Oleh: Drs Muhammad Bardansya
Perkembangan Indonesia dari Masa ke Masa.
A.Periode Kemerdekaan (1945–1959)
Setelah merdeka pada 1945, Indonesia menghadapi tantangan berat: infrastruktur hancur, hiperinflasi (mencapai 600% pada 1950), dan fragmentasi politik. Kebijakan ekonomi nasionalis seperti nasionalisasi perusahaan Belanda (1957) justru mengurangi investasi asing. Produktivitas rendah, dengan pertumbuhan ekonomi hanya 3% per tahun** (Bank Dunia, 1960).
B.Orde Lama (1959–1966)
Di bawah Sukarno, Indonesia menganut sistem “Demokrasi Terpimpin” dengan kebijakan ekonomi berorientasi politik. Proyek mercusuar seperti Monas dan Games of the New Emerging Forces (GANEFO) menguras anggaran. Inflasi melonjak hingga “650% pada 1965”, sementara utang luar negeri membengkak. Kegagalan ini memicu krisis sosial-politik, termasuk peristiwa G30S PKI (1965), yang menjadi pintu masuk Orde Baru.
C.Orde Baru (1966–1998)
Suharto membuka ekonomi lewat investasi asing dan eksploitasi SDA (minyak, kayu). Pertumbuhan ekonomi mencapai “7% per tahun” (1970–1990), tetapi disertai korupsi masif (misal, kasus BLBI). Pembangunan infrastruktur seperti jalan Trans-Jawa dan sekolah SD Inpres meningkatkan akses dasar. Namun, ketergantungan pada komoditas membuat Indonesia rentan saat harga minyak turun (1980-an) dan krisis moneter 1997–1998, yang melumpuhkan ekonomi (−13% pertumbuhan pada 1998).
D.Era Reformasi (1998–Sekarang)
Desentralisasi (UU Otonomi Daerah 1999) dan demokratisasi membawa harapan baru. Pertumbuhan ekonomi stabil di kisaran “5% per tahun”, tetapi terhambat korupsi (Indeks Persepsi Korupsi 2023: 34/100) dan ketimpangan (Gini Ratio: 0.388). Sektor manufaktur stagnan (kontribusi 19% terhadap PDB), sementara ekonomi digital tumbuh pesat (nilai ekonomi digital Rp 1.200 triliun pada 2023).
Analisis Perbandingan Ekonomi Indonesia dengan Negara Lain
Korea Selatan : Lompatan dari Perang ke Negara Maju
Strategi Utama : Fokus pada industri ekspor dan pendidikan. Korea Selatan menginvestasikan “20% dari APBN” untuk pendidikan pada tahun 1960-an.
Hasil : Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Skor PISA 2022 menunjukkan Korea Selatan di angka 528, sementara Indonesia hanya 379.
Kelemahan Indonesia: Kebijakan industri yang tidak konsisten dan kualitas SDM yang rendah.
Rwanda: Kebangkitan Pasca-Genosida
Strategi Utama : Membangun tata kelola yang bersih dan ekonomi berbasis teknologi. Sekitar “75% populasi terhubung internet”.
Hasil : Pertumbuhan ekonomi rata-rata “7.2%” dari 2010 hingga 2023.
Kelemahan Indonesia : Kurangnya komitmen untuk memberantas korupsi dan membangun ekosistem digital yang kuat.
China: Transformasi dari Kemiskinan ke Adidaya Ekonomi
Strategi Utama : Reformasi pasar yang dimulai pada tahun 1978 dan investasi besar dalam infrastruktur.
Hasil : Pertumbuhan rata-rata “9% per tahun” dari 1980 hingga 2020.
“Kelemahan Indonesia” : Ketergantungan pada sumber daya alam (SDA) dan rendahnya alokasi untuk penelitian dan pengembangan (R&D), hanya “0.3% dari PDB” dibandingkan dengan “2.4% di China”.
Mengapa Indonesia Tertinggal ?
Beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia mengalami pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan negara lain adalah:
Ketergantungan pada SDA : Sekitar “60% ekspor Indonesia” berbasis komoditas, yang membuat ekonomi rentan terhadap fluktuasi harga.
“Institusi Lemah” : Korupsi dalam birokrasi menghambat investasi. Indonesia berada di peringkat “73” dalam Indeks Kemudahan Berbisnis 2020.
“SDM Tidak Kompetitif” : Hanya “12% tenaga kerja” yang berpendidikan tinggi, yang menghambat inovasi dan produktivitas.
“Infrastruktur Tidak Merata” : Sekitar “70% jalan di luar Jawa” dalam kondisi rusak, yang menghambat mobilitas dan distribusi barang
Rekomendasi untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
1.Diversifikasi Ekonomi : Mengembangkan industri hilir, seperti baterai lithium dari nikel, untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas.
2.Perkuat Institusi : Melakukan reformasi birokrasi dan meningkatkan transparansi anggaran untuk menarik lebih banyak investasi.
3.Revolusi Pendidikan : Mengalokasikan “20% APBN” untuk pendidikan, dengan fokus pada STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika) dan pelatihan vokasi.
4.Infrastruktur Digital : Membangun jaringan 5G nasional dan memperluas akses internet ke daerah terpencil.
5.Tata Kelola SDA Berkelanjutan : Menerapkan pajak karbon dan moratorium izin tambang di hutan primer untuk menjaga keberlanjutan lingkungan.
Kesimpulan
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi raksasa ekonomi, dengan sumber daya alam yang melimpah, populasi muda, dan posisi geostrategis yang menguntungkan. Namun, tanpa perombakan sistemik dalam tata kelola dan prioritas pembangunan, potensi ini hanya akan menjadi mimpi yang tertunda. Negara-negara lain telah menunjukkan bahwa dengan kebijakan yang tepat dan komitmen untuk reformasi, pertumbuhan ekonomi yang cepat dan berkelanjutan adalah mungkin. Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara-negara tersebut dan menerapkan strategi yang relevan untuk mempercepat pertumbuhan ekonominya.
Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan mencapai status sebagai salah satu ekonomi terkemuka di dunia.
Referensi
1.World Bank. (2023). World Development Indicators.
2.Transparency International. (2023). “Corruption Perceptions Index”.
3.Bank Indonesia. (2023). “Laporan Perekonomian Indonesia”.
4.Lee, K. (2019). “The Art of Economic Catch-Up: Innovation & Industrial Policy”. Cambridge University Press.
5.World Economic Forum. (2023). “Global Competitiveness Report”.
Penutup
Indonesia memiliki semua syarat untuk menjadi raksasa ekonomi: SDA melimpah, SDM muda, dan posisi geostrategis. Namun, tanpa perombakan sistemik di tata kelola dan prioritas pembangunan, potensi ini hanya akan menjadi mimpi yang tertunda.
Ass. Mas. Bntu naikkan opini y