Artikel dugaan yang salah terhadap agama
Ibnu Arsib Ritonga
Oleh: Ibnu Arsib Ritonga
MUDANews.com – Dalam pesatnya perkembangan Informasi Tekhnologi (IT) dan Ilmu Pengetahuan (Sains) saat ini, banyak sekali orang-orang yang beragama “keluar” dari tuntunan agamanya bahkan ada yang meragukannya. Ada persfektif yang salah bahwa agama itu dianggap menghambat perkembangan zaman modernisasi, sehingga agama perlu untuk ditinggalkan. Ada juga yang mengaku beragama tapi tidak melaksanakan tuntunan agama yang dipeluknya.
Adanya keraguan terhadap agama, tidak melaksanakan tuntunan agama, dan menganggap agama menjadi penghalang kemajuan, adalah pandangan tidak tepat yang berangkat dari dugaan yang salah tentang awal mula tumbuhnya agama. Pengaruh itu muncul dari berbagai dugaan (hipotesis) yang diikuti tanpa proses penyaringan (filterisasi) dan kurang kritis sehingga mengakibatkan dampak negative bagi manusia akan kepercayaannya pada agama.
Dugaan-Dugaan yang Salah
Ayatullah Murtadha Muthahhari (2007) berpendapat, ada beberapa hipotesis muncul kepermukaan mengenai awal mula pertumbuhan agama yang banyak diikuti oleh manusia, yaitu:
Dugaan I:  Agama adalah produk rasa takut. Dugaan ini menganggap rasa takut manusia dari alam, dari gelagar suara gemuruh letusan gunung yang menggetarkan, dari luasnya lautan dan debur ombaknya yang menggulung serta gejala-gejala alamiah lainnya. Sebagai akibat rasa takut ini, terlintaslah agama dalam benak manusia. Lucretius, seorang filosof Yunani, menyebutkan bahwa nenek moyang pertama para dewa ialah dewa ketakutan. Di masa kita kini pun ada sebagian orang yang berpegang padanya dan mengklaim bahwa itu merupakan teori yang baru.
Dugaan II: Agama adalah produk kebodohan. Sebagian orang percaya bahwa factor yang mewujudkan agama adalah kebodohan manusia sebab manusia, sesuai dengan wataknya, selalu cenderung untuk mengetahui sebab-sebab dan hukum-hukum yang berlaku atas alam ini serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya. Mungkin disebabkan tidak berhasil mengenalnya, ia lalu menisbahkan hal itu kepada sesuatu yang bersifat metafisis.
Dugaan III: Agama lahir karena pendambaan akan keadilan dan keteraturan. Sebagian orang memperkirakan bahwa motivasi keterikatan manusia kepada agama ialah pendambaannya akan keadilan dan keteraturan. Pendambaan itu muncul ketika manusia menyaksikan adanya kezaliman dan tiadanya keadilan dalam masyarakat dan alam. Karena itu, manusia itu menciptakan agama dan berpegang erat kepadanya demi meredakan penderitaan-penderitaan kejiwaannya.
penganut ketiga ini, dugaan (hipotesis) di atas menyebutkan bahwa, dengan kemajuan ilmu dan berkembangnya modernisasi, pengaruh agama akan hilang dengan sendirinya dan ilmu pengetahuan akan menggantikan posisi agama. Untuk itu, mereka menyerukan modernisasi dan pengembangan ilmu. Pada pemikiran mereka, seorang ilmuwan itu diidentik dengan seorang yang tidak percaya kepada agama.
Dugaan IV: Awal mula agama menurut kaum Marxis. Marxisme percaya bahwa agama diwujudkan agar kelas penindas tetap dapat mempertahankan privilese (kepemilikan pribadi-pen), kedudukan, dan kekuasaannya di kalangan bangsa-bangsa. agama sama sekali belum berwujud, disebabkan beberapa faktor, termasuk kelas penguasa dan kelas masyarakat proletar. Kemudian, pada tahapan timbulnya kelas tuan tanah dan pemilik modal (kaum kapitalis), kelas penguasa menghidupkan teori tentang agama agar kaum proletar (buruh-buruh atau petani-petani) tidak melakukan pemberontakan terhadap penindas sebab agama dapat mengekang kendali kemarahan kaum proletar dan merupakan candu yang membius mereka agar tetap dalam kelelapan dan ketidaksadaran.
Menurut penulis, jikalau kaum Marxis terbuka pikirannya, dan mengakui bagaimana agama Tuhan yang ahad menurunkan agama yang fitrah (agama-agama samawi), golongan ini akan mengklarifikasi kata-katanya. Dugaan bahwa setiap agama lahir karena dibuat oleh pihak penguasa untuk menakut-nakuti kaum proletar agar tidak melakukan perlawanan adalah salah. Tidak setiap agama lahir seperti yang dikatakan mereka, ada agama yang lahir karena memang langsung di turunkan kepada manusia pilihan oleh sang Pencipta untuk menyelamatkan manusia (musthada ‘afin) dari kezaliman kaum-kaum penindas (mustakbirin) dan dari thagut (penguasa yang zalim).
Dugaan V: Agama menurut hipotesis Freud. Semua gejala social, agama, telah ditafsirkan Sigmund Freud sesuai dengan naluri seksual. Menurutnya, jikalau lingkungan atau kondisi-konsdisi social bertindak membatasi gejolak naluri seksual, naluri ini akan mengalami penekanan dan pencegahan (pelarangan). Akan tetapi hal itu tidak berarti ia hilang dengan sendirinya. Naluri itu tetap bersemayam di dalam bawah-sadar manusia selama aktivitasnya terhalang oleh ikatan-ikatan social, dan akan menyatakan kehadirannya secara lahiriah dalam beraneka ragam kelainan mental dan gejala, di antaranya agama.
Jadi menurut hemat Freud, factor yang mendorong timbulnya agama adalah penekanan dan pelarangan seksual. Akar-akar pertama munculnya akhlak, ilmu pengetahuan dan segala sesuatunya adalah akar-akar seksual. Saat rintangan dan hambatan terangkat dari jalan naluri seksual, dan kemudian kepada naluri itu diberikan kebebasan serta dilepaskan dari belenggu yang mengikatnya, agama dengan sendirinya akan hilang.
Penutup
Perlu kita tegaskan bahwa, apabila ada di antara manusia yang ingin melihat kebenaran suatu agama dan bagaimana awal mula sesuatu agama itu lahir, maka yang pertama lihatlah sumber aslinya. Sumber aslinya akan menjelaskan bagaimana tentang dirinya sendiri (agama). Kedua, lihatlah bagaimana sejarahnya ia ada dan banyak diikuti oleh orang lain.
Ukuran kebenaran suatu agama tidak dapat dilihat dari bagaimana para pengikutnya. Terkadang, tuntunan agama memerintahkan untuk melakukan kebaikan, akan tetapi pengikutnya melakukan hal-hal yang buruk. Kenapa demikian? Itu karena pengikutnya (manusia) masih terpedaya oleh dorongan nafsu.
Dugaan yang salah akan agama akan mengakibatkan krisis kepercayaan terhadap agama yang dipeluknya. Maka dari itu, setiap pemeluk agama harus benar-benar mempelajari agamanya, tidak menerima agama secara buta (takliq), sehingga dari pengetahuan tentang agama yang benar akan menyadarkannya apa yang harus dilakukan.
Penulis adalah seseorang yang ingin menjadi writer.