Arogansi dan Ancaman terhadap Wartawan: Dugaan Pelanggaran terhadap UU Pers di Aceh Tamiang

Breaking News
- Advertisement -

Mudanews.com-Aceh Tamiang | Peran media dalam mengungkap fakta dan menjalankan fungsi kontrol sosial tidak jarang mendapat tantangan, termasuk intimidasi dari pihak-pihak yang merasa terusik. Hal ini diduga terjadi di salah satu kampung dalam wilayah Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, setelah sebuah pemberitaan mengenai tempat wisata air panas yang tidak menyetor Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi sorotan publik.

Arogansi tersebut dialami oleh salah seorang wartawan yang bertugas di Aceh Tamiang setelah menaikkan berita terkait objek wisata tersebut pada Kamis(17/04/2025). Tak lama setelah berita itu terbit, wartawan tersebut menerima pesan bernada ancaman dari seseorang berinisial A.S., yang mengaku menjabat sebagai Datok Penghulu(Kades) di kampung setempat.

Dalam pesan WhatsApp yang diterima, oknum tersebut menyampaikan kalimat bernada emosional dan intimidatif, seperti:

“Nampaknya kau ini orang yang akan aku kasih contoh. Jangan cari masalah kau. Aku nggak pernah cari masalah. Di mana kau duduk di simpang, besok aku ke sana. Jangan kau samakan Datok Kaloy dengan Datok yang lain. Kau hapus tuh beritanya.”

Pernyataan tersebut dinilai tidak hanya mencerminkan sikap arogan, tetapi juga dapat dianggap sebagai upaya menghalangi kerja jurnalistik yang sah. Terlebih, meski mengancam akan mendatangi wartawan, pada hari yang dijanjikan, oknum tersebut tak kunjung datang ke lokasi yang telah disampaikan. Justru, nomor kontak wartawan yang bersangkutan malah diblokir kemudian.

Tindakan seperti ini dapat dikategorikan sebagai bentuk intimidasi terhadap jurnalis, yang berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 18 ayat (1), yang menyatakan:

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Pejabat publik di tingkat kampung sudah sepatutnya memahami bahwa media menjalankan peran penting dalam pembangunan dan penyampaian informasi kepada masyarakat. Jika terdapat ketidakpuasan terhadap isi pemberitaan, saluran yang sah dan mekanisme hak jawab selalu terbuka lebar, bukan dengan ancaman atau tekanan.**(RED)

Berita Terkini