Lazuardi Learning, Ayo Ikutin Seminar Usaha Kreatif dan Pelatihan Desai Grafis

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Setidaknya tiga rumusan masalah terkait millenial diatas yang akan kita ulas secara lugas sebagai bentuk rasa cemas terhadap nasib generasi emas. Berangkat dari pertanyaan diatas? Nyatanya masih banyak diantara kita yang gagap dan gugup untuk menerangkan apa itu millenial secara komprehensif, termasuk si millenial itu sendiri.

Millenial secara definitif adalah sekelompok orang yang lahir pada kisaran tahun 1980-2000 yang kemudian disebut generasi Y. Kaum millenial (generasi y) atau pasca generasi X dan Baby Boomers. Kaum millenial menjadi kelompok ke tiga dari total 5 pengkelompokan generasi selama satu abad terakhir. Pengkelompokan ini berdasarkan cara berpikirnya, kebiasaannya, dan tindakannya secara umum. Kalau baby boomers cara berpikirnya lebih sistematis, cenderung tidak suka perang dan kompetisi, millenial sebaliknya, berpikirnya serba instan, cenderung kompetitif, dan yang paling dominan adalah penggunaan tekhnologi yang begitu massif.

Berbicara millenial memang tiada habisnya, diberbagai forum diskusi seperti misalnya seminar, FGD dan perkuliahan, kaum millenial acapkali menjadi fokus utama yang diperbincangkan sebagai objek yang membawa perubahan terkait diskursus yang didiskusikan. Hal ini disebabkan fakta hari ini yang cenderung kompetitif dan penggunaan teknologi yang sangat massif, sehingga memang kaum millenial menjadi sosok yang paling diharapkan dalam memainkan peran.

Lalu bagaimana fakta hari ini, apakah millenial sudah memperlihatkan progress sebagai pemain peran perubahan? Atau stagnan? Atau bahkan sebaliknya?. Secara empiris mungkin kita bisa buat hipotesa bahwa millenial pada umumnya sudah menggunakan tekhnologi dan cenderung kompetitif. Namun timbul pertanyaan, tekhnologi yang digunakan kaum millenial cenderung untuk apa dan kompetitif dalam hal apa? Apakah tekhnologi benar-benar digunakan untuk kemajuan sosial dan benar-benar berkompetisi dalam hal yang produktif dan positif?

Kita benar-benar harus bisa melihat variabel ini secara lengkap, agar bisa kita buat kesimpulan secara kulminatif terkait kondisi hari ini. Kalau memang teknologi menjadi sarana vital yang harus dipergunakan kaum millenial untuk melangkah meraih perubahan. Berarti penggunaan teknologi benar-benar harus produktif, jangan passif, artinya jumlah millenial yang main game tidak boleh lebih banyak dari millenial yang olshop atau usaha desain grafis, kira-kira begitu thought experiment-nya.

Nah terkait hal ini, mungkin kita bisa langsung menohok ke kampus, sebagai produsen millenial terbesar. Lebih banyak mana mahasiswa yang main game atau e-learning? Lebih banyak mana mahasiswa yang tiktok atau usaha desain grafis? Mungkin kita tidak begitu sulit membuat komparatif terkait hal ini. Sampai disini past kita sudah memiliki jawabannya.

Mahasiswa atau millenial sebagai pengabdi masyarakat pada giliranya akan menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri, jangan jadi tudung hitam diruang gelap tetapi jadilah suluh. Artinya kaum millenial ketika terjun dimasyarakat harus dapat menjadi solusi dari rumitnya dinamika sosial, dari sulitnya lapangan pekerjaan. Untuk itu mahasiswa atau millenial harus membawa bekal sebelum benar-benar terjun ke masyarakat, apa bekal itu yakni ilmu pengetahuan dan skill (keahlian).

Penggunaan tekhnologi adalah skill dasar yang wajib dimiliki oleh setiap kaum millenial, skil ini banyak terabaikan sebagai peluang, lebih banyak yang menganggapnya sebagai hiburan, hal ini keliru. Karena faktanya hari ini, teknologi mendominasi hingga 90% pada aktifitas bisnis dan perekonomian. Jadi peluangnya teramat sangat besar, jika kita (kaum millenial) harus sadar akan hal ini dan mau melakukan satu langkah pasti.

Nah, beranjak dari pola pikir inilah LAZUARDI LEARNING ingin mengajak kaum millenial untuk sama-sama melakukan satu langkah pasti meraih peluang tersebut. Dalam waktu dekat LAZUARDI LEARNING akan melaksanakan kegiatan SEMINAR USAHA KREATIF DAN PELATIHAN DESAIN GRAFIS. Dalam kegiatan ini kita akan sama-sama melihat peluang itu dan membekali kaum millenial dengan skil desain grafis yang dapat membawa kawan-kawan millenial meraih peluang besar itu.

Fachri Husaini Hasibuan selaku ketua panitia dalam kegiatan ini, Minggu (15/9/2019) menuturkan bahwa dalam hal ini LAZUARDI LEARNING menggandeng DEWAN EKSEKUTIF FITK UIN-SU (DEMA-FITK), menghadirkan pemateri-pemateri hebat yang telah terbukti sukses dalam dunia Desain Grafis, yakni Junianto Sitorus, M.Pd selaku owner Sajada advertising dan Muhammad Buchori Ibrahim, S.Pd selaku trainer yang telah mengadakan training sejak tahun 2017 dan telah melatih puluhan peserta hingga saat ini.

Oleh seba itu, kegiatan ini adalah langkah awal agar kaum milenial dapat mengasah dan meningkatkan skillnya terutama dibidang desain grafis, kegiatan ini terbuka untuk umum dan pemula artinya mereka yang awam diharapkan setelah mengikuti kegiatan ini akan memiliki skill dasar sebagaimana yang dimaksud.

“Kegiatan ini hanya menargetkan 70 seat untuk peserta, kenapa cuma segitu, pertama karena ini pelatihan akan lebih efektif kalau dikemas secara eksklusif dan agar fokus ketika training sehingga target untuk menguasai materi training desain grafis akan terpenuhi. Kemudian ada rencana kita setelah ini untuk buat pelatihan secara berkala utk peserta yang benar-benar ingin lebih serius nantinya,” ujar Muhammad Buchori Ibrahim selaku pendiri Lazuardi Learning. Berita Medan, Alwi

- Advertisement -

Berita Terkini