Kontemplasi atau Koreksi? (Pembiaran yang tak berkesudahan) ‘Pengemis’

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: M Alwi Hasbi Silalahi

MUDANews.com – Dalam pasal 504 KUHP perbuatan pengemisan merupakan perbuatan kriminal yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana pelanggaran di bidang ketertiban umum. Ketentuan tersebut menegaskan pengemisan yang dapat dikenakan sanksi pidana hanya pengemisan yang dilakukan di tempat-tempat umum. Yusuf Al Qaradhawi memiliki pandangan yang berbeda dengan KUHP dalam penindakan terhadap pengemis. Penindakan tersebut berdasarkan dengan membedakan jenis pengemis, ada pengemis yang boleh dan ada yang haram meminta-minta, untuk pengemis yang diharamkan, penguasa boleh memberikan ta’zir, dan untuk pengemis yang dibolehkan, justru pemerintah dan masyarakat harus memberikan bantuan agar pengemis tersebut dapat meningkatkan taraf perekonomiannya, dengan jalan memberdayakan zakat, infak dan sedekah dengan baik serta membantu mereka memperoleh pekerjaan. Konsep Al Qaradhawi dalam penindakan terhadap pengemis sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang kompleks, sehingga prospek kedepannya konsep ini dapat di jadikan acuan dalam pembaharuan hukum pidana tentang penindakan terhadap pengemis, dikarenakan permasalahan pengemis semakin kompleks dan kemiskinan masih menjadi faktor yang dominan yang mendorong melakukan perbuatan mengemis. Saya mengatakan hal ini berdasarkan data statistik yang saya himpun dan peroleh lewat lembaga terpercaya yakni BPS (Badan Pusat Statistik). Menurut BPS, jumlah penduduk miskin dan penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan sampai dengan pada Maret 2016 di Indonesia mencapai 28,01 juta jiwa atau sebesar 10,86 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Di kota-kota besar kegiatan pengemis/meminta-minta yang dilakukan oleh orang-orang yang disebut pengemis ini adalah fenomena yang banyak dan sering kita saksikan. Hampir di setiap perempatan atau stopan lampu lalu lintas, fenomena pengemis ini dapat kita temui. Mereka yang meminta-minta biasanya menggunakan bekas minuman gelas, kotak kecil, topi atau benda lainnya yang dapat dimasukkan uang dan kadang-kadang menggunakan pesan seperti “minta sedekahnya pak/bu/kak,bang saya orang miskin belum makan”. Penampilan mereka pun beragam, tetapi tujuannya sama yaitu untuk menarik simpati dan belas kasih orang yang melihatnya. Tak dipungkiri terkadang risih melihatnya, seperti saya disaat tengah bersantai di cafe langganan yakni TST Purwo di Kota Medan mereka sering datang menghampiri terkadang ada kerisihan tersendiri namun saya juga tetap membantu sembari bertanya-tanya kepada mereka. Alhasil kesimpulan dari jawaban mereka adalah karena kurang tegasnya pemerintah dalam memberantas mereka dan memberikan solusi buat mereka agar mereka bisa mendapatkan kebutuhan-kebutuhan primier mereka seperti makan dan minum.

Pemerintah seolang-olah bungkam dan menutup mata dengan fenomena yang tengah lama menjamur ini. Pemerintah seakan telah melakukan pembiaran yang berkesudahan terhadap mereka para pengemis yang kelaparan maupun yang jadi-jadian yang hanya mencari keuntungan semata. Lalu, kita sebagai masyarakat hanya bisa berkontemplasikah? Atau mengoreksikah?

Jawabnya pasti mengoreksi. Lalu apa yang mesti kita koreksi, pasti tentu pemerintah dalam hal ini yang paling harus dikoreksi adalah Dinasi Sosial Kota Medan sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap pembiaran yang tak berkesudahan terhadap mereka para pengemis. Sebagai aktivis penyambung lidah dari masyarakat yang sudah resah dan risih dengan fenomena pembiaran ini saya harus menyampaikan 2 hal penting lewat tulisan ini: 1. Tanggulangi pengemis-pengemis yang telah menjamur hingga tuntas keakar-akarnya, 2. Berikan pembinaan yang matang terhadap mereka serta berikan solusi sebuah pekerjaan yang layk untuk mereka.

