PKPA Selenggarakan Seminar Ramah Keluarga Bagi Petani Sawit

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta  – Setelah melakukan Studi tentang Situasi dan Kondisi Anak yang tinggal di Perkebunan Kelapa Sawit Khususnya di Desa Pekebun Sawit Skala Kecil yang bertujuan sebagai upaya validasi dampak industri kelapa sawit terhadap pemenuhan kepentingan terbaik bagi anak.

Selanjutnya fakta-fakta yang terkumpul kemudian dianalisis dan menghasilkan luaran yaitu kerangka ketangguhan dan praktik pertanian “ramah keluarga” (Familly Friendly and Resillience Farming).

Untuk memperkuat kerangka ketangguhan ini maka dibutuhkan masukan-masukan dari berbagai pemangku kepentingan (Stakeholder) tingkat daerah dan nasional.

PKPA dengan dukungan dari ICCO Cooperation melalui program Civic Engagement Alliance (CEA) bersama dengan UNICEF Indonesia berkolaborasi dengan PAACLA Indonesia (Partnership for Action Against Child Labour in Agriculture) yang dikoordinir oleh Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan Seminar Nasional guna mempresentasikan panduan aksi ketangguhan dan ramah keluarga bagi petani sawit skala kecil kepada stakeholder untuk mendapatkan masukan-masukan memperkuat aksi kongkrit.

Seminar Nasional ini dilakukan dengan metode online menggunakan aplikasi zoom pada tanggal 14 Desember 2020. Sebanyak 90 peserta bergabung dalam Seminar Nasional ini dan saling memberikan masukan terkait upaya mewujukkan keluarga petani yang tangguh dan ramah anak.

Keumala Dewi selaku Direktur Eksekutif PKPA menjelaskan analisis hasil studi tentang status kehidupan anak dan keluarga pada masyarakat petani sawit skala kecil di 7 desa pada 5 provinsi (Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Barat dan Riau) yang dilakukan oleh Yayasan PKPA dengan dukungan ICCO Cooperation dan UNICEF sejak Januari hingga April 2020.

“Studi yang dilakukan PKPA menunjukkan bahwa anak masih memiliki kerentanan pada masyarakat petani sawit skala kecil. Partisipasi dan perlindungan anak masih sangat rendah, akses terhadap ketrampilan dan kecakapan hidup juga rendah sehingga menimbulkan tren pernikahan di usia muda. Tidak hanya itu, keluarga juga umumnya melibatkan anak dalam mengelola kebun setelah anak pulang dari sekolah tanpa ada prosedur identifikasi, penilaian risiko, dan dampak,” jelas Keumala Dewi dalam pemaparannya.

Menanggapi temuan-temuan dalam studi yang dilakukan PKPA, Sigit Iko selaku salah satu Narasumber dalam Seminar Nasional ini memaparkan salah satu solusi yang ditawarkan, yaitu ‘Wigatra Sawit Keluarga Tangguh Ramah Anak’ yang bertujuan untuk membentuk keluarga tangguh sebagai pemilik dan pengelola perkebunan kelapa sawit keluarga yang peduli dan bertanggung jawab atas hak serta masa depan anak yang lebih baik.

“Keluarga tangguh juga memiliki kemampuan mengelola perkebunan kelapa sawit sebagai sumber penghasilannya secara baik, menguntungkan, taat pada aturan yang berlaku sehingga terwujudlah sebuah usaha perkebunan skala keluarga yang berkelanjutan,” paparnya. (red)

 

 

- Advertisement -

Berita Terkini