Aceh Singkil — MudaNews.com, Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan empat pulau di perbatasan Aceh Singkil sebagai bagian dari wilayah administrasi Sumatera Utara terus menjadi polemik panas. Namun alih-alih membela secara tegas, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Singkil justru dinilai bersikap pasif dalam memperjuangkan hak atas wilayahnya.
Himpunan Mahasiswa Pelajar Aceh Singkil (HIMAPAS) menuding Pemkab Aceh Singkil tidak menunjukkan komitmen dan keseriusan dalam mempertahankan kedaulatan daerah. Ketua HIMAPAS Banda Aceh, Sapriadi Pohan, menilai tindakan pemerintah daerah hanya sebatas menyampaikan narasi protes di ruang publik tanpa diikuti dengan upaya hukum konkret.
“Yang dilakukan Pemkab Aceh Singkil sejauh ini hanya sebatas bicara di media. Tidak ada gugatan, tidak ada langkah hukum. Ini sangat mengecewakan dan melemahkan posisi Aceh Singkil di hadapan keputusan pusat,” ujar Sapriadi, Rabu 11Juni 2025.
Menurutnya, Pemkab Aceh Singkil memiliki perangkat hukum yang seharusnya bisa segera menyusun dokumen legal dan mengajukan gugatan terhadap keputusan Kemendagri yang dianggap sebagai bentuk pencaplokan wilayah secara sepihak.
“Pemkab punya kabag hukum. Tapi sampai hari ini kita belum melihat satu pun langkah nyata. Padahal ini soal harga diri dan kedaulatan daerah. Kalau mereka tidak siap, kami dari HIMAPAS siap menggugat!” tegas Sapriadi dengan nada serius.
HIMAPAS mendesak agar Pemkab segera menginventarisasi seluruh dokumen kepemilikan sah atas empat pulau yang disengketakan, lalu bergerak cepat mengajukan gugatan hukum. Sapriadi menilai, waktu terus berjalan dan sikap pasif hanya akan semakin melemahkan posisi Aceh Singkil dalam sengketa ini.
“Ini bukan hanya soal wilayah, tapi soal marwah Aceh. Jangan sampai sikap diam Pemkab justru membuat keputusan pusat menjadi sah secara de facto karena tidak dilawan,” ujarnya.
Sapriadi juga memperingatkan pemerintah pusat agar tidak membiarkan konflik ini berkembang menjadi ketegangan horizontal antarwarga Aceh dan Sumatera Utara. Ia menekankan pentingnya realisasi menyeluruh atas Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), termasuk dalam penyelesaian batas wilayah.
“Pemerintah pusat seharusnya jadi penengah, bukan pemicu konflik. Kami minta UUPA dijalankan secara utuh, dan hak Aceh dikembalikan sebagaimana mestinya,” tutupnya. (**)