100 Hari Pertama: Janji Kampanye yang Mulai Menjadi Nyata

Breaking News

- Advertisement -

Oleh: Kamal Ruzamal, SE penulis merupakan aktivis juga ketua LSM Transparency Aceh

Mudanews.com- Opini | Dalam dunia politik lokal, 100 hari pertama kepemimpinan bukan hanya sekadar simbolik. Ia adalah masa krusial yang menguji komitmen, kemampuan, dan keberpihakan seorang pemimpin terhadap rakyat. Itulah tantangan yang kini dihadapi Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tamiang, Armia Fahmi – Ismail, setelah resmi dilantik pada 17 Februari 2025.

Namun, bagaimana sebenarnya pasangan ini menghadapi tantangan tersebut? Apakah janji kampanye mereka benar-benar mulai terealisasi?

Realitas dan Tantangan: Tidak Semua Janji Bisa Langsung Ditunaikan

Setiap kepala daerah pasti memiliki daftar panjang janji kampanye. Namun, pertanyaan besarnya adalah: mana yang lebih dulu diwujudkan?

Dalam 100 hari pertama, ada tiga kendala utama yang lazim menghambat realisasi program, Pertama birokrasi yang kompleks. Kedua, Keterbatasan anggaran, terutama dengan kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat. Ketiga, Dinamika politik lokal, yang sering kali tidak sejalan.

Oleh karena itu, menetapkan skala prioritas yang tepat dan realistis menjadi kunci utama. Tak bisa semuanya dilaksanakan sekaligus, tetapi ada janji yang harus dikawal sejak hari pertama.

Satu Janji yang Diutamakan: Masjid Agung Aceh Tamiang

Saat ribuan masyarakat memadati Lapangan GOR Kecamatan Karang Baru pada 21 November 2024, satu janji menonjol dari pasangan Armia Fahmi-Ismail: penyelesaian pembangunan Masjid Agung Aceh Tamiang akan menjadi prioritas utama dalam 100 hari pertama.

Janji itu kini mulai terlihat hasilnya, dimulai dari Janji kampanye dilapangan terealisasi dalam bentuk pembentukan panitia pembangunan pada 22 Mei 2025, dan dari Wacana Pembangunan ditunjukan dengan Aksi nyata kerja lapangan lewat pembersihan dan pematangan lahan, sementara Dukungan moril masyarakat terwujud dalam Partisipasi aktif mahasiswa dan bantuan dana dari DPRA dapil 7

Ketua panitia pembangunan Masjid Agung, H. Hermanto Pakeh, telah dipilih. Saat ini, lahan sudah mulai digarap, sebuah sinyal bahwa janji tersebut tidak hanya ditaruh di podium, tetapi juga dikerjakan di lapangan.

Membangun Semangat Bersama, Bukan Sekadar Infrastruktur

Lebih dari sekadar membangun masjid, apa yang dilakukan Pemkab Aceh Tamiang saat ini adalah membangun semangat kolektif. Dukungan mengalir dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa dan para anggota DPRA dari Dapil 7 yang menyisihkan anggaran pokok pikirannya (pokir) untuk proyek ini.

Sayangnya, dukungan belum sepenuhnya merata. DPRK Aceh Tamiang, misalnya, belum ikut serta mengalokasikan pokir mereka. Padahal, jika semua pihak bersinergi, pembangunan Masjid Agung ini bisa lebih cepat selesai dan dampaknya akan lebih luas.

Bulan Madu Politik, Tapi Tidak untuk Bersantai

Secara politis, 100 hari pertama sering disebut sebagai “bulan madu” antara pemimpin dan rakyat. Tapi ini bukan waktu untuk bersantai, melainkan untuk membuktikan komitmen.

“Periode ini adalah cermin awal arah kepemimpinan ke depan. Gagal di sini, maka akan sulit mengembalikan kepercayaan,” ujar salah satu pengamat kebijakan publik di Aceh.

Apresiasi di Tengah Keterbatasan

Di tengah ketatnya kebijakan efisiensi dari pusat, langkah Pemkab Aceh Tamiang untuk tetap menjalankan prioritas ini patut diapresiasi. Mereka menunjukkan bahwa dengan kemauan politik yang kuat, sinergi lintas elemen, dan fokus pada program pro-rakyat, hal besar bisa dimulai dari langkah kecil yang nyata.

Penutup: Sebuah Awal yang Menggugah

100 hari pertama belum selesai. Tapi arah dan semangat sudah terlihat. Kini bola ada di tangan masyarakat dan para pemangku kepentingan lain, termasuk DPRK, untuk menunjukkan: apakah mereka hanya penonton, atau ingin ikut menjadi pelaku sejarah dalam pembangunan Masjid Agung Aceh Tamiang.**()

Berita Terkini