Rakyat Tak Boleh Tidur, Kelak Dijajah Industrialisasi?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM,  Batu Bara – Belanda dan Jepang sudah lama pergi lebih dari setengah abad lamanya, diperkirakan sejak diproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 usia nusantara telah masuk pada 74 Tahun lamanya, se usia itu pula lah sistem kolonialisme secara kasat mata telah hambus dari negeri ibu pertiwi.

Tak bisa pungkiri dalam sejarah, Belanda masuk ke tanah air awalnya dengan embel-embel perdagangan, mulai dari rempah-rempah, namun keberhasilan nya di bidang itu menghantarkan negara kincir angin itu menjadi bersyahwat terus mengeruk kekayaan negeri ini, dan memulai sistem kolonialisasinya.

Sekitar 3,5 abad negeri ini masuk ke arena penjajahan Belanda, alam yang dianugerahi Tuhan di rahim negeri ini kian dirampas, diambil paksa untuk mengisi perut dan kekayaan negara kolonial itu dulunya.

Dahulu VOC, perusahaan dagang Belanda, datang ke Nusantara bukan untuk menjajah, melainkan untuk berniaga di kawasan ini. Namun, saat lembaga ini melihat bahwa negeri-negeri di Nusantara dapat dijajah, maka sedikit demi sedikit kawasan ini pun dikuasai oleh VOC. (Republika.co.id , Alwi Alatas peneliti Insists, Dosen Sejarah International Islamic University of Malaysia)

Penjajahan yang terjadi di Indonesia pra-kemerdekaan itu, menjadi isu penting oleh bangsa ini mempertahankan kedaulatan negara, bahkan dimulai dari sumber daya alam nya sendiri, termasuk, masyarakat daerah yang perlu menjaga kekayaan alam bahkan hak-hak yang terkandung didalam kekayaan itu.

Termasuk saat ini di Provinsi Sumatera Utara, tepatnya di kabupaten Baru Bara.
Kabupaten yang berdekatan dengan laut Selat Malaka itu, saat ini menjadi sentral pembangunan Sumatra Utara karena dengan adanya rencana pembangunan Kawasan Industri Kuala Tanjung (KIKT) termasuk didalamnya pembangunan pelabuhan hub internasional, kilang minyak, dan fasilitas pendukung lainnya.

Pelindo I membutuhkan penetapan lokasi (Penlok) 1.700 hektar lahan, di mana 1.128 hektar untuk kebutuhan lahan kilang dan petrokimia pertamina, dan 500 hektar untuk cluster industri pendukung lainnya. (Jangkau.com , Bangun Pelabuhan Hubungan Kuala Tanjung, Pelindo Ingin Warga Terdampak Rasakan Manfaat)

Tentu banyak lahan dibebaskan, yang bahkan tempat tinggal masyarakat di desa yang terkena proyek pembangunan itu pun terpaksa dibebaskan.

Jika timbulnya pertanyaan?, apakah ada jaminan untuk masyarakat daerah, terkhusus masyarakat yang lahannya terkena imbas pembangunan?
Pasti jawaban baik dari pemerintah daerah maupun Pelindo 1 mengiyakan dan memberikan berbagai janji kepada masyarakat.

Yang bahkan dahulu Jepang, Ketika pertama datang ke Indonesia pada 1942, Jepang menampilkan diri sebagai “saudara tua” yang akan membebaskan Indonesia dari imperialisme Barat.

Rakyat Tak Boleh Tidur, Kelak Dijajah Industrialisasi
Arwan Syahputra

Rakyat Indonesia yang awalnya menyambut Jepang dengan gembira, belakangan tertipu. (Kompas.com, Janji Koiso, Janji Kemerdekaan Jepang kepada Indonesia, Nibras Nada Nailufar) .

Begitu Jepang datang dengan embel-embel melepaskan Indonesia dari jajahan ternyata Jepang sendiri pun menjajah.

Point penting itu juga sudah bisa dijadikan hikmah dan kewaspadaan, apakah Pembebasan lahan warga juga demikian? Dijanjikan kesejahteraan? Atau justru nantinya menjajah, dengan meraup keuntungan dan membuang masyarakat yang dulunya telah melepaskan lahan? Wallahu’alam.

Penting juga untuk diingat oleh masyarakat, banyak perusahaan besar di daerah Kuala Tanjung sekitar, dari Domba mas, MNA, bahkan INALUM (yang saat ini pemilik saham Freeport lebih dari 50 persen). Namun sampai saat ini, apakah angka kemiskinan Batu Bara telah berkurang?, khususnya di daerah sekitar perusahaan saja masih terdapat rumah tidak layak huni, ini seharusnya menjadi sorotan bagi masyarakat untuk mengawal dan menuntut tanggung jawab sosial perusahaan , dan pemerintah pun wajib mempertegas hal yang demikian.

Nanti, tentu banyak para investor bahkan korporasi lokal yang berlebel badan usaha milik negara, nantinya turut mendominasi kawasan industri tersebut, dan semua itu juga berkat dukungan negara. Tapi, jangan sampai keberadaan para korporat justru membinasakan tanggung jawab sosial didalamnya, karena dahulu sebelum datang, sebelum membebaskan lahan, para masyarakat menelan air ludah janji dari mereka.

Karl Marx dan Friedrich Engels, pun pernah menyatakan bahwa seorang kapitalis (pelaku kapitalisme) adalah mereka yang melakukan usaha dengan bantuan dari negara.
Tanpa izin negara, tentu tak ada kaum Pemodal manapun bisa bergerak meraup kekayaan alam di nusantara.

Ketika negara, telah memberikan izin keberadaan kawasan industri, tentu negara juga wajib bertanggungjawab dan menjamin kesejahteraan rakyat nya, karena pun negara terbentuk juga dengan adanya rakyat didalamnya, tanpa rakyat suatu wilayah besar sekalipun sampai kiamat tak bisa disebut sebagai negara.

Masyarakat harus mengawal, adanya rencana kawasan industri kuala Tanjung ini, menuntut segala hak yang ada didalamnya sesuai dengan yang telah dijamin oleh undang-undang.

Jangan sampai, rakyat terlena dengan iming-iming kesejahteraan, lalu lupa mengawal dan bahkan dijajah dan diperkosa oleh sistem industrialisasi.

Opini
Ditulis oleh Arwan Syahputra, Mahasiswa Hukum (Asal Medang Deras Kabupaten Batu bara)

- Advertisement -

Berita Terkini