Industri Sawit CPO, Menjawab Tantangan Perekonomian Masa Pandemi Covid-19

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Seperti yang kita ketahui, bahwa pandemi Covid-19 memberikan efek negatif di berbagai aspek kehidupan dunia baik secara kesehatan, sosial sekaligus perekonomian. Banyak sektor-sektor yang mengalami penurunan pendapatan secara drastis akibat krisis moneter yang disebabkan covid-19 tak terkecuali sektor ekspor di Indonesia.

Ekspor merupakan salah satu sektor yang menunjang perekonomian di Indonesia, baik ekspor dalam bidang industri, tekstil, produksi hasil hutan, kopi, sawit dan produk sawit serta komoditas ekspor lainnya. Kegiatan ekspor dilakukan sebagai strategi bersaing di tingkat dunia yang dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi negara.

Berbincang mengenai ekspor dan komoditasnya, sawit merupakan salah satu komoditas yang memainkan peran tinggi ekspor dan mampu membantu mendongkrak perekonomian negara.

Perkebunan kelapa sawit memiliki peran yang positif dan signifikan terhadap PDRB dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) yang mengarah pada PDB sebesar 2,5% dimana kenaikan 1% pada perkebunan kelapa sawit dapat menuntaskan kemiskinan sebesar 1%. Artinya, selain mengantar Indonesia ke perdagangan CPO internasional, sawit juga berperan sebagai industri yang mampu mengentas persen kemiskinan dengan menyerap tenaga kerja di Indonesia.

Berperan positif dalam beberapa periode, namun semenjak Covid-19 melanda dunia, harga ekspor CPO menjadi fluktuatif bahkan diperkirakan anjlok. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menerangkan bahwa CPO pada Februari 2020 hanya mengekspor sebanyak 524 ribu ton CPO dibanding Februari tahun lalu sebesar 852 ribu ton yang artinya, ekspor CPO mengalami penurunan sebesar 38,4%. Namun, meski mengalami penurunan Siaran Pers GAPKI mengungkapkan “Dalam situasi ekonomi yang melemah hasil ekspor sawit justru memberikan dampak positif bagi perekonomian dengan menyumbang devisa sebesar USD 3,5 Miliyar dan mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia surplus sebesar USD 1,9 Miliar, di mana terjadi kenaikan ekspor pada produk turunan CPO”.

Dikutip CNBC Indonesia (7/8) harga CPO naik lima ringgit dengan banderol RM 2.770/ton. Di mana harga ini merupakan harga tertinggi selama pendemi Covid-19 dengan harga terendah di bulan Mei dengan angka sebesar hanya RM 2.000/ton. Dimulai dari Mei harga CPO terus mengalami kenaikan positif sebesar 39,62%.

Meski begitu, kenaikan harga pada CPO hanya mengalami peningkatan tipis disebabkan oleh ekspetasi penurunan stok minyak sawit (CPO) pada akhir Juli yang akibatnya terjadi penurunan kinerja.

Dari data-data tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa CPO memiliki peran terhadap perekonomian Indonesia melalui sektor ekspor kepada negara konsumen terbesar CPO seperti China dan India.

Meski memiliki harga yang bersifat fluktuatif, namun CPO tetap bersinergi untuk menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Artinya tantangan perekonomian seperti salah satunya pandemi Covid-19, industri sawit khususnya produksi CPO masih dapat mempertahankan kualitas dan produksi daya saing tinggi agar layak ekspor.

Dengan demikian, pembudidayaan tanaman sawit dapat dijadikan sebagai alternatif untuk dikelola masyarakat Indonesia, yang bertujuan meningkatkan PDB dan mengentas kemiskinan masyarakat setempat dengan mempekerjakan mereka di kebun kelapa sawit yang dikelola.

Selain menjadi faktor pendorong perekonomian dan memberi kemashlahatan kepada masyarakat setempat, pembudidayaan kelapa sawit memberi manfaat kepada lahan kosong masyarakat agar menjadi lebih berproduktif lagi.

Penulis : Yosi Nirwana (Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara)

- Advertisement -

Berita Terkini