Mudanews.com-Aceh Tamiang | Warga di Kecamatan Bandar Pusaka dan Tamiang Hulu mulai menyoroti aktivitas dapur arang yang marak belakangan ini. Selain meragukan legalitas izin, muncul dugaan keterlibatan oknum aparat desa yang diduga memfasilitasi jalannya kegiatan tersebut. Warga pun bertanya-tanya, ada apa sebenarnya di balik aktivitas yang diduga merusak lingkungan ini?
Seorang pengusaha arang berinisial TD, yang disebut berasal dari Medan, saat dikonfirmasi via pesan WhatsApp, sempat menyebut nama salah satu Datok di wilayah tersebut. “Bang, kalau soal koordinasi, sama beliau bang,” ujarnya singkat, Kamis(22/5/2025).
Dari hasil pemantauan tim media di beberapa titik yang diduga menjadi lokasi produksi arang, tampak tumpukan kayu gelondongan dalam kondisi sudah mulai lapuk maupun baru ditebang. Jenis kayu yang ditemukan bervariasi, dari potongan besar hingga batang kecil seperti jenis kayu lunak. Sebagian besar terlihat belum terbakar, diduga baru diturunkan dari lokasi pengambilan.
Dalam beberapa dokumentasi visual yang dihimpun wartawan, juga terlihat kayu-kayu hasil tebangan tidak berbekas stempel resmi yang biasanya menunjukkan hasil hutan dengan izin. Keberadaan tumpukan kayu tersebut ditemukan di sekitar areal perkebunan kelapa sawit, dekat kawasan perbukitan yang masih berhutan.
Di lapangan, awak media mendapati sejumlah dapur arang beroperasi di tengah upaya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menangani berbagai dampak kerusakan lingkungan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana izin dan pengawasan terhadap aktivitas tersebut dilakukan.
“Miris saja melihat situasi ini. Di satu sisi pemerintah menangani bencana, tapi di sisi lain hutan justru dibabat,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan, setiap aktivitas yang berkaitan dengan hasil hutan wajib memiliki izin resmi dan mengedepankan prinsip keberlanjutan.
Disebut-sebut, oknum yang dimaksud oleh pengusaha mengantongi izin dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah III. Namun hal ini belum bisa dipastikan kebenarannya.
Sampai berita ini diturunkan, pihak Datok yang namanya dikaitkan dalam kegiatan tersebut belum berhasil dikonfirmasi. Upaya komunikasi melalui telepon tidak membuahkan hasil.
Mengingat pentingnya perlindungan lingkungan dan tertib tata kelola kehutanan, masyarakat berharap aparat penegak hukum dapat menyelidiki lebih lanjut kegiatan ini, termasuk keabsahan perizinannya.**(tz)