Utang Luar Negeri Indonesia Melambat, Bagaimana Masyarakat Menanggapinya?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Utang luar negeri Indonesia yang tumbuh melambat. Ini jangan diterjemahkan sepenuhnya menjadi kabar baik. Melambtanya penambahan hutang justru bisa mengindikasikan bahwa ekonomi nasional memang benar-benar tengah bermasalah.

“Meskipun sisi baiknya adalah beban pembayaran bunga dan pokok menjadi berkurang. Karena sebuah keniscayaan bagi sebuah negara untuk tidak memiliki hutang. Terlebih negara dengan perekonomian yang terbuka,” jelas Analis Pasar Keuangan Gunawan Benjamin, Rabu (16/12/2020) di Medan, Sumatera Utara.

Benjamin menjelaskan, jika merinci total hutang luar negeri Indonesia. Dimana total hutang yang mencapai 413,4 milyar Dolar AS. Maka terdapat utang luar negeri sektor publik (pemerintah dan BUMN) sebesar 202,6, dan utang sektor swasta sebesar 210,8 milyar dolar.

Menurut BI, utang sektor publik melambat. Namun utang sektor swasta mulai meningkat. Nah bagaimana caranya masyarakat bisa memberikan penilaian terhadap utang tersebut. “Karena utang kerap dijadikan komoditas politik untuk merubah persespi masyarakat dalam memberikan penilaian,” jelasnya.

Caranya kaitkan data utang ini dengan kondisi ekonomi masyarakat. Coba perhatikan dengan seksama. Apakah perlambatan penambahan hutang ini dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan?. Pasti tentunya tidak demikian. Masyarakat di hampir semua negara tengah menghadapi kesulitan ekonomi akibat geliat ekonomi yang melambat karena pandemic.

“Nah lantas, apakah dengan hutang yang nambah maka kesejahteraan bisa meningkat. Jawabnnya bisa saja demikian. Disaat perusahaan atau lembaga menmbah hutang. Maka hutang itu nantinya akan digunakan untuk investasi atau dibelanjakan,” ujarnya.

Jadi saat hutang itu diperuntukan untuk kegiatan usaha. Nantinya juga akan menyerap tenaga kerja. Dan masyarakat akan mendapatkan penghasilan dari bekerja. Ini dampak positif hutang jika digunakan untuk hal yang produktif.

“Selanjutnya, bagi masyarakat awam jangan menganalogikan hutang ini seperti halnya saat kita punya hutang ke bank, tetangga, atau justru ke rentenir keliling. Kerap masyarakat ketakutan jika melihat data hutang tersebut. Kenapa?, karena masyarakat awam akan menilai bahwa jika tak sanggup bayar maka nanti akan ada aset yang ditarik sebagai gantinya,” bebernya.

Jelas analogi ini tidaklah benar. Di pasar keuangan, surat utang atau instrumen utang itu tidak memiliki jaminan tertentu. Jadi resiko kalau seandainya hutang tidak mampu dibayar itu ada pada yang memberikan pinjaman (yang memberikan hutang/kreditur). Jadi jika utang luar negeri tak mampu dibayar. Maka resikonya uang yang meminjamkan akan hangus atau tidak terbayar.

“Jadi sangat berbeda dengan hutang yang biasa kita dapatkan dengan menjaminkan aset pada umumnya. Nah, jangan mempersepsikan hutang itu sama bentuknya. Padahal hutang itu tidak memiliki karakteristik yang berbeda beda. Dan hutang itu juga tidak selamanya buruk. Hutang justru bagi sebagian pengusaha bisa memberikan keuntungan, dan dengan hutang banyak tenaga kerja yang akan terserap,” jelas Gunawan Benjamin. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini