Pekan Depan, Saham Masih Rapuh, Emas Cukup Solid

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Kinerja pasar keuangan belakangan ini kerap mengalami fluktuasi. Dan dalam momen tertentu pasar keuangan mampu berbalik menguat sekalipun tanpa mendapatkan dorongan fundamental yang cukup kuat. Dan belakangan ini, International Monetary Fund (IMF) telah merilis bahwa prospek pertumbuhan ekonomi dunia tengah menuju resesi dengan kemungkinan kemungkinan yang semakin buruk.

“Nah, bukan hanya IMF, ada banyak lembaga lain mulai dari lembaga keuangan besar, hingga sejumlah lembaga non keuangan juga yang memproyeksikan buruknya ekspektasi pertumbuhan ekonomi kedepan. Dan sudah semestinya kita bisa mengambil kesimpulan bahwa, jika pertumbuhan ekonomi belum bisa dipastikan akan membaik, atau justru memburuk,” ujar Analis Pasar Keuangan Gunawan Benjamin, Minggu (28/6/2020) di Medan.

Lantas apa yang menjadi pendorong harga saham bisa melanjutkan tren kenaikan. Tentunya adalah sentimen-sentimen jangka pendek yang jelas-jelas ini hanya bersifat temporer. Biasanya sentimen jangka pendek seperti data penambahan jumlah pasien Covid, sikap melunak negara-negara yang bersiteru, atau sikap optimis pengambil kebijakan yang sifatnya tidak berhubungan langsung dengan fundamental ekonomi itu sendiri, yang dijadikan alasan untuk membeli sebuah surat berharga khususnya saham.

“Padahal harga saham itu secara fundamental mencerminkan kinerja perusahaan, dan bergantung kepada iklim ekonomi yang umumnya tercermin dari pertumbuhan ekonomi baik yang sudah terjadi maupun yang sifatnya diperkirakan. Dan saat ini, perkiraan pertumbuhan ekonomi adalah tren yang turun dengan peluang masuk ke jurang resesi. Lantas apa yang diharapkan dari sisi fundamental seperti itu?,” kata Gunawan.

Sehingga pasar saham tentu sangat rapuh. Dan hanya investor jangka pendek, para trader, spekulan, yang akan memanfaatkan momentum ini untuk mencoba mencari keuntungan atau cuan. Sementara bagi mereka yang menjadi investor jangka panjang, justru belum akan berpikir untuk masuk ke pasar saham.

“Tetapi kondisi berbeda ditunjukan oleh emas. Kalau harga emas belakangan ini mengalami kenaikan. Hal ini dinilai wajar. Karena emas cenderung diuntungkan dengan memburuknya kinerja perekonomian global. Sehingga harga emas yang naik saat ini, justru menunjukan bahwa ada masalah fundamental ekonomi yang serius,” lanjutnya.

Jadi kenaikan harga emas jelas dipengaruhi oleh faktor fundamental. Berbeda dengan saham yang kalau saat ini mengalami kenaikan. Mungkin ini dipengaruhi oleh sentimen jangka pendek. Maka sebaiknya investor berhati-hati. Namun baik emas maupun saham sama-sama memiliki potensi koreksi. Saya menilai kenaikan harga emas belakangan ini lebih dipengaruhi oleh ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang buruk ditambah penyebaran Covid-19 yang semakin parah.

Jika ekonomi membaik, dan corona mulai teratasi. Saat itu maka kita bisa mencairkan emas yang kita miliki. Namun, jika anda membeli emas sekarang dengan memanfaatkan sentimen ekonomi dan corona tersebut, dan mengharapkan keuntungan segera. Maka besar kemungkinan kita akan terjebak pada skema investasi jangka pendek, yang memasukan kita juga dalam kelompok trader, atau bahkan sepekulan.

“Pekan ini/depan (Senin), saya melihat ruang gerak emas untuk menuju ke $1.800 per ons troy masih terbuka. Dan saya melihat kinerja indeks saham akan lebih banyak diperdagangkan di zona merah,” papar Gunawan. Berita Medan, Fahmi

- Advertisement -

Berita Terkini