DPP GMNI, Kritisi Pemerintahan Jokowi Soal Carut Marut BUMN 

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (Ketum GMNI) Imanuel Cahyadi dan Sekretaris Jendral Sujahri Somar menyadari bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia.

Oleh karena itu Kami selalu mendukung segala bentuk penguatan BUMN, selama masih dalam prinsip dan kaidah-kaidah Ekonomi Pancasila.

Akan tetapi tak semua BUMN dikelola dengan prinsip dan kaidah tersebut. Inilah yang Kami kritik keras. Setidaknya ada persoalan yang harus disoroti.

Imanuel Cahyadi Utang mengungkapkan terkait di atas kertas, selama periode pertama pemerintahan Jokowi, BUMN memang mencatatkan peningkatan laba bersih setiap tahunnya: Rp 154 triliun (2014); Rp 149 triliun (2015); Rp 174 triliun (2016); Rp 186 triliun (2017); dan Rp 188 triliun (2018). Akan tetapi dibalik angka-angka tersebut, utang BUMN juga meningkat setiap tahunnya: Rp 3.448 triliun (2014); Rp 3.769 triliun (2015); Rp 4.216 triliun (2016); Rp 4.825 triliun (2017); Rp 5.613 triliun (2018). Timpangnya rasio laba dengan utang ini tentu bertentangan dengan prinsip “Berdiri Di Atas Kaki Sendiri (Berdikari)” dalam Ekonomi Pancasila.

Dia membeberkan “Merekayasa” Laporan Keuangan. Selama ini BUMN lebih dinilai indikator “keuntungan”-nya. Sudah menjadi rahasia umum juga, oknum-oknum di BUMN seringkali “memoles” laporan keuangannya agar terlihat “untung” di depan publik. Persoalan ini seperti “Gunung Es”, publik hanya mengetahui beberapa BUMN yang diduga “Memoles” laporan keuangannya, bisa jadi lebih banyak BUMN yang melakukannya.

“Ditinjau dari aspek peraturan perundang-undangan, kebijakan ini marak terjadi karena BUMN didirikan dengan tujuan salah satunya untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Padahal dalam prinsip dan kaidah Ekonomi Pancasila, dimana keuntungan bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk tujuan lebih besar: Kesejahteraan Rakyat,” jelasnya dalam pernyataan sikapnya di Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Selanjutnya, Investasi “Bodong”, tuntutan mencari keuntungan sebesar-besarnya seringkali membuat BUMN terjerat investasi bodong. Kasus Jiwasraya dan Asabri (2019) hanya satu dari sekian banyak yang muncul ke publik.

Praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di BUMN. Ditengah kondisi di atas, sangat disayangkan ketika BUMN malah menjadi sarang bagi oknum-oknum pejabat, pengusaha dan politisi korup.

“Kami mencatat BUMN seringkali terjerat kasus korupsi, mulai dari suap proyek (Krakatau Steel pada 2019 atau PLN pada 2019) dan rekayasa proyek (Waskita Karya pada 2018), pengadaan (PT Berdikari pada 2016), penyelundupan barang impor (Garuda Indonesia pada 2017 dan 2019), pencucian uang (Jiwasraya dan Asabri pada 2019), sampai dengan praktik “mafia” yang melakukan impor komoditas/produk demi keuntungan segelintir orang dan/atau kelompoknya (PT Garam pada 2017). Praktik-praktik KKN ini semakin menegaskan bahwa BUMN belum berorientasi sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara,” ungkapnya. Berita Jakarta, red

 

- Advertisement -

Berita Terkini