Jamuan yang tak Beradab Masih Dilakukan Pemkab Aceh Tamiang

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews.com, Aceh Tamiang – Belum mapan, tapi sok ada. Peribahasanya “besar pasak dari pada tiang”, pengeluaran lebih besar dari pada penghasilan. Boros, tidak sesuai kemampuan finansial, namun berlagak membantu pihak lain yang tidak layak untuk dibantu.

Kalimat diatas persis seperti dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang, yang terus mengalokasikan dana hibah untuk sejumlah pembangunan infrastruktur ke pihak instansi vertikal di daerah tersebut.

Ntah apa yang mendasari setiap tahun anggaran, jamuan yang tak beradab masih dilakukan oleh pihak Pemkab Aceh Tamiang. Sementara instansi vertikal ada memiliki anggaran sendiri untuk kebutuhan mereka.

Sekedar kilas balik. Pada tahun 2019 silam, sejumlah LSM merecoki bergulirnya dana hibah puluhan miliar rupiah dari Pemkab Aceh Tamiang, untuk dua lembaga penegak hukum, Polres dan Kejari Aceh Tamiang. Bahkan GeRAK Aceh, lembaga yang konsen di bidang antikorupsi, kala itu melaporkan ketidak patutan tersebut ke Komisi Antirasuah di Jakarta, Kamis, 27 Juni 2019, silam

Banyak yang mempertanyakan apa urgensinya APBK Aceh Tamiang setiap tahun memenuhi keinginan instansi vertikal yang setiap tahun juga mendapat kucuran dana dari APBN?.

Tak masalah juga bantuan lintas daerah diberikan jika ada gedung rusak terdampak bencana. Tapi yang tidak ada terkena bencana tetap dilakukan pembangunan infrastruktur baru di instansi vertikal.

Persoalan tersebut lama tak jadi pemberitaan media pers. Namun alokasi dana hibah dari Pemkab Aceh Tamiang, untuk instansi vertikal—kini terulang kembali

LSM di Aceh akhirnya kembali menyoalkan dana hibah tersebut masih mengalir ke lembaga penegak hukum di kabupaten ujung timur Aceh itu.

Kabarnya dana hibah untuk Markas Kepolisian Resort (Mapolres) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tamiang, menempel pada catatan “belanja” Pemkab Aceh Tamiang, tahun 2025, sekitar Rp 592 juta.

“Jika dana hibah untuk dua instansi vertikal tersebut masih diberikan terus menerus, apakah ini etis?. Apakah ini tidak termasuk gratifikasi kepada lembaga penegak hukum?” kata Zulfadli kepada Mudanews.com, Kamis, (16/10/2025).

Ketua LSM Perintis Aceh ini, melihat kran dana hibah yang terus dibuka untuk dua lembaga itu terkesan aneh dan seperti dipaksakan.

“Ada apa ini?. Kok Pemkab Aceh Tamiang masih terus mengalokasikan dana hibah ke instansi vertikal.” tanya Zulfadli.

Dia menyarankan pengalokasian dana hibah ke instansi vertikal itu sebaiknya dilakukan setelah Pemerintah Aceh Tamiang melihat kemampuan keuangan daerahnya.

Bila Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum bisa mengatasi kebutuhan vital daerah, kata Zulfadli, tidak selayaknya Pemkab setempat mengalokasikan dana hibah untuk pembangunan inprastruktur pada instansi penegak hukum itu.

Dalam pandangan Zulfadli, semua penyaluran dana hibah ada etika dan aturan mainnya. Diibaratkan sebuah rumah tangga, kemampuan keuangan rumah tangga tersebut belum mencukupi, “apakah layak rumah tangga orang lain mendapatkan bantuan dari rumah tangga yang kurang mampu tersebut?” tanya Zulfadli lagi.

Dia bertamsil, bila masih banyak kebutuahan, mengapa terkesan dipaksakan untuk membantu, tentu bisa pada kelaparan anggota keluarganya.

Nah, begitu juga sebuah daerah, bila belum mampu keuangan daerahnya untuk membantu, ya, mengapa harus dipaksakan? Apalagi lembaga vertikal sudah memiliki anggaran tersendiri,” terang Zulfadli.

Data yang diperoleh Mudanews.com, sejak Pemda Aceh Tamiang dipimpin Bupati H Abdul Latief (Allahuyarham) dan H Hamdan Sati, dana hibah untuk pembangunan di dua lembaga vertikal itu terus bergulir dalam setiap isian ABPK setempat.

