Go-Jek, Perusahaan Ojek Berbasis “Kapitalis”?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Laporan: Dhabit Barkah Siregar

MUDANews.com, Medan (Sumut) – Demo puluhan driver Go-Jek kembali berlangsung di depan kantor Go-Jek, Komplek Jati Junction, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kecamatan Medan Timur, Senin (13/2).

Dalam aksinya, massa menuntut penyesuaian tarif yang berdampak kepada bagi hasil antara perusahaan dan driver lebih diwajarkan. Artinya, penyesuaian tarif baru tanpa pemberitahuan itu, terkesan mencekik para driver.

Diceritakan, salah seorang driver, Abdullah (27), yang tengah mengikuti demonstrasi. Abdullah mengatakan, perusahaan Go-Jek telah memberlakukan kebijakan baru tanpa ada pemberitahuan sebelumnya kepada para driver. Sehingga, tarif baru yang lebih murah itu mengejutkan para driver.

Namun, tarif baru ini, dikenakan hanya pada layanan Go-Food saja. Layanan antar makanan itu, sebelumnya bertarif Rp 12.000 dalam sekali antar, dengan sistem bagi hasil 80-20 persen. Artinya, driver mendapatkan laba sekitar Rp 9.600 dan menyetor Rp 2.400 kepada perusahaan. Tarif tersebut diberlakukan, apabila pengguna jasa (customer), memesan makanan melalui perusahaan penyaji makanan yang tidak bekerja sama dengan Go-Jek. Sementara bagi perusahaan yang bekerjasama, dikenakan tarif Rp 9.000 dalam sekali antar.

Kini, tarif untuk perusahaan pihak ketiga hanya berkisar Rp 4.000, dengan sistem bagi hasil serupa, yakni 80-20 persen. Hal itulah yang menjadi keluhan para driver.

“Karena gini bang. Ini aplikasinya pakai sistem kapitalis. Jadi untuk penyesuaian tarif mereka enggak pernah konsultasi ke driver. Karena kami yang lebih tahu situasi di lapangan. Karena kami di lapangan ini banyak juga pengeluaran, belum minyak, tarif parkir, makan, rokok, perawatan kendaraan. Jadi dari pagi sampai sore, antara pendapatan dan pengeluaran itu tidak seberapa,” ungkap Abdullah ditengah jalannya aksi, Senin (13/2) siang.

Bagi Abdullah, memaknai perusahaan berbasis online itu dengan sebutan kapitalisme bukan tidak berdasar. Dengan adanya perusahaan jasa antar multi sektor bertarif ekonomis itu, akan berdampak terhadap jasa antar lainnya yang jauh sebelumnya telah hadir di tengah-tengah masyarakat. Layaknya becak, tidak sedikit pengendara becak yang mengeluhkan persaingan bisnis jasa antar itu kepada para driver Go-Jek.

Dengan munculnya Go-Jek, diyakini pengemudi becak maupun taksi atau angkot mengalami penurunan pendapatan.

“Karena gini juga bang. Kalau Go-Ride kan’ tarifnya Rp 2.000 per kilometer. Tapi kalau 6 kilometer ke atas, ditambah Rp 2.000 per kilometer. Kalau dilihat dari tarifnya kan’ cukup murah. Ini berdampak kepada merusak tarif angkutan lain, macam becak. Karena di perjalanan pernah terjadi perselisihan dengan becak juga kami. Kami enggak tega juga melihat tukang becak ini,” tandasnya. [jo]

- Advertisement -

Berita Terkini