Indonedia Maju, Erick dan Pikiran – Pikiran Konstruktifnya

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Saya minta maaf jika dinyatakan berlebihan ketika mengatakan Erick Thohir Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ingin Indonesia berubah.

Berubah dari apa ? Berubah dari politik praktis ke politik etis untuk supporting internal. Yang saya maksud internal disini tentu adalah semua partai politik yang berada dalam satu barisan dan semua orang yang berada didalam satu kabinet.

Pernyataan di atas bukan berarti partai-partai politik berikut politisi dan semua yang berada dalam kabinet tidak boleh menggunakan politik praktis, namun sebaiknya propaganda dan kritik destruktif terhadap sesama partai koalisi dan sesama anggota kabinet diubah menjadi politik koordinasi, tabayun dan kritik konstruktif. Karena kontrol tersebut nawaitunya harus untuk “menjaga pemerintah dan presiden yang didukung” bukan untuk menjatuhkan apa lagi untuk membunuh karakter sesama “teman” koalisi hanya untuk sekedar mendapatkan “sesuatu”.

Fikiran-fikiran konstruktif Erick Thohir sebaiknya dimaknai secara positif terkait pernyataan BUMN dimasa yang akan datang sebaiknya tidak lagi membebani APBN tetapi dalam operasional nya kinerja seluruh pekerja di BUMN cukup hanya diberi imbalan jasa dari 1% Deviden.

Apakah ada yang salah dari pernyataan beliau ini ? Menurut saya tidak ada yang salah, justru pernyataan ini menunjuk kan bahwa seorang Erick Thohir ingin menjadikan perusahaan plat merah ini bekerja lebih profesional, profitable disini bukan berarti pemerintah berbisnis dengan rakyat, karena memang BUMN dalam UU dan konstitusi Indonesia tidak dapat dipisahkan dari amanat Pasal 33 UUD 1945.

Sebagaimana dikemukakan oleh bagian penjelasan Pasal tersebut, dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Tetapi bukan berarti dalam operasionalnya dibiarkan merugi ! Harusnya karena BUMN sifatnya lebih kepada monopoli maka seharusnya BUMN wajib untung, dan sesuai dengan konstitusi juga kedudukan negara terhadap BUMN adalah sebagai pendiri BUMN.

Di samping itu, negara juga sebagai penyerta modal (pemegang saham). Selaku penyerta modal memiliki hak untuk mengendalikan BUMN melalui keputusan-keputusannya (keputusan RUPS). Tanggung jawab negara terbatas kepada besarnya modal yang dimasukkan, sedangkan tanggung jawab operasional berada pada kementrian BUMN.

Keinginan atau bisa disebut cita-cita Erick agar BUMN kedepan tidak lagi membebani BUMN tentu tidak serta merta bisa dilakukan, karena tentu beliau akan “mempresentasikan” cita-cita tersebut kepada Presiden atau pemerintah dan DPR, tidak asal rubah dan asal comot regulasi.

Menurut Hemat saya sebagai aktivis buruh, keinginan Erick tersebut didasari fakta bahwa selama ini BUMN hanya dijadikan SAPI PERAH partai-partai yang berkuasa dan bancakan oknum-oknum penguasa. Jadi menurut saya justru langkah Erick tersebut adalah “pengejawantahan” dari revolusi mental yang dicanangkan oleh Presiden. Oleh karena itu, memang pernyataan beliau bukan pernyataan main-main.

Dan harus di fahami, Erick adalah “pembantu” Presiden jadi apapun yang dilakukan beliau tentu akan dikinsultasikan lebih dulu pada Presiden untuk mendapatkan persetujuan. Dan semua yang beliau lakukan selalu atas “perintah” dan “persetujuan” Presiden.

Jawaban dari pertanyaan “mengapa Erick hanya ingin dapat 1% deviden dalam pengelolaan BUMN ?” Tidak lain karena Erick tertantang dan menantang semua direksi BUMN untuk berprestasi dan mendapatkan hasil sesuai kinerjanya. Karena selama ini direksi yang perusahaannya merugi tetap mendapatkan gaji sama besar dengan perusahaan yang untung.

Selain itu, selama ini di BUMN tidak ada program punisment, yang ada hanya Reward (tantiem dan bonus) dan ini tampak, ketika ada perusahaan yang rugi, direksi yang bersangkutan tidak diberi sanksi, paling-paling dipindah ke BUMN lain, kecuali yang tersangkut tindak pidana korupsi. Nah, hal inilah yang kemudian dirasa Erick tidak adil dan tidak memiliki pertanggungjawaban moral, bukannya diberhentikan karena tidak cakap malah diberi tempat lain kadang dengan posisi yang lebih baik.

Sehingga, dengan pikiran konstruktif dan bertanggungjawab, Erick ingin semua pekerja BUMN bekerja dengan imbalan yang sesuai dengan kinerjanya. Tidak hanya bekerja biasa biasa saja seperti kata Presiden, Erick ingin BUMN bekerja luar biasa.

Apakah ini mimpi ? Tentu ini hanya akan menjadi mimpi jika ini hanya sebatas angan-angan, tidak ditindaklanjuti dengan langkah kongkrit. Apakah mudah melakukannya ? Tentu tidak, bahkan sulit ! Karena pasti akan banyak oknum-oknum yang selama ini berada di zona nyaman akan terganggu, bahkan mungkin ada partai-partai politik yang selama ini selalu menguasai posisi BUMN merasa terancam.

Terus terang, saya pribadi pernah merasa, kenapa ada relawan yang bekerja mati-matian untuk kemenangan Jokowi – Makruf tidak mendapat tempat yang bagus bahkan tidak mendapat posisi sebagai Komisaris atau apapun di BUMN. Namun, setelah saya pelajari strategy dan pikiran-pikiran konstruktif pemerintah saat ini, saya menjadi faham, bahwa strategy “the right man in the right place adalah jawaban dari usaha keras beliau dalam melakukan perubahan untuk menjadikan BUMN berakhlak dalam melaksanakan pekerjaannya, mensejahterakan pekerja sekaligus mendapatkan penghasilan yang bagus untuk pemerintah, dengan demikian BUMN betul-betul dapat berfungsi sesuai dengan konstistusi menjadi kepanjangan tangan pemerintah dengan mengelola aset-aset pemerintah dimana hasilnya sebesar besarnya dipergunakan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia.

Akhir kata, cuma satu komentar saya, bravo pak Menteri, teruslah berjuang merestorasi Indonesia melalui pikiran pikiran konstruktif dalam melaksanakan revolusi mental.

Salam juang dari Solidaritas Buruh Pelabuhan Indobesia (SBPI)
Pembina
Irma Suryani Chaniago

- Advertisement -

Berita Terkini