Tiga Pilar Pemikiran HMI

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Ibnu Arsib Ritonga

Sejak kelahirannya, HMI telah menggariskan ide-ide pemikiran dalam pola lakunya, baik secara institusi maupun individual seorang kader. Pemikiran HMI berangkat dari latar belakang keadaan yang dialami pada masa itu, sebelum HMI berdiri hingga sampai akhir ini, HMI masih konsisten berada ditengah-tengah perubahan sosial.

Dalam tulisan sederhana ini, penulis mengistilahkannya “Tiga Pilar Pemikiran HMI”, bila kita lihat dalam bukunya Hariqo Wibawa Satria (2011) tiga pilar tersebut diistilahkan dengan “Wawasan”. Tiga pilar pemikiran yang kita dimaksud adalah Pemikiran Keislaman (Keagamaan), Pemikiran Keindonesiaan (Kebangsaan) dan Kemahasiswaan (Perguruan Tinggi/Keilmuan). Dalam sejarah berdirinya HMI, kondisi dari tiga tersebut menjadi latar belakang berdirinya HMI di Indonesia. Tiga pilar pemikiran tersebut hingga saat ini masih mengakar dalam tubuh HMI yang termanifestasi oleh kader-kadernya. Tiga pilar tersebut menjadi ciri khas organisasi HMI.

  1. Pilar Keislaman

Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin menjadi nafas perjuangan HMI. Pilar ini, bentuk daripada ciri khas HMI bahwa organisasi ini adalah organisasi yang mengakui Islam sebagai landasan berpikirnya. Lafran Pane, pendiri HMI mengatakan, sebagai organisasi kader, HMI menginginkan mahasiswa yang beragama Islam mengenal dan menghayati ajaran agamanya, serta mengamalkannya di mana pun dia berada. Tentunya penghayatan dan pengenalan agama tersebut disesuaikan dengan atribut kemahasiswaannya yang lebih menekankan pada etos keintelektualan.

Pemikiran Keislaman ini juga terlihat dari tujuan HMI dahulu sebelum ada perubahan, yaitu pada poin yang kedua, di mana disebutkan menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam, yang mengandung makna: 1). Pengamalan ajaran agama Islam, 2). Keharusan pembaharuan pemikiran dalam Islam, dan 3). Pelaksanaan dan pengembangan dakwah Islamiyah.

Perlu kita ketahui bahwa, dalam pemikiran Keislaman di HMI, tidak pernah mempertentangkan Islam yang bagaimana. Maksudnya, tidak ada permasalahan dari golongan Islam mana seorang kader tersebut berangkat. Baik dari keluarga Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Syi’ah, Al-wasliyah dan golongan Islam lainnya, selagi dia Islam, kitabnya Al-quran dan Hadist, Tuhannya Allah SWT dan Nabinya Muhammad SAW, diterima masuk dalam HMI. Organisasi ini bergerak secara independen, tidak berada dalam naungan organisasi keagamaan dan tidak pula dalam naungan pemerintah.

Di HMI, tidak ada perdebatan masalah mazhab yang diikuti. Secara pelaksaan syariat Islam yang sifatnya fiqqiyah dikembalikan kepada kadernya masing-masing. Tidak ada perdebatan antar kader HMI, mana yang benar dan mana yang salah. Misalnya, terkait melakukan qunut atau tidak melakukan dalam shalat Shubuh. Dalam pemikiran keagamaan ini, yang ditekankan adalah bagaimana agar supaya kader-kadernya bertakwa kepada Allah SWT.

  1. Pilar Keindonesiaan

HMI sangat identik dengan pemikiran kebangsaannya. Organisasi ini dalam sejarah juga ikut mempertahankan Indonesia dalam mencapai kemerdekaan nya. Bukan hanya itu, HMI juga ikut andil dalam mempertahankan Indonesia dari bahaya komunis yang ingin menghancurkan negara Indonesia dengan membentuk negara sendiri, yaitu dikenal dengan peristiwa Madiun tahun 1948 yang dipimpin oleh Muso.

HMI akan menjadi garda terdepan mempertahankan Indonesia ketika ada oknum-oknum atau kelompok yang ingin meruntuhkan keutuhan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Hal ini telah dibuktikan oleh perjuangannya ketika adanya ancaman meruntuhkan negeri ini. Kondisi keindonesiaan/kebangsaan adalah bagian daripada latar belakang pemikiran berdirinya HMI.

Hal di atas dapat kita buktikan dengan tujuan awal berdirinya HMI, yaitu mempertahankan negara Republik Indonesia, dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Hariqo lebih lanjut menuliskan bahwa, tujuan tersebut memiliki lima makna pemikiran, yaitu: 1). Aspek politik, membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan; 2). Aspek pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa; 3). Aspek ekonomi, mensejahterakan kehidupan rakyat; 4). Aspek budaya, membangun budaya-budaya yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia; 5). Aspek hukum, membangun hukum yang sesuai dengan kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

  1. Pilar Kemahasiswaan

Pemikiran ini menekankan bahwa HMI adalah organisasi kemahasiswaan yang berorientasi keilmuan, dengan kewajiban menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai kunci kemajuan, bagi terwujudnya intelektual Islam. Pembangunan Indonesia merdeka jauh lebih berat daripada sekedar merebut kemerdekaan. Karena itu, perlu ada pembinaan dan pengembangan calon cendekiawan yang memiliki pengetahuan luas di segala bidang dengan dasar iman dan takwa kepada Allah SWT.

Lafran Pane mengatakan, HMI adalah organisasi kader yang lahir karena kebutuhan politik mahasiswa. Kondisi politik yang melingkupi ketika itu menstimulus beberapa mahasiswa untuk membentuk suatu organisasi yang bisa berguna bagi masyarakat, bangsa, dan agama.

HMI yang berstatus sebagai organisasi mahasiswa memainkan peranannya yang sangat strategis, yakni pembentukan dan pembinaan terhadap mahasiswa, sebagai calon cendekiawan dan pemimpin di masa mendatang, yang bergumul akrab dengan ilmu pengetahuan. Mahasiswa Muslim yang bergabung di HMI menjadi lokomotif modernisasi yang didasari agama Islam dan dibingkai dengan ideologi Keislaman-Keindonesiaan dan Kemahasiswaan.

Penutup

Pada garis besarnya, pemikiran HMI lahir hanya untuk kepentingan nasional dan kepentingan Islam yang di perankan oleh Mahasiswa sebagai generasi penerus. Dengan kata lain, kelahiran pemikiran HMI merupakan manifestasi kepedulian mahasiswa pada waktu pembentukannya untuk ikut berperan dalam menegakkan dan menyiarkan Islam. Hal ini dapat dibuktikan dengana kiprah HMI sepanjang perjalanan sejarah Indonesia yang telah menjadikan kadernya Intelektual-Muslim dan Muslim-Intelektual. [pa]

*Penulis adalah Pegiat Literasi Kota Medan

- Advertisement -

Berita Terkini