Meraup Sakralitas Agama

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Peralihan zaman terus bergulir, menampilkan pembaharuan baik positif maupun negatif itu sendiri. Zaman yang semakin banyaknya perubahan yang tetap di komandoi oleh agama sebagai penyatu secara horizontal (Manusia dengan Manusia lainnya/Hablu minannas), atau ritual peribadatan Manusia dunia (Vertikal/Hubungan Pada Pencipta/Hablu minallah).

Terus dalam mengalami perubahan (Dinamis), manusia selalu berkreasi yang mengadaptasikan dengan keadaan di zaman (Kondisional), yang memiliki Profesi Dan Proporsi yang berjenis dan beragam. Dari Pejabat, sampai marak nya yang berprofesi di kancah entertainment (Artis).

Profesi yang dimiliki Manusia zaman atau lebih tepatnya manusia modern yang hidup dalam musim ‘Pancaroba’ ini, cenderung menuntut adanya eksistensi, sebagaimana di dunia layar lebar/Entertainment dan sejenisnya, eksistensi merupakan bagian dari potensi yang mengoneksikan artis ke arah lebih baik.

Namun sejak tahun abad ke 2 ini, eksistensi itu justru tak di setir dengan baik ‘Bak Kendaraan Ugal-ugalan’, begitulah perbuatan beberapa manusia yang hidup dalam era sekarang ini.
Bahkan yang lebih pasti nya, eksistensi yang dilakukan justru telah lari dari alur etika manusia.
Yang Fakta dan nyatanya, Agama yang harusnya dijaga kesakralan nya, namun sekarang telah mulai dijadikan instrumen penunjang karir, yang harusnya keimanan bagian dari Privasi, justru telah dipublikasikan.

Tidak ada masalah dalam publikasi, namun harusnya ditempuh ditempat yang memang layak dan lazimnya, (Mesjid, Gereja, Wihara, Klenteng, Kuil) dan tempat peribadatan agama yang hendak kita anut dikemudian, Bukannya malah mengajak dan menderet Agama Masuk ke tampilan/tayangan yang tidak berkaitan dengan ritual keagamaan itu sendiri.

Inilah perlakuan manusia modern, sebagian nya yang rela bin tega mengunggis ke utuhan dan kesakralan agama, yang hanya memenuhi hasrat karir nya dalam mencapai orgasme kemanusiaan.

Tetaplah sakral itu harus di sakralkan sesuai ketentuan agama masing-masing, bukannya malah diseret sesuai birahi manusia yang antah berantah, berupaya menariknya dalam bawah kolong entertainment, panggung tidak tepat, dan tempat lainnya, dikarenakan manusia adalah sebagian besar makhluk beragama ya g bertindak tanduk sesuai keagamaan.

Sebagai mana apa yang dikatakan Merciea eliade (sejarawan, filsuf, penulis fiksi Rumania dan profesor di Universitas Chicago). Salah satu kontribusinya yang paling penting terhadap pembelajaran religius adalah teori Eternal Return.

Bahwa manusia merupakan homo religiosus.
Yang menurutnya adalah tipe manusia yang hidup dalam suatu alam yang sakral, penuh dengan nilai-nilai keagamaan dan dapat menikmati kesucian yang ada dan tampak pada alam semesta, alam materi, tumbuhan, hewan, dan manusia.

Ditulis oleh – Arwan Syahputra
(Koordinator Aktivis Millenials, Medang deras Batu Bara).

- Advertisement -

Berita Terkini