Melawan Covid-19, Membangun Partisipasi Warga Dengan Daur Ulang Wadah Cuci Tangan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Di era 80-an hingga 90-an, aktifis LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) turut membantu pembangunan di Indonesia di banyak wilayah di Indonesia. Pada saat itu, kemampuan pemerintah untuk mempercepat pembangunan sangat terbatas, cenderung hutang sana-sini. LSM sebagai satu entitas kelompok masyarakat Indonesia mencoba mengambil peran dengan membangun partisipasi warga baik di desa maupun di kota agar masyarakat dapat bertahan hidup dan mengembangkan kemampuannya untuk mandiri secara ekonomi. Proses membangun partisipasi warga ini banyak dilakukan melalui pengorganisasian masyarakat (community organizer) yang terampil melihat kapasitas dan kemampuan masyarakat di desa dan kota berdasarkan sumberdaya lokal yang tersedia.

Pengorganisasian masyarakat sebagai proses interaksi dalam kemampuannya menganalisis situasi sosial masyarakat, berkembang sejalan semakin terbukanya masalah-masalah kebijakan pemerintah yang menafikan hak-hak warga. Proses kemandirian ekonomi tidak cukup hanya mendampingi masyarakat dalam mempertahankan hak hidupnya dengan kegiatan yang produktif melainkan juga harus didampingi dalam mendapatkan hak-haknya yang banyak diabaikan pemerintah. Pengorganisasian masyarakat kemudian lebih jauh bicara tentang membela, mempertahankan dan merebut kembali hak warga dengan melakukan advocacy hak-hak warga dan advocacy kebijakan yang merugikan masyarakat.

Proses ini semua masih berjalan, namun kapasitas dan frekuensinya semakin berkurang seturut dengan pemerintah Indonesia semakin terbuka dan lebih demokratis.

Konsep partisipasi masyarakat ini sudah mulai terkikis ditengah wabah pandemic COVID-19. Beban penanganan wabah covid-19 ini banyak tertumpu kepada pemerintah, BUMN maupun swasta dan sebagian peran masyarakst. Seharusnya pemerintah mulai memikirkan bagaimana agar partisipasi masyarakat dapat dibangun untuk bersama-sama menangani wabah Covid-19.

Banyak hal yang bisa diinisiasi untuk membangun partisipasi masyarakat di luar kemampuan pemerintah menangani wabah pandemi covid-19. Dasar penyebaran Covid-19 adalah droplet, virus yang dibawa manusia, virus yang melekat pada pakaian (outfit) yang dipakai manusia. Mengurangi penyebaran, pemerintah mulai mewajibkan pemakaian masker, terutama masker non-medic yang dapat dibuat sendiri dari bahan kain (t-shirt), non-woven fabric, kitchen roll atau bahan lain yang tersedia di sekitar kita. Selain masker, masyarakat juga didorong untuk tetap menggunakan hand santizer dan rajin sering cuci tangan dengan sabun.

Membuat wadah cuci tangan di tempat publik sudah mulai banyak dilakukan pemerintah daerah dan beberapa relawan dalam jumlah terbatas. Namun kalau dilihat fisik tempat cuci tangan yang disiapkan, rasanya material pembuatnya terlalu mahal untuk dapat dibuat oleh masyarakat. Pertanyaan, apakah masyarakat mungkin menyediakan wadah cuci tangan yang murah dan terjangkau?

Wadah Cuci Tangan dari Bahan Daur Ulang

Jawaban pertanyaan di atas adalah masyarakat mampu menyiapkannya. Caranya dengan bahan ember bekas atau ember bekas cet 5-25 kg yang dipasang kran air yang harganya hanya Rp 5.000 ditambah sabun cair ataupun sabun mandi yang harganya Rp 2.500-5.000. Harga sabun cair (bukan sabun disinfektan) 4 liter sekitar Rp 40.000 (bisa dibeli untuk penghunaan satu kelompok), tinggal dicari wadahnya untuk memudahkan pemakaian (tidak harus baru, bahkan setiap rumah tangga pasti punya tempat sabun cair). Pembuatan wadah ini juga mudah hanya perlu melubangi ember untuk tempat kran untuk kemudian dilem dengan lem pvc. Jadi, kalau dihitung harga satu wadah hanya butuh sekitar Rp 15.000.

Untuk ini menjadi sebuah gerakan, maka dibutuhkan relawan-relawan untuk mensosialisasikan dan menjelaskan kepada warga bagaimana teknis pembuatannya. Disini peran pengorgansisasian masyarakat (community organizer=CO) menjadi penting, baik CO dari LSM, relawan maupun pemerintah (biasa disebut pendamping). Tinggal, siapa yang mampu menggerakan elemen-elemen (LSM, relawan, pendamping) untuk Gerakan Cuci Tangan (GCT) ini?

Argumentasi lain yang dapat dipakai mendorong terjadinya gerakan ini adalah bahwasanya bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka “bergotong royong”, ummat Islam, sebagaimana dengan agama lain, sejak lama mengakui bahwa kebersihan adalah “setengah dari iman” (“cleanliness is next to Godliness” oleh orang Kristen), perilaku bersih, cuci tangan dan cuci kaki, biasa dilakukan di jaman dulu, terutama di P.Jawa, dimana setiap depan rumah ada gentong air dan centong untuk cuci tangan dan kaki sebelum masuk rumah.

Gerakan Cuci Tangan ke depan dapat menjadi pola hidup baru bagi bangsa Indonesia untuk hidup bersih dan sehat.

Oleh: Osmar Tanjung (Sekjen PKP Berdikari)

- Advertisement -

Berita Terkini