Berita Jadi Alat Tekan: Modus Baru yang Harus Diwaspadai

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews.com – Opini | 11 September 2025, Fenomena menarik sekaligus mengkhawatirkan muncul dalam hubungan sebagian media dengan instansi pemerintah. Salah satu dinas di Aceh Tamiang mengaku menerima pola tekanan terstruktur. Modusnya dimulai dari pengiriman sejumlah link berita berjudul bombastis oleh sosok anonim yang mengaku dari media tertentu kepada pejabat dinas. Padahal isi berita yang dikirim belum ada relevansinya dengan kegiatan dinas.

Menurut penuturan pihak dinas kepada Mudanews, belum sempat mereka memahami maksud dan tujuan pengiriman link-link itu, sudah datang lagi sebuah draft berita seolah olah konfirmasi padahal tudingan yang sudah dikemas rapi dan siap tayang. Terlihat judulnya sangat provokatif, narasinya bercampur opini, dan substansinya seolah mengungkap di dinas  tersebut telah terjadi “pemborosan, mark up, serta manipulasi” terhadap anggaran. Faktanya, kegiatan yang dimaksud belum berjalan, dan anggarannya pun belum digunakan.

Pihak dinas menegaskan, tudingan semacam itu jelas menyesatkan. Audit anggaran, kata mereka, hanya bisa dilakukan terhadap realisasi kegiatan, bukan terhadap rencana atau dokumen yang masih dalam tahap perencanaan maupun tender. Dengan kata lain, menyebut adanya pemborosan atau manipulasi di tahap ini tidak memiliki dasar dan justru bisa menimbulkan persepsi keliru di tengah masyarakat.

Lebih janggal lagi, ketika tiga link berita itu ditelusuri, dua di antaranya ternyata sudah kosong—artikel hilang, hanya judul bombastis yang tersisa. Sementara satu berita lain masih terpampang utuh di situs tersebut. Pola ini menguatkan indikasi adanya modus “publikasi lalu hapus”, yang membuka ruang transaksional antara oknum media dengan pihak yang diberitakan.

Kesimpulannya, draft berita yang dikirim bukan sekadar “konfirmasi”, melainkan tudingan yang sudah dikemas rapi menjadi berita. Lalu ditempeli kalimat formal “sedang dikonfirmasi” agar seolah sesuai kode etik. Pola ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah berita tersebut sungguh dimaksudkan sebagai kontrol sosial, atau hanya instrumen tekanan terhadap dinas—dengan harapan jika dinas merasa tertekan, akan ada ruang bargaining agar berita itu tidak ditayangkan?

Fenomena seperti ini bukan hanya merugikan instansi yang jadi sasaran, tetapi juga mencoreng marwah profesi wartawan. Ulah segelintir oknum bisa menyeret nama baik jurnalis lain yang bekerja dengan integritas, menjadikan pers sebagai kontrol sosial, penyampai fakta, dan suara publik. Hal ini jelas bertentangan dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999, khususnya Pasal 1 ayat (1), Pasal 2, dan Pasal 4 ayat (1) & (2), yang menegaskan pers wajib menaati kode etik jurnalistik, menjaga kebenaran, tidak menyesatkan, tidak menggiring opini, dan memberikan hak jawab bagi pihak yang diberitakan.

Karena itu, publik perlu membekali diri dengan kemampuan membedakan karya jurnalistik yang benar dengan yang sekadar dijadikan alat tekan. Sebab berita yang seharusnya menjadi rekam jejak publik bisa saja berubah menjadi instrumen tekanan yang sewaktu-waktu dihapus.

Refleksi penutup: publik berhak tahu dan menilai. Pers yang sehat bekerja untuk kebenaran, bukan untuk kepentingan sesaat.

[tz] mudanews.com

Berita Terkini