. Itu baru satu orang, itung saja kalikan berapa puluh orang di kabinet gembrot PraGib.

Rakyat dipaksa kencangkan ikat pinggang, sementara pejabat dibiarkan tanpa gesper. Entah ukuran perut buncitnya over size atau tidak mau mengalah pada kemewahan?

Sri Mulyani paham berapa banyak uang di brangkasnya dan dari mana asalnya. Dia harus berpihak pada elite untuk tetap menjabat. Kalau uang royal dibagi ke rakyat tinggal menunggu kabar reshuffle yang bisa datang dari mana saja, Presiden tinggal tanda tangan.

Apa susahnya memanjakan rakyat? Negara menjadi sangat sosialis saat kampanye, menjadi kapitalis saat mengeruk SDA. Berubah diktator saat berbagi anggaran dan menjadi sedikit demokrasi saat sidang formalitas kumpulan para oligarki.

Penulis : Dahono Prasetyo (Litbang Demokrasi)

 

 

 

Berita Terkini