Peran Pemilu Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Demokrasi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Pemilu diselenggarakan dengan partisipasi rakyat berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil serta menjamin prinsip-prinsip keterwakilan, akuntabilitas dan legitimasi. Sedangkan demokrasi merupakan tema sentral perubahan ekonomi-politik dunia dewasa ini, yang di dalamnya tercakup berbagai persoalan yang saling berkait satu sama lain. Demokrasi telah menjadi objek studi yang sangat luas rentang pembahasannya. Ada yang menekankan pada pendekatan atau masalah nilai dan budaya.

Pemilihan kepala daerah yang biasa penuh intrik politik di tekan harus bisa berjalan sesuai aturan main, yang tak terlepas dari demokrasi yang di terapkan guna mencapai pemilu yang bermartabat dan berdaulat. Seperti sebuah pertunjukan, Pilkada Gubernur, Bupati, Wali Kota dan Pileg serta Pilpres jadi panggung yang diklaim sebagai etalase kedaulatan rakyat. Bermacam adegan yang ditampilkan untuk menyelenggarakan, guna merekrut warga bisa ikut berpartisipasi dalam Pilkada sebagai bentuk pesta demokrasi. Bagi masyarakat miliki SDM Demokrasi dianggap sebagai sebuah panggung drama sukar dilihat secara telanjang.

Karena itu bermacam tafsir muncul. Tidak ada rahasia dalam demokrasi dipahami secara awam, tapi bagi yang mengetahui demokrasi memiliki rahasia dan dibaliknya ada peran politik. Kendati demikian, demokrasi nyata ambil bagian dalam praktis dan ini yang menjadikan demokrasi sebagai jembatan elektoral bagi politisi pergi ke medan wadah pemilihan. Tersebutlah dia, kandidasi dalam pilkada, dibangun di atas survei tentang elektabilitas dan popularitas. Pelaksanaan pilkada serentak 2018 akan menjadi batu uji demokrasi. Selain karena momentum ini akan menjadi sarana rotasi kepemimpinan politik, Pilgubsu Sumut dilaksanakan 27 Juni 2018 Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah unggul sementara dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara atau pilgub Sumut 2018.

Berdasarkan hitung cepat atau quick count Citra Publik Adv Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network di Medan, hingga pukul 16.00, pasangan Edy dan Musa meraih 56,27 persen. Sedangkan pasangan Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus atau Djarot dan Sihar meraih 43,73 persen suara. Hasil penghitungan tersebut merupakan total suara yang masuk dari 350 tempat pemungutan suara (TPS), yang dijadikan sampel.

Nah ini merupakan hasil sementara dari pertarungan sebuah kompetisi, kalah dan menang sudah sewajarnya setiap kandidat menerima. Namun tahukah Pilkada di daerah termasuk Sumut analisisnya hanya sebagai sarana memanaskan mesin partai menjelang pertarungan yang sesungguhnya di 2019. Karena berawal dari itu partai politik, dengan kepentingan bisa mengetahui peta kekuasaan secara real guna mendapat kesuksesan pemilu 2019.

Secara umum sistem pemerintahan dimana seluruh rakyatnya turut serta memerintah melalui wakil-wakilnya itulah demokrasi. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”.

Istilah Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang artinya rakyat dan cratos yang artinya pemerintahan. Pengakuan resmi bahwa Indonesia adalah negara demokrasi terdapat pada. Sesuai UUD 1945 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Pancasila sila keempat yang berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Sejak merdeka, bangsa Indonesia pernah melaksanakan tiga macam demokrasi yaitu Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, dan Demokrasi Pancasila. Demokrasi liberal atau demokrasi parlementer berlaku pada tahun 1950-1959. Pada saat itu, konstitusi yang berlaku adalah UUDS 1950. Berdasarkan UUDS 1950, sistem pemerintahan dan demokrasi yang diterapkan di Indonesia, yaitu sistem parlementer dan demokrasi liberal. Singkat cerita berbagai polemik memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan saat itu. Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Akhirnya, pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945, serta tidak berlakunya UUDS 1950.

Demokrasi terpimpin atau demokrasi terkelola yaitu seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara saja. Menurut TAP MPRS No. VIII/MPRS/1965, demokrasi terpimpin adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berasaskan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong bagi semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan Nasakom.

Prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila, Persamaan hak dan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia, Keseimbangan antara hak dan kewajiban, Pelaksanaan kebebasan yang bertanggungjawab secara moral kepada Tunan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain. Mewujudkan rasa keadilan sosial. Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.

Terlepas dari itu menjalankan demokrasi merupakan keharusan, yang mana menunjukkan peran pemilu dalam menanmakan nilai-nlai yang terkandung dalam demokrasi. Adapun peran pemilu dalam menanamkan nilai-nilai demokrasi sebagai berikut:

Menjamin tegaknya keadilan (Ensure Justice)
Penggunaan kebebasan bertanggungjawab
Kepemimpinan dipilih secara teratur sehingga tidak tercipta rezim
Penyelesaian sengketa ataupun perselisihan atau konflik dapat diselesaikan secara kelembagaan (jalur hukum) ataupun jalur damai
Perubahan sosial kemasyrakatan yang mengarah ke perkembangan kemajuan dapat terjadi dengan aman menjamin terselenggaranya perubahan dalam masyarakat secara damai/ tampa gejolak
Pengakuan terhadap keanekaragaman.

Berkenaan dengan hal tersebut, Menghadapi masalah politik di Indonesia dewasa ini yang diwarnai hiruk pikuk demokrasi semenjak keruntuhan rezim ototritarian Orde Baru perlu dibedakan antara ilusi demokrasi dan mekanisme proseduralnya. Meletakkan demokrasi pada ilusi atau nilai-niali sesuai makna idealnya berarti mengabaikan konteks perwujudan prinsip kedaulatan rakyat, sementara demokrai bagaimana pun menuntut harus dipraktekan. Demokrasi dalam perwujudannya memang tak semudah membalik telapak tangan.

Mengutip Frans Magnis Suseno (1995), demokrasi sesungguhnya mengandung sifat relativistic dan kontekstualitas. Karena itu, maka perlu disadari bahwa demokrasi dalam perwujudannya merupakan proses “menjadi” meski bertahap dan evolusioner Demokrasi tidak hanya mensyaratkan perubahan pada lembagalembaga politik tetapi juga perilaku pelakunya. Jika nilai-niali masyarakat belum siap maka actual menimbulkan masalah anomi.Namun demikian demokrasi harus tetap berusaha diwujudkan meski kontestasinya baru sebatas sebagai sebuah proses belajar.

Ada dua hal yang bisa jadi indikator untuk menilai ada tidaknya upaya perwujudan demokrasi. Pertama, adanya sikap belajar yang tumbuh dikalangan pelaku untuk menyadari dan menggunakan hakhak politiknya seraya menghargai setiap perbedaan dan pluralitas tanpa memaksakan kepentingan dengan menggunakan kekerasan. Kedua, terkait konteks konsolidasinya yang ditandai dengan diterapkannya system politik yang secara procedural bersifat terbuka dan selalu memunculkan dorongan bagi peningkatan control rakyat terhadap pemerintah untuk mencegah penguasa politik bertindak tidak demokratis.

Akan tetapi yang perlu diketahui, meskipun pemilu merupakan wujud nyata implementasi demokrasi, tidak selamanya pemilihan bersifat demokratis. Oleh karenanya, pemilu sebagai salah satu aspek demokrasi juga harus diselenggarakan secara demokratis. Pemilu yang demokratis bukan hanya sekedar lambang, tetapi pemilu yang demokratis haruslah kompetitif, berkala, inklusif dan definit.

Penulis adalah Sahimin, S.Pd.I, M.Pd

- Advertisement -

Berita Terkini