Hal serupa berlanjut di era kepimpinan Bupati Aceh Tamiang, H Mursil. Malah, dana hibah untuk Mapolres dan Kejari Tamiang yang dianggarkan dalam ABPK tahun 2019 silam, jumlahnya mencapai puluhan miliaran rupiah. Pos anggarannya dititipkan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Aceh Tamiang.

Kini, pada APBK Aceh Tamiang, tahun 2025, untuk dua proyek paket pelelangan di instansi vertikal kembali menyedot anggaran senilai Rp 592 juta. Masing – masing untuk Pembangunan Interior dan Sarana Pendukung Ruang Video Conference Polres Aceh Tamiang senilai Rp 302,2 juta, dan untuk Pembangunan Gedung Ikatan Adhyaksa Dharmakartini Daerah Aceh Tamiang, senilai Rp 290,1 juta.

Melihat besarnya dana hibah yang digelontorkan untuk dua instansi vertikal tersebut, membuat LSM di Aceh mengaku miris. Konon melihat kondisi keuangan daerah yang hingga kini belum mampu mensejahterakan rakyatnya.

“Pertumbuhan ekonomi rakyat masih lambat, begitu juga percepatan pemerataan pembangunan inprastruktur di sejumlah desa dan kecamatan dalam wilayah Aceh Tamiang, masih belum maksimal,” tambah Zulfadli.

Pertanyaannya, mengapa dalam setiap tahun anggaran Pemda Aceh Tamiang terus mengalokasi dana hibah untuk pihak Polres dan Kejaksaan? “Ini akan terus menimbulkan kecurigaan miring masyarakat terhadap Pemkab setempat. Apa banyak borok (kasus) di Pemkab?,” katanya.

Zulfadli memprihatinkan aloksi dana hibah untuk pembangunan Interior dan Sarana Pendukung Ruang Video Conference Polres Aceh Tamiang, senilai Rp 302,2 juta, Pemkab Aceh Tamiang bisa menyetujui.

“Ini luar biasa. Masa untuk interior saja menelan anggaran Rp 302,2 juta, serta untuk pembangunan Gedung Ikatan Adhyaksa Dharmakartini Daerah Aceh Tamiang, senilai Rp 290,1 juta,” kata Zulfadli dengan nada heran.

Padahal, katanya, jika mengacu pada Permendagri Nomor 32 tahun 2011, Pemkab memang diperbolehkan untuk mengalokasikan dana hibah ke instansi vertikal yang sifatnya untuk pembangunan gedung baru untuk pendukung kinerja penegak hukum.

“Pembuatan Interior dan Sarana Pendukung Ruang Video Conference Polres Aceh Tamiang, apa ini tidak menyalahi aturan?” tanya Zulfadli.

Senada dikatakan Wakil Ketua Ormas Warga Bumiputera Aceh, Sayid Muhammad. Ia menilai, pemberian dana hibah ke dua instansi vertikal di Aceh Tamiang, terus dilakukan Pemkab Aceh Tamiang, tidak beretika.

“Instansi vertikal sudah memiliki anggaran tersendiri. Instansi vertikal memiliki sumber anggaran masing-masing yang tidak seharusnya diambil dari anggaran pemerintah daerah. Pemberian dana dari pemerintah daerah kepada instansi vertikal bisa dianggap gratifikasi yang harus dihindari,” terang Syaid Muhammad.

Terkait adanya hal itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Ka BAPPEDA) Aceh Tamiang, Muhammad Zein, dikonfirmasi Mudanews.com, via telepon WhatsApp, Kamis, (16/10/2025) membenarkan Pemkab Aceh Tamiang, telah mengalokasikan dana hibah untuk pembangunan infrastruktur di dua isntansi vertikal tersebut.

“Pemkab Aceh Tamiang mengalokasikan dana hibah untuk pembangunan infrastrukur di dua instansi vertikal, yakni Polres dan Kejari Aceh Tamiang, berdasarkan usulan dari kedua instansi vertikal tersebut,” kata Muhammad Zein.

Ia menjelaskan, mengalokasikan dana hibah untuk pembangunan infrastruktur di instansi vertikal tersebut tidak menyalahi aturan, karena instansi vertikal bagian dari Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Aceh Tamiang.

“Selagi kemampuan keuangan Pemkab Aceh Tamiang bisa memberikan bantuan dana hibah untuk pembanguan infrastruktur di instansi vertikal, ya tidak ada salahnya, karena itu tidak melanggar aturan. Dan instansi vertikal juga bagian dari Forkompinda,” terangnya diujung telepon. (St)

 

 

Berita Terkini