PKS: Waktu itu Ahok Bilang Merem Aja Pertamina Untung, Kok Sekarang Rugi?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, pertanyakan kinerja Komisaris Utama PT. Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok selama bergabung di perusahaan minyak negara itu.

Menurut Mulyanto, selama Ahok menjabat sebagai komisaris utama, Pertamina, nyaris tidak memiliki prestasi yang layak dibanggakan. Justru sebaliknya, banyak keanehan dan kejanggalan yang begitu jelas dilihat masyarakat.

“Pekan lalu kita dengar kabar Pertamina tidak masuk daftar Fortune Global 500. Sekarang yang terbaru Pertamina rugi Rp 11,13 triliun di semester pertama tahun 2020,” kata Mulyanto, Selasa (25/8).

Kondisi ini jelas harus jadi perhatian Pemerintah, kata dia, jangan terus dibiarkan dan menunggu Pertamina mengalami kondisi yang lebih parah.

“Mau sampai kapan membiarkan Pertamina babak belur seperti ini?” tanya Mulyanto.

Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Industri dan Pembangunan ini mempertanyakan kerja Ahok selama bergabung di Pertamina. Sebagai komisaris utama Pertamina, Ahok harusnya mampu melakukan pengawasan agar perusahaan yang dipimpinnya lebih baik.

Dengan kewenangan yang dimiliki dan dukungan politik memadai, lanjut dia, sebenarnya Ahok punya kesempatan lebih besar membenahi Pertamina. Apalagi menjelang pengangkatan dirinya menjadi komisaris utama, mantan Gubernur DKI itu sesumbar bisa memperbaiki Pertamina.

“Waktu itu Ahok bilang, merem saja Pertamina sudah untung. Asal diawasi. Nah kalau sekarang Pertamina rugi, artinya apa? Apa Ahok tidak mengawasi. Kok nyatanya Pertamina bisa rugi,” kritik Mulyanto.

Secara teori, kata Mulyanto, di semester pertama tahun 2020 ini Pertamina harusnya untung. Bukan rugi seperti sekarang.

Sebab di saat harga minyak dunia anjlok ke angka yang paling rendah sepanjang sejarah, Pertamina tidak menurunkan harga BBM sedikitpun. Termasuk harga BBM non-subsidi yang harganya mengikuti harga minyak dunia.

“Secara perhitungan kasar, Pertamina harusnya untung besar,” ujar Mantan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian era Presiden SBY ini.

Karena itu, Mulyanto heran jika dalam laporan semester pertama tahun 2020 ini Pertamina malah rugi.

Mulyanto menduga ada faktor nonteknis yang menyebabkan Pertamina mengalami rugi yang begitu besar. Untuk itu Mulyanto minta peran pengawasan Komisaris Utama lebih ditingkatkan.

Menurutnya Pemerintah jangan sungkan mengevaluasi kerja komisaris utama yang sekarang. Jika memang tidak mampu pecat saja. Ganti dengan figur profesional yang memahami kerja dunia perminyakan.

“Pertamina butuh gagasan besar. Bukan omong besar,” tandas Mulyanto.

Diketahui, PT Pertamina (Persero) mencatatkan rugi bersih sebesar USD 767,92 juta atau Rp 11,2 triliun pada semester I-2020.

Angka ini berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun 2019, yang mana saat itu perseroan tercatat membukukan laba bersih USD 659,96 juta atau sekitar Rp 9,6 triliun.

Penyebab Rugi

Dikutip laporan keuangan Pertamina di laman resminya, penurunan laba Pertamina disebabkan pendapatan usaha berkurang dari USD 25,55 miliar menjadi USD 20,48 miliar. Hal ini disebabkan penjualan minyak dalam negeri seperti minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi dan produksi minyak tercatat turun 20,91 persen menjadi USD 16,56 miliar.

Beban produksi hulu dan lifting naik dari USD 2,38 miliar menjadi USD 2,43 miliar. Beban operasional perusahaan ikut naik menjadi USD 960,98 juta dari USD 803,7 juta. Namun, beban pokok penjualan dan beban langsung lainnya turun dari USD 21,98 miliar menjadi USD 18,87 miliar.

Meski demikian, laba kotor Pertamina tetap merosot 55,05 persen menjadi USD 1,60 miliar. Pertamina juga mengalami rugi selisih kurs sebesar USD 211,83 juta, di mana tahun lalu di periode yang sama, selisihnya masih positif USD 64,59 juta.

VP Komunikasi Perusahaan Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan sepanjang semester 1 2020 Pertamina menghadapi triple shock yakni penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM di dalam negeri, serta pergerakan nilai tukar dolar yang berdampak pada selisih kurs yang cukup signifikan.

“Pandemi covid-19 dampaknya sangat signifikan bagi Pertamina. Dengan penurunan demand, depresiasi rupiah, dan juga crude price yang berfluktuasi sangat tajam membuat kinerja keuangan kita sangat terdampak,” kata Fajriyah dikutip Antara, Selasa (25/8).

Penurunan permintaan tersebut terlihat dari konsumsi BBM secara nasional yang sampai Juni 2020 hanya sekitar 117 ribu kilo liter (KL) per hari atau turun 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang tercatat 135 ribu KL per hari. Bahkan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota besar terjadi penurunan permintaan hingga 50-60 persen.

“Namun Pertamina optimis sampai akhir tahun akan ada pergerakan positif sehingga diproyeksikan laba juga akan positif, mengingat perlahan harga minyak dunia sudah mulai naik dan juga konsumsi BBM baik industri maupun ritel juga semakin meningkat,” ujarnya.

Sumber : Merdeka.com

- Advertisement -

Berita Terkini