Netizen (Rakyat), Hate Speech dan Indonesia

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Muhammad Alridho Lubis

MUDANews.com, Medan – Akhir-akhir ini kata kebhinekaan, kebangsaaan, kerakyatan menjadi kata-kata yang cukup populer dan  ‘santer’ terdengar oleh sepasang telinga rakyat indonesia. Beberapa kata tersebut diatas digunakan dalam upaya untuk menetralisir situasi belakangan yang memanas akibat ujaran kebencian lalu lalang beredar di media sosial.

Ujaran kebencian yang dilakukan di media sosial menjadi marak diperdengarkan apabila para pengguna media sosial atau yang akrab disapa netizen berbeda pandangan mengenai suatu hal yang viral diperbincangkan di media sosial. Apalagi ujaran kebencian akan menjadi sangat ‘menusuk’ apabila hal yang viral itu menyangkut suku, ras, agama dan antar golongan (SARA). Konten yang ‘berbau’ SARA biasanya menyebabkan dengan sendirinya setiap pribadi masuk kedalam ‘kotak-kotak’ yang terbuat secara otomatis. ‘Kotak-kotak’ yang dimaksud adalah kesamaan-kesamaan yang dimiliki setiap individu berdasarkan latar belakang (suku, ras, agama, golongan, status sosial, dll). Setiap dari individu kemudian masuk kedalam kotak tersebut tanpa disadari secara otomatis. Setiap orang masuk berdasarkan latar belakangnya atau secara unsur kedekatan kesamaan yang dimiliki terhadap ‘kotak-kotak’ yang terbuat dengan sendirinya.

Perbedaan pendapat dari berbagai latar belakang kehidupan yang berbeda para netizen bukan dijadikan sebagai sarana khasanah dasar pemikiran untuk menambah sudut pandang dalam berfikir tetapi dijadikan sebagai hal yang berbeda yang kemudian menjadi suatu hal tabu untuk diterima. Gejala ini menimbulkan seseorang memiliki mekanisme pertahanan diri yang super sensitif yang akan muncul ketika orang-orang berbeda pendapat sehingga merasa ia sedang diserang dan bentuk pertahanan dirinya membuat ia harus melawan dan membantah setiap sudut pandang yang berbeda dari pandangan yang ia kemukakan.

Konten SARA inilah yang menyebabkan garis perbedaan meruncing dan tersebar anti ‘kotak-kotak’ lain di luar diri individu secara personal (biasanya). Kontent ini menjadi sangat hangat diperbincangkan mengingat setiap para netizen akan mengemukakan sudut pandang mereka dengan sangat tajam dan menggunakan kata kata yang tak jarang menjurus kasar. Komentar-komentar yang pedas ini dikemas dengan mudahnya memakai bahasa kasar, kotor, dan tak jarang saling serang berusaha menjatuhkan lawan para komentator  konten-konten viral dimedia sosial.

Dalam proses ini para netizen tanpa sadar kemudian membawa dirinya kedalam ujaran kebencian yang esensinya menghina, menjatuhkan, memprovokasi, menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat/komunitas yang berbeda’kotak’. Ada tujuh bentuk ujaran kebencian disebut dalam Surat Edaran Kapolri mengenai ujaran kebencian (hate speech): penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan menyebarkan berita bohong. Semua tindakan ini memiliki tujuan atau berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.

Tentu saja ujaran kebencian ini kemudian menjadi hal yang mengkhawatirkan kalaulah ini terus-terusan dijalankan para pengguna media sosial sehingga akhirnya menjadi pisau yang sangat tajam yang kemudian dapat berimbas dengan terbunuhnya lawan, atau mungkin malah dapat memantik perang urat syaraf yang kemudian dikhawatirkan dapat merembet ke segala sektor kehidupan.

Dalam contoh kontestasi pilkada serentak yang sebentar lagi akan dilaksanakan bangsa ini. Masyarakat menjadi lebih sering  berujar kebencian di media sosial untuk saling menjatuhkan pasangan calon (paslon) lawan dari paslon yang didukung. Hingga akhirnya timbul kebiasaan-kebiasaan yang  lumrah didalam kolom komentar media sosial berisi kata-kata yang seharusnya tidak layak untuk digunakan sebagaimana mestinya dalam berujar secara santun dan rentan (sudah) masuk dalam klasifikasi ujaran kebencian.
Selain contoh kontestasi politik, ujaran kebencian tak jarang juga santer terdengar atau dapat dilihat di media sosial dipergunakan untuk menanggapi hal-hal viral yang sebenarnya remeh untuk dijadikan alasan dikemukakannya ujaran kebencian. Video-video yang sekarang marak dan bebasnya beredar, baik hanya bersubstansi hiburan seperti video lucu menjadi ajang komentator maya untuk menunjukkan taring kekuatan sudut pandang yang digunakan sebagai ajang untuk menunjukkan eksistensinya dan tanpa disadari membawa keranah ujaran kebencian. Mengingat sebenarnya konten video yang viral yang esensisnya sebagai bahan hiburan tapi malah menjadi suatu sumber dan muara ujaran kebencian.

Berarti ada proses yang salah dalam menyikapi setiap perbedaan dalam kurun waktu belakangan ini. Ada proses sensitifitas yang tinggi dan sangat sulit dikendalikan timbul untuk ikut berpartipasi berpendapat dalam konten yang dibicarakan kemudian mengarah keproses penyampaian yang esensinya menuju ujaran kebencian.

Sudah selayaknya bangsa ini yang miliki banyak sekali latar belakang suku, etnis, budaya, agama, status sosial lebih mengedepankan ke legowo an. Mengingat praktek legowo ini sudah menjadi hal yang lumrah dipraktekan dalam kehidupan nyata. Sebagai konsumen media sosial para netizen sudah saatnya bisa lebih mengedepankan kedewasan cara berfikir dan bertindak. Memilah hal-hal yang layak diujarkan dan dikemukakan menjadi substansial sebagai upaya tetap mengedepankan perbedaan sebagai hal yang lumrah. Ujaran yang diucapkan tentu menjadi gambaran kualitas setiap insan. Dan kalau ujaran kebencian ini tetap menjadi hal yang lumrah dilakukan para pengguna media sosial maka sudah selayaknya rakyat di tanah air ini dinilai bukan sebagai personal tapi penilaian bisa dilakukan secara umum tentang kualitas berfikir bangsa ini sekarang. Stag kah? Degradasi kah?. Atau bangsa yang dikenal sebagai bangsa bhineka tunggal ika menjadi bangsa ujaran kebencian.

Penulis merupakan mantan Ketua Umum HMI Komisariat Fakuktas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan, dan saat ini sedang menjalani aktivitas sebagai Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Negeri Yokyakarta.[jo]

- Advertisement -

Berita Terkini