Redenominasi Rupiah Butuh Momen yang Tepat (Bagian II)

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Abd. Rahman M

MUDANews.com – Ketika tidak dilakukan sosialisasi yang berkepanjangan terhadap seluruh elemen masyarakat Indonesia jangan harap redenominasi bisa berjalan dengan lancar. Indonesia tidak hanya tentang masyarakat kota, tetapi Indonesia adalah seluruh anak bangsa dari Sabang sampai Merauke yang mendiami seluruh wilayah NKRI.

Jika redenominsi tetap harus dilaksanakan, maka masyarakat di luar perkotaan harus dirangkul mulai dari sekarang. Sosialisasi daftar harga mulai dari melabeli seperti 2K adalah Rp 2.000, 10K adalah Rp 10.000, dan seterusnya. Sehingga nantinya bila redenominasi diterapkan tidak akan kaget dan bingung lagi bahwa 2 Rupiah sama dengan Rp 2.000 atau 10 Rupiah sama halnya bernilai Rp 10.000.

Pedagang atau pengusaha kecil di wilayah pedesaan sudah bisa mensosialisasikan barang dagangannya dengan penyebutan demikian. Presiden Jokowi mengatakan transisi redenominasi butuh waktu 7 tahun setelah RUU disahkan. Hal itu bisa benar-benar demikian, andaikata mulai dari sekarang sosialisasi redenominasi gencar dilaksanakan.

Redenominasi cukup sederhana tetapi mengapa belum juga diterapkan? Menarik mendengar pertanyaan demikian. Redenominasi memang cukuplah sederhana yaitu penyederhanaan mata uang dengan tidak sedikitpun mengubah nilai uang tersebut. Tetapi, proses yang harus dilalui tidaklah sesedehana itu. Cukup rumit dan membutuhkan tenanga, waktu, dan pikiran yang panjang.

Uang baru emisi 2016 baru saja diedarkan oleh Bank Indonesia. Dana yang dikeluarkan untuk mendesain dan mencetak uang baru emisi 2016 masih dikunci rapat-rapat kepada publik. Di tahun 2015 data yang beredar ke publik Bank Indonesia mengeluarkan dana sedikitnya Rp 3,5 triliun untuk mencetak dan mendistribusikan uang sebanyak 7,9-8,3 miliar lembar uang rupiah.

Anggaran tahun 2015 tersebut dengan mencetak ulang uang dengan desain dan gambar yang sama. Bukan seperti uang emisi 2016 yang desain dan gambar pahlawan yang berbeda dari sebelumnya.

Konon uang emisi 2016 ini, dicetak dengan memerhatikan pengamanan tingkat tinggi sehingga sulit dipalsukan. Dana yang dikeluarkan untuk mendesain dan mencetak uang emisi 2016, tentu bisa disimpulkan sendiri dana yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dibandingkan dengan dana mencetak dan dan mengedarkan uang tahun 2015 bukan? Tidak elok jika redenominasi segera diterapkan dengan terus didorong masuk proglenas. Padahal uang baru emisi 2016 baru saja dikeluarkan.

Redenominasi selain berpegang teguh pada faktor stabilnya perekonomian dan kesejukan politik dalam negeri, juga harus memikirkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku yang mendiami mulai dari Sabang sampai Merauke, dengan berbagai lapisan masyarakat dan tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Barulah bisa bermimpi redenominasi betul-betul bisa direalisasikan.

Tidak elok rasanya bila ada yang mengatakan mata uang rupiah dianggap maaf “sampah”. Kembali lagi kita harus mau jujur, apakah sudah benar-benar mencintai uang rupiahkah kita? Masih banyak terlihat uang dicoret-coret, dilipat-lipat berkali lipat, digulung-gulung. Bukankah itu bukti kita sendiri tidak menghargai uang nasional.

Hal yang demikian kecil saja kita masih belum bisa memperbaikinya. Konon lagi redenominasi rupiah, terlampau amat riskan bila terus didorong agar cepat-cepat masuk proglenas dan disahkan oleh DPR.

Redenominasi tidak ubahnya seperti melakukan perbuatan baik. Namun kita harus sadar bahwa perbuatan baik, tidak akan berjalan baik jika dilakukan pada tempat dan momen yang tidak tepat bukan? Terakhir, mari kita selalu mencintai uang nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penulis adalah Alumnus di Unimed, peminat masalah ekonomi, sosial, dan olahraga

- Advertisement -

Berita Terkini