Ormas Radikal Dan Perang Dagang UNI EROPA

Breaking News

- Advertisement -
MUDANEWS.COM – Sejumlah media melaporkan bahwa warga asing yang disebut sebagai seorang diplomat Jerman mendatangi Sekretariat Dewan Pimpinan Pusat FPI di Petamburan, Jakarta Pusat, pada Kamis (17/12) lalu.
Munarman, selaku jubir FPI menyatakan pihak tamu dari kedubes Jerman menyampaikan bela sungkawa atas tewasnya enam anggota mereka baru baru ini. Kita belum tahu kebenaran pernyataan Munarman itu, meski pihak staf kedubes Jerman sudah mengakuinya. Petinggi FPI dan mantan pengacara LBH ini sudah sering memanipulasi fakta, sehingga omongannya layak diragukan. Diplintir. Julukan baru yang dilekatkan padanya, “Munarman si Muna”.
Tapi netizen di Twitterland segera menghubungkan kunjungan “kafir” Jerman ini ke ormas Islam militan lokal ini mengarah ke dampak perang dagang Indonesia dengan Uni Eropa. Politik belah bambu sedang dilancarkan. Anak anak SD kita pun sudah diajari istilah “Devide et Impera” yaitu politik pecah belah sesama anak bangsa di zaman penjajahan Belanda.
Agak mengherankan juga memang kunjungan orang Eropa Jerman ke markas FPI itu. Tak biasanya. Jelas bukan kunjungan silaturahmi biasa, tanpa maksud lain atau sekadar menyampaikan belasungkawa. Apalagi, konon, kunjungan bakal berkelanjutan
Bukankah, Jerman – dan negara negara Eropa umumnya – sedang mewaspadai aksi aksi anarki kelompok Islam radikal? Bukankah Riziek pernah mengancam akan memenggal mereka yang dianggap “menghina Islam” seperti kejadian di Prancis – Eropa?
Mengapa justru Jerman Eropa mendekati kubu militan anarkis di sini?
Kita sama sama tahu. Meski telah sama sama jadi anggota G20, Indonesia sedang terlibat perang dagang dengan Uni Eropa – dimana Jerman merupakan salahsatu anggotanya.
Bermula Uni Eropa menolak ekspor minyak sawit kita, dengan dalih pelestarian lingkungan dan isu perusakan hutan. Lalu Indonesia membalas dengan stop ekspor biji nikel mentah ke sana. Eropa keok. Kontan kelabakan.
Pelarangan ekspor biji besi yang diresmikan per Januari tahun 2020 ini langsung menghantam industri baja mereka dan ini jadi kabar suram bagi Uni Eropa.
Uni Eropa geram. Membawa kasus ini ke pengadilan internasional,
menggugat Indonesia lewat Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020 itu.
Larangan ekspor biji nikel yang dilakukan Indonesia, dianggap tidak fair dan hanya menguntungkan industri baja dan smelter dalam negeri sendiri. Padahal penolakan ekspor minyak sawit ke Eropa juga berdampak pada 4 juta petani kecil dan 7 juta pekerja lain di sini yang terkait dengan pengolahannya.
Kantor Berita Reuters memberitakan, kebijakan pembatasan impor biji mentah nikel ini berimbas negatif pada industri baja Eropa karena terbatasnya akses terhadap bijih nikel dan juga bijih mineral lainnya seperti bijih besi dan kromium.
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mengaku tak mempermasalahkan gugatan Uni Eropa tersebut. Menurutnya, selama ini Indonesia tak mendapatkan banyak nilai tambah karena puluhan tahun hanya mengekspor bijih mineral mentah.
Menurutnya, alasan larangan ekspor mineral mentah sejalan dengan upaya hilirisasi agar industri peleburan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri bisa berjalan.
Dengan nilai tambah dari mineral mentah yang diolah dalam negeri, juga bisa menambah lapangan kerja serta memperbaiki defisit neraca berjalan. “Barang, barang kita, nikel, nikel kita, mau ekspor mau enggak suka-suka kita. Ya, enggak?” kata Jokowi pada acara Musrenbang RPJMN di Istana Negara, Senin, 16 Desember 2019 lalu.
Program hilirisasi tambang mineral, kata Jokowi, dilakukan bertahap. Bahkan di masa mendatang, pemerintah juga akan melarang ekspor bijih mentah lain selain nikel.
“Tapi Bapak/Ibu harus tahu, industri luar Indonesia ada yang jadi mati karena kita stop itu. Ini satu-satu, nikel dulu, nanti bauksit kita stop kalau siap, nggak sekarang. Diatur ritmenya jangan sampai digugat nikel, bauksit, batu bara, semuanya. Satu-satu,” ujar dia.
NIKEL memiliki peran sangat penting untuk proses pembuatan baja karena mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras.
Sebagai informasi, Indonesia saat ini tercatat sebagai eksportir nikel terbesar kedua untuk industri baja negara-negara Uni Eropa.
Nilai ekspor bijih nikel Indonesia mengalami peningkatan tajam dalam beberapa tahun terakhir. Tercatat, ekspor bijih nikel Indonesia naik signifikan sebesar 18% pada kuartal kedua 2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017.
Di sisi lain, China yang merupakan negara dengan cadangan bijih nikel terbesar dunia sekaligus salah satu importir bijih nikel terbesar dari Indonesia, sudah lama mengantisipasi larangan ekspor Indonesia dengan menimbun bijih nikel mereka sendiri.
China jauh-jauh hari mengamankan pasokan material pembuat baja untuk industri dalam negerinya. Bahkan negara ini jadi salah satu investor terbesar yang membangun smelter di Indonesia.
Demo marak anti TKA China di beberapa daerah patut diduga digerakan oleh pihak pihak yang ingin merusak industri nikel Indonesia. SEJARAH bangsa kita mencatat sejak berabad abad, orang orang dari negara kulit putih, telah menjajah dan menguras kekayaan alam di bumi Nusantara. Khususnya Portugis, Spanyol dan Belanda. Selain Inggris dan Prancis. Mereka juga melakukan politik adu domba antar daerah, dan sesama pribumi – dengan penyekatan kelas kelas sosial – agar kita tidak bersatu.
Apa yang terjadi di Timur Tengah beberapa dekade terakhir – hingga hari hari ini – merupakan pengulangan sejarah saja. Berdalih mencegah penyebaran ideologi komunis, perlindungan HAM, kelestarian alam, senjata biologi, terorisme global, dll, semua dijadikan tameng untuk perang demi menguasai minyak dan sumber energi alam lainnya. Dengan memanipulasi fakta dan maksud sebenarnya.
Jangan lupa Amerika juga menekan China lewat isu HAM dan muslim Uighur. China nanggapi dengan cuek. Mereka tegakkan hukum dengan cara mereka sendiri dan efektif. Dan mereka menang.
Barat dan kaum kapitalis memiliki banyak wajah. Ada yang ramah sebagaimana pebisnis informasi di internet. Ada yang sangar, licik, dan licin – mencampur-adukkan bisnis dengan isu politik – sebagaimana bisnis emas dan minyak, selama ini. Semoga semua elemen bangsa menyadari dan waspada.
Oleh : Supriyanto Martosuwito
- Advertisement -

Berita Terkini