Surat KPK untuk Aceh: Proyek Strategis, Pokir, Hibah, Bansos, dan DIF dalam Radar Supervisi

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews.com, 26 Agustus 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengirim surat nomor B/5380/KSP.00/70-72/08/2025 tertanggal 21 Agustus 2025 kepada Pemerintah Aceh. Surat dengan perihal “Permintaan Data 10 Proyek Strategis, Pokok Pikiran, Hibah, dan Bantuan Sosial” itu ditandatangani Plt. Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi, Agung Yudha Wibowo, dan mewajibkan Pemerintah Aceh menyerahkan data paling lambat 3 September 2025.

Permintaan KPK

Dalam surat tersebut, KPK secara eksplisit meminta:

Data 10 proyek strategis tahun anggaran 2025.

Daftar pokok pikiran DPR.

Data hibah.

Data bantuan sosial (bansos).

Permintaan ini dilandasi Pasal 6 huruf b dan d UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK, yang menegaskan tugas KPK dalam koordinasi dan supervisi pemberantasan korupsi.

Kenapa Aceh Disasar?

Meski dana otonomi khusus (Otsus) tidak disebut secara eksplisit dalam surat, mayoritas proyek strategis, hibah, dan bansos di Aceh dibiayai dari dana tersebut. Dengan sendirinya, Otsus ikut berada dalam radar KPK.

Selain itu, daftar pokok pikiran (Pokir) DPR juga diminta. Selama ini, pokir kerap dipandang sebagai jalur “titipan proyek”. Kini, KPK menegaskan supervisinya hingga ke level DPR provinsi maupun kabupaten/kota.

Di sisi lain, hibah untuk dayah, organisasi masyarakat, serta bansos juga sering jadi sorotan publik karena rawan diselewengkan. Termasuk proyek strategis besar seperti KEK Arun, pembangunan bendungan, hingga jalan lintas Aceh. KPK ingin memastikan semua berjalan transparan, tanpa kekurangan mutu, volume, maupun risiko mangkrak.

Posisi Dana Insentif Fiskal (DIF)

Meski tidak masuk dalam permintaan data, Dana Insentif Fiskal (DIF) juga punya kaitan erat. DIF bukan sekadar “bonus” pusat ke daerah, tapi instrumen berbasis kinerja. Indikatornya: kepatuhan tata kelola, kualitas belanja, dan capaian pembangunan.

Audit BPK yang menemukan proyek bermasalah atau potensi kerugian negara otomatis memengaruhi skor daerah. Bila tata kelola dianggap buruk, DIF bisa dipotong, ditahan, bahkan tidak diberikan lagi pada tahun berikutnya.

Idealnya, DIF dipakai untuk sektor prioritas: pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan pelayanan publik. Namun dalam praktik, sering muncul pola “DIF jadi bancakan proyek” dengan alasan politik lokal. Karena itu, KPK mengingatkan agar DIF tidak diperlakukan sebagai APBD tambahan yang rawan disalahgunakan, melainkan sebagai penghargaan berbasis kinerja.

Momentum Bagi Kepala Daerah Terpilih

Surat KPK ini hadir tepat di awal masa jabatan kepala daerah terpilih di Aceh. Jika sebelumnya Pj hanya menjaga stabilitas, kini kepala daerah memiliki kuasa penuh atas perencanaan, pengesahan, dan eksekusi anggaran – baik dana Otsus maupun DIF. Dengan kata lain, ini adalah peringatan dini: pengelolaan dana publik kini berada di bawah supervisi ketat.

Penegasan

Pesan KPK jelas: bukan hanya Gubernur Aceh, tapi juga Bupati, Walikota, dan DPR di semua tingkatan ikut dalam radar pengawasan. Dana publik – mulai dari Otsus, hibah, bansos, hingga DIF – harus dikelola secara bersih dan transparan.

[tz] –Sumber: Dokumen Resmi KPK

Disclaimer: Artikel ini berbasis dokumen resmi KPK dan sumber terbuka, bersifat informatif, bukan tuduhan, serta terbuka untuk klarifikasi pihak terkait

Berita Terkini