Iman Menghasilkan Rasa Aman dan Kedamaian

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Secara etimologis, perkataan iman dan aman berasal dari akar dan pengertian yang sama. Nurcholish Madjid (2002:16) berpendapat, antara iman dan aman ada kaitan yang sangat erat dan suatu keharusan. Dengan iman akan mendatangkan rasa aman dan nyaman. Tentunya itu iman kepada yang mutlak kebenarannya, yaitu iman kepada Allah Swt. Iman kepada Allah adalah iman yang langsung antara manusia dengan Allah. Iman kepada Allah tidak perlu perantara.

Iman memberikan kedamaian dalam hati manusia. Rasa aman karena Allah yang menjadi pelindung. Sayyid Qutb (1979:50) berpendapat, bahwa dengan iman yang langsung kepada Allah Swt., seseorang akan merasa dilindungi oleh Allah yang Maha Kuasa, tempat dia memohon perlindungan dan pertolongan.

Rasa aman seseorang yang beriman didapatkan dari kepercayaan yang teguh dan kesadaran bahwa dia betul-betuk menyerahkan segalanya kepada Allah. Bersandar (tawakkal) kepada-Nya. Dengan kesadaran itu, tidak ada kekuasaan yang ditakutinya, kecuali kekuasaan Allah Swt. Manusia yang mengira berkuasa, punya kekayaan atau pengaruh, sesungguhnya itu tidak berdaya di banding kuasanya Allah Swt.

Orang yang beriman akan selalu berbuat baik, dan tidak akan pernah merasa takut dan tidak pula merasa khawatir. Di dalam Al-Qur’an disebutkan: “Katakanlah; Tidak ada yang menimpa kami, kecuali dengan ijin Allah. Allah adalah pelindung kami.” Kemudian juga ditegaskan: “Mereka yang berkata; Tuhan kami adalah Allah, kemudian bersikap teguh, maka para malaikat akan turun kepada mereka, dan berkata, ‘janganlah kamu takut, jangan pula kamu khawatir, serta bergembiralah dengan surga yang dijanjikan kepadamu.” (QS. Fushsilat: 30)

Dalam lindungan kekuatan Allah-lah, keselamatan seseorang, kehormatan dan kekayaan miliknya berada dalam keadaan aman. Tidak ada yang dapat mengganggunya, selama seseorang itu dalam lindungan Sang Maha Pengatur alam raya ini, Allah Swt.

Mari kita perhatikan dan runungkanlah firman Allah Swt. berikut ini:

“Katakanlah: Ya Allah, yang punya kekuasaan dan yang mengatur. Engkau berikan kekuuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan itu dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau memberi kemuliaan kepada orang yang Engkau sukai, dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkau segala kebaikan. Sesungguhnya, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran: 26)

“Kalau Allah menolongmu, tidak ada yang bisa menghalangi; kalau Dia mengesampingkan kamu, lalu siapa yang akan dapat menolongmu, kecuali Allah?” (QS. Ali Imran: 160)

Seandainya segala kekuasaan di dunia ini bersatu untuk mengganggu seseorang, atau mengganggu suatu kaum, usaha itu akan sia-sia, kecuali dengan seijin Allah Swt. Kalau Allah menghendaki seseorang menderita, sebaiknya dia bersabar menahannya, karena itu adalah untuk kebaikannya sendiri, walaupun dia tidak menyadarinya. Lihat dan perhatikan QS. Al-Baqarah ayat 216.

Berdasarkan jaminan Allah itu, jika kita benar-benar beriman, tentunya kita akan merasakan aman dan tentram. Tanpa pernah merasa takut dan khawatir dalam hidup ini. Dengan beriman kepada Allah yang sebenar-benarnya, maka kita akan menjadi manusia yang mempunyai rasa percaya diri dan mempunyai kepedulian. Orang yang penuh percaya diri akan dapat menangkal segala yang menyesatkan dan dapat dengan ikhlas menjalankan segala perintah Allah Swt. dalam Al-Qur’an Allah berfirman: “Hai sekalian orang yang beriman, jagalah dirimu sendiri. Orang yang sesat tidak akan berpengaruh kepadamu jika memang mendapat petunjuk.’ (QS. Al- Maidah: 10)

Rasulullah Saw. di akhir hidupnya, sempat berpesan kepada kita ummatn bahwa supaya kita tidak tersesat di dunia dan di akhirat, maka kita harus berpegang teguh kepada Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnahnya (Al-Hadist). Demikian bunyinya dalam hadist yang diriwayatkan Imam Malik: “Aku tinggalkan dua perkara kepadamu. Apabila engkau berpegang teguh kepadanya, maka kamu tidak akan sesat. Yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulullah (Al-Hadist). Opini Sumut, Ibnu Arsib

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan dan Instruktur HMI Cabang Medan.

- Advertisement -

Berita Terkini