Kenapa saya tekankan seperti ini, karena saya yakin ada mafia besar yang tengah bersembunyi dibalik mereka para pengemis-pengemis ini. Jadi saya juga menekankan dan menyeru kepada Kapolrestabes Kota Medan mari bersinergi dengan dinas sosial dan masyarakat kota Medan untuk menanggulangi dengan tuntas sampai ke akar-akarnya tentang pengemis yang telah membuat resah dan risih masyarakat selama ini.

Lalu saya M. Alwi Hasbi Silalahi S.H juga ingin memaparkan bahwa pengemis termasuk salah satu dalam delik hukum pidana, mari kita simak pembahasannya. Perbuatan mengemis di tempat umum diatur dalam buku III KUHP yang di kualifikasikan sebagai delik pelanggaran terhadap ketertiban umum. tindak pidana pengemisan diatur dalam Pasal 504 KUHP. Adapun aturan pidana tentang perbuatan mengemis yang terdapat dalam Pasal 504 menyatakan bahwa :

  1. Barang siapa minta-minta (mengemis) ditempat umum dihukum karena minta-minta, dengan kurungan selama-lamanya enam minggu.
  2. Minta-minta yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih, yang masing-masing umurnya lebih dari 16 tahun, dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan. Maka demikian ada pengkriminalisasian pengemis dalam KUHP, perbuatan ini dianggap sebuah tindak pidana yang dianggap sebagai delik pelanggaran terhadap ketertiban umum. Kriminalisasi (criminalization) merupakan objek studi hukum pidana materil (substantive criminal law) yang membahas penentuan suatu perbuatan sebagai tindak pidana (perbuatan pidana atau kejahatan) yang diancam dengan sanksi pidana tertentu.

Maka didalam tulisan ini saya tidak hanya sekedar obral kata, tapi ingin menawarkan sebuah solusi serta konsep Islam yang telah dikeluarkan oleh Ulama ternama yakni Yusuf Al-Qardhawi yakni Dalam kitab “ Musyikilah al faqr wa kaifa ‘alajahā al Islām” Yusuf Al Qaradhawi menjelaskan bagaimana Islam mengentaskan kemiskinan dalam hal ini pengemis. Islam berusaha mengatasi kemiskinan dan mencari jalan keluarnya serta mengawasi kemungkinan dampaknya. Karena itu, Islam menganjurkan agar setiap individu memperoleh taraf hidup yang layak di masyarakat. Tidak bisa dibenarkan adanya seseorang yang hidup di tengah masyarakat Islam dalam keadaan kelaparan, berpakaian compang-camping, meminta-minta, menggelandang atau membujang selamanya. Jadi, yang harus dilakukan oleh pemerintah, orang kaya, dan kaum Muslimin untuk menolong saudaranya agar mencapai taraf kehidupan layak dan bagaimana peran Islam dalam meningkatkan taraf hidup mereka. Dalam memberikan jaminan bagi umat Islam menuju taraf hidup yang terhormat, al Qaradhawi dalam kitabnya “ Musyikilah al faqr wa kaifa ‘alajahā al Islām” menjelaskan berbagai cara dan jalan. Di antaranya sebagai berikut:

  1. Bekerja
  2. Mencukupi keluarga yang lemah
  3. Zakat
  4. Sedekah suka rela dan kebajikan individu.

Dan diantara kesemua solusi yang saya tawarkan ini tanpa adanya keja sama pemerintah, masyarakat, pihak swasta dalam hal ini orang-orang kaya maka hal ini tidak dapat terealisasika dengan langkah yang konkrit. Maka lewat tulisan ink saya mengajak kita berkontemplasi(merenung) lalu mengoreksi kepada diri masing-masing sudah berbuat baikkah kita selama ini? Sudah memberikah kita saat ini? Atau sudahkah kita menolong saudara kita?

Mari Bergerak, Mari Berindak. Mari Wujudkan Masyarakat Cita yang diridhoi Allah Subhanahu wata’ala.[jo]

Penulis adalah Fungsionaris ICMI MUDA SUMUT Dan Fungsionaris KARANGTARUNA SUMUT.

- Advertisement -

Berita Terkini