Derita Ketidakadilan Hukum Kepada Dua Petani Pamah

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Marlan Infantri Lase

MUDANews.com – Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan  ke-4 disebutkan bahwa : “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Pasal tersebut menegaskan keputusan hukum merupakan keputusan tertinggi di Negara Indonesia dan institusi Pengadilan serta kepolisian menjadi eksekutor hukum. Ketokan palu hakim menjadi ukuran keadilan hukum yang didapatkan setiap masyarakat Indonesia. Tetapi, penegakan hukum di Indonesia saat ini selalu mempertontonkan sebuah ketidakadilan dimana orang miskin di vonis hukuman berat sedang orang kaya bersalah dibebaskan.

Keadilan hukum di Negeri ini sangat mudah untuk dibeli oleh pemodal.  Petani merupakan salah salah satu korban yang sering mengalami ketidakadilan hukum. Sepanjang terjadinya kasus konflik agraria di Indonesia, negara selalu berpihak kepada pemodal, keputusan-keputusan pengadilan pasti memberikan duka dipihak petani. Menurut data dari Konsorsium Pembaruan Agaria (KPA) sepanjangan tahun 2014-2015 ketidakadilan dalam kasus konflik agraria menuai 534 orang petani ditahan, 234 dianiaya, 56 tertembak dan 24 orang gugur dalam mempertahankan hak atas tanah mereka.

Salah satu contoh kasus ketidakadilan hukum di Sumatera Utara diderita dua petani SPI desa Pamah, Kecamatan Silinda, Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.  Dua petani desa Pamah yaitu Jekson Purba (Ketua Basis SPI Desa Pamah) dan Arianto saat ini mengedap dipenjara Polres Kabupaten Serdang Bedagai dan dituntut 2 tahun penjara setelah berjuang mempertahankan lahannya yang dirampas oleh PT Cinta Raja.

Derita ketidakadilan hukum dua petani Pamah ini berawal ketika para petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Desa Pamah membersihkan makam seluas 2m x 3m milik leluhur mereka di dalam areal lahan perkebunan yang telah diklaim oleh PT Cinta Raja. Proses pembersihan tersebut dianggap pihak perusahaan sebagai tindakan pengrusakan terhadap tanaman kacangan seluas 2m x 3m. Kerusakan tanaman kacangan itu diklaim perusahaan bernilai jutaan rupiah. Pihak perusahaan mengadukan hal tersebut kepada Polres Sergei dan pada hari Kamis, 27 Oktober 2016 pihak kepolisian melakukan penangkapan terhadap Jekson ketika sedang bekerja memecah batu dan Arianto ditangkap saat menarik sewa angkutan umum jurusan Medan-Silinda.

Sejak penangkapan Oktober 2016 hingga saat ini pihak kepolisian masih menahan dua petani desa Pamah tersebut dan di pengadilan atas tuduhan pengrusakan tanaman kacangan seluas 2m x 3m itu petani dituntut dua tahun penjara. Bermacam upaya yang dilakukan para petani Pamah untuk membebaskan dua petani yang sedang ditahan pihak kepolisian hingga saat ini tidak pernah dikabulkan, bahkan lebih miris pihak perusahaan yang selama ini terbukti merampas tanah rakyat tidak pernah diproses secara hukum. Artinya, kasus kriminalisasi dua petani Anggota SPI basis Pamah tersebut membuktikan bahwa penegakan hukum di negara ini akan selalu memakan korban dipihak petani.

Hukum di Indonesia ini ‘Tajam Kebawah, Tumpul Keatas’. Petani, buruh, nelayan dan rakyat miskin dimata hukum akan selalu salah. Petani sebagai korban ketidakadilan hukum akan terus berlanjut melihat konflik-konflik agraria di Indonesia, terkhusus di Sumatera Utara yang setiap tahunnya bertambah. Menyelesaikan ketidakadilan hukum bagi petani tidak hanya melalui membangun profesionalisme di setiap institusi-institusi pemerintah tetapi percepatan reforma agraria menjadi jalan keluar satu-satunya. Oleh karena itu, pelaksanaan reforma agraria menjadi keharusan agar tidak ada lagi petani korban ketidakadilan hukum diseluruh Indonesia.[am]

- Advertisement -

Berita Terkini