Vonis Eks Direktur PDAM Tirta Kemuning Langsa Tidak Ada UP Karena Seluruh Kerugian Negara Dikembalikan

Breaking News
- Advertisement -

Mudanwes.com, Langsa | Kuasa hukum AZ, eks Direktur Utama PDAM Tirta Keumueneng Kota Langsa, M. Permata Sakti menegaskan, bahwa vonis majelis hakim Tipikor Banda Aceh yang tidak menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti (UP) kepada klien mereka membuktikan bahwa perhitungan kerugian negara oleh Inspektorat Aceh sebesar Rp784.861.832,60 merupakan kekeliruan serius.

“Majelis hakim sudah sangat jelas dalam putusannya tidak ada uang pengganti yang dibebankan kepada Pak Azzahir karena seluruh kerugian negara telah dikembalikan,” tegas M. Permata Sakti, didampingi rekan kuasa hukumnya Aulia Ikhsan Yusbi dan Raihan, dalam pernyataan resminya, kepada wartawan, Minggu (10/8/2025) di Langsa.

Ia menyebut, bahwa fakta hukum tersebut bertolak belakang dengan dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang semula mendasarkan tuduhan kerugian negara

kepada audit Inspektorat Aceh.

Dalam laporan tersebut, Kliennya dituduh telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp784.861.832,60. Namun dalam putusan Nomor: 21/Pid. Sus-TPK/2025/PN Bna, majelis hakim menyatakan kerugian negara yang relevan dalam perkara ini hanya sebesar Rp135.000.000 lebih dan telah dikembalikan secara penuh oleh Azzahir.

Ditambahkannya, vonis tidak menyebut AZ membayar Uang Pengganti (UP) dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan secara eksplisit bahwa tidak ada penjatuhan uang pengganti terhadap AZ.

Sebaliknya, lanjut M. Permata Sakti, tiga terdakwa lain dalam perkara yang sama, yakni Faisal Rahman, Teuku Syahrial, dan Cosa Ananda, justru dikenai pidana tambahan berupa pembayaran Uang Pengganti (UP), Uniknya, kata M. Permata Sakti, dana pengganti tersebut dikonversikan dari uang milik AZ yang telah lebih dahulu dititipkan ke rekening penitipan Kejaksaan Negeri Langsa. Setelah dikurangi nilai kerugian dari masing-masing terdakwa lain, sisa dana dikembalikan kepada AZ.

“Ini fakta penting. Bukan AZ yang menyebabkan kerugian utama, tetapi justru uang milik beliau yang digunakan untuk menutupi kerugian yang ditimbulkan pihak lain,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, sambung Kuasa Hukum tesebut, bahwa audit Inspektorat telah dikesampingkan oleh Majelis Hakim, sehingga dalam putusannya, hakim menolak menggunakan hasil audit Inspektorat Aceh sebagai dasar perhitungan kerugian negara. Dan sebaliknya majelis melakukan penghitungan sendiri berdasarkan fakta-fakta persidangan, bukti-bukti otentik, serta keterangan ahli dan saksi.

“Hal ini sangat penting dan menjadi dasar hukum bahwa audit Inspektorat tidak bisa serta-merta dijadikan alat pembuktian tunggal kerugian negara. Fakta ini membantah tuduhan bahwa klien kami memperkaya diri sendiri atau pihak lain,” tegas Kuasa Hukum.

Kesalahan AZ dinilai Sedang, Kerugian Kecil, dan sudah dikembalikan. Bahkan Majelis Hakim menyatakan bahwa peran AZ dalam perkara ini hanya termasuk dalam kategori kesalahan sedang, dengan tingkat kerugian negara yang kecil dan dampak sosial yang rendah, karena hanya berdampak pada skala pelayanan PDAM di tingkat kota/kecamatan.

“Klien kami telah menunjukkan itikad baik sejak awal, kooperatif selama proses hukum, serta menanggung beban kerugian negara yang bukan sepenuhnya ditimbulkan olehnya. Ini adalah bentuk tanggung jawab moral, bukan bentuk kesalahan hukum yang berat,” jelas M. Permata Sakti.

Yang juga terpenting adalah, tambah M. Permata Sakti, Majelis Hakim mengakui bahwa tidak ada keuntungan pribadi yang diperoleh Azzahir, dan bahwa kebijakan pengadaan tawas justru sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Langsa.

Tuntutan berat yang dilontarkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), lanjutnya, tentu tidak sesuai fakta, dimana JPU menuntut Azzahir dengan hukuman pidana 4 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 250.000.000 subsider 3 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti sebesar Rp784.861.832,60. Sementara itu, tiga terdakwa lainnya juga dituntut cukup berat. Diantaranya Cosa Ananda dituntut 4 tahun 3 bulan, denda Rp.220.000.000. subsider 4 bulan, serta uang pengganti Rp.229.000.000.

Kemudian Faisal Rahman dituntut 4 tahun 3 bulan, denda Rp.220.000.000. subsider 4 bulan, dan uang pengganti Rp.360.000.000. Dan Teuku Syahrial dituntut 4 tahun penjara, denda Rp 200.000.000 subsider 3 bulan, dan uang pengganti Rp.248.000.000.

Namun akhirnya, sambung M. Permata Sakti, dalam putusan yang dibacakan Majelis Hakim, pada Jumat, 8 Agustus 2025, Azzahir hanya dijatuhi pidana 1 tahun 3 bulan penjara dan denda Rp.50.000.000. subsider 1 bulan, tanpa dikenakan uang pengganti.

Kesimpulannya, kata Kuasa Hukum tersebut, tidak Ada Kerugian Negara yang dilakukan oleh Azzahir, sehingga ia menegaskan bahwa berdasarkan seluruh fakta dan amar putusan, AZ tidak terbukti memperkaya diri, tidak terbukti menyebabkan kerugian negara seperti yang didakwakan, dan justru telah bertanggung jawab penuh dalam mengembalikan seluruh potensi kerugian yang terjadi.

“Dengan tidak adanya penetapan UP kepada klien kami, maka logikanya gugur juga tuduhan bahwa AZ merugikan negara. Fakta-fakta ini membuktikan bahwa hasil audit Inspektorat Aceh tidak akurat dan tidak valid secara hukum,” jelasnya mengakhiri.

Laporan [st]-Mudanews

Berita Terkini