AHY dan SBY di Dalam Lingkaran Politik Dengan Kekuatan Cikeasnya

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Imam Rinaldi Nasution

MUDANews.com – Mungkin orang berpandangan kasihan melihat AHY dan bodoh melihat SBY, kenapa?
Sebab mengorbankan karier anaknya (AHY) di dunia militer demi kepentingan pilkada DKI Jakarta, sering sakit hati ketika  diserang lawan politiknya.Tapi, mereka adalah lawan-lawan politik dan orang-orang yang belum mengenal  siapa SBY (sang ahli strategi).
Kejadian kekalahan Agus-Silvi bukan masalah bagi SBY begitupun tidak berharap sama sekali Agus-Silvi menjadi pemenang dalam pilkada DKI Jakarta, karena SBY pun tahu jagoannya cikeas itu tidak akan memperoleh suara yang signifikan kalaupun menang itu bonus baginya.

Banyak alasan, salah satunya AHY belum matang dalam iklim politik ibu kota apalagi masih terlalu belia untuk kontestasi sekelas ibu kota. Tapi menurut saya ini adalah suatu cara untuk memperkenalkan AHY (putra mahkota cikeas) serta mempersilahkan AHY mengenal dunia perpolitikan Indonesia agar AHY paham kultur  politik Indonesia yang sebelumnya pun SBY sudah menjalaninya, demi tujuan AHY dikenal di  kancah perpolitikan Nasional. Banyak orang berpendapat AHY tamat karirnya pasca kekalahan di Pilkada DKI. Ini salah besar, AHY Itu masih muda, pintar dan kesatria begitupun dengan karirnya masih panjang sampai pertarungan-pertarungan yang akan datang. Salah satunya di  Pilpres 2019.

Saya mengatakan ini suatu pertarungannya ahli-ahli  strategi para jendral politik di Negara ini. SBY pun saya pikir sudah mempersiapkan putra mahkota cikeasnya  untuk memimpin di masa depan begitu juga akan memberikan  kariernya kepada AHY seperti istilah “sudah tua ayah  nak”  dengan melanjutkan perjuangan ayahanda serta lingkaran gurita cikeas ditambah kekuatan partai olitik  demokrat di mana sebentar lagi akan dipimpin oleh AHY (multi modal). Salah satu langkah awal memperkenalkan diri kepada masyarakat  Indonesia bahwasanya dia (AHY) telah siap ikut andil dalam perpolitikan bangsa ini. Kata-kata AHY sewaktu konfrensi pers pasca kekalahan quick count saya menyimaknya  dengan wajah yang sedih serta ibas dengan wajah pucat, “saya akan mendharmabaktikan hidup saya untuk Indonesia dan membangun bangsa ini kearah yang lebih baik,” AHY. Mereka adalah orang-orang petarung, sudah kuat (multi modal) tapi di luar sering curhat (Twitter SBY). Ini politik, bukan percintaan. Seharusnya itulah yang meski dipahami terhadap Presiden RI Ke 6 ini. Kata-katanya adalah manuver politiknya, masih kata-kata itupun sudah membuat rival-rivalnya seperti lebah berterbangan yang dibakar sarangnya.

Realita Hari ini (Pilkada 15 Februari 2017) quick count telah membawa pasangan urut nomor 2 dan 3 ke putaran kedua, tentu suara pasangan Agus-Silvi  akan diperrebutkan kedua-duanya. Kalau saya mengibaratkannya Agus-Silvi bagaikan gadis cantik  yang dihiasi intan permata untuk dipersunting  dua pangeran hebat (Ahok-Jarot dan Anies-Sandi).

Pertarungan ternyata belum selesai, kalau memakai istilah mossad (Inteligennya Israel) sudah mulai bertebaran mencari celah menarik suara Agus-Silvi untuk mendapatkan dukungan suara di putaran kedua Pilkada, kembali demi menjadi raja di ibu kota.
Apakah nomor 2 ataukah nomor 3 yang akan berhasil mempersunting gadis cantik ini? Tergantung siapa yang bisa memberi mahar paling besar bukan saja hanya materi.

Anies pernah menjadi salah satu kandidat konvensi partai Demokrat untuk pilpres 2014 walaupun belakngan beralih haluan politiknya ke Jokowi-Jk, betapa dekatnya hubungan politik Anies dengan Demokrat kala itu apalagi dipimpim SBY. Pilpres 2014 Anies menjadi juru bicaranya Jokowi-Jk bahkan pernah menjadi menteri kabinet kerja.
Posisi Ahok sebagai sahabat karib Jokowi (PDIP dan Mega)
sementara Agus (Demokrat dan SBY) Demokrat menjadi partai oposisi diluar partai pemerintah dan menjadi poros Tengahnya di Pilkada DKI Jakarta.

Ada beberapa kemungkinan, yakni 1. Pasangan nomor 2 dan pasangan nomor 1 berat kemungkinan duduk soal kesepakatan politik, karena SBY dan Mega pernah memelihara konflik yang berujung menjadi musuh bebuyutan walaupun pernah menjadi menteri di masanya Mega. Di masanya  pemerintahan SBY PDIP dan Mega bahkan secara frontal mendeklarasikan  sebagai partai oposisi selama 10 tahun, terbukti. SBY belakangan ini sering diserang habis-habisan sampai harga dirinya seakan-akan bukan Negarawan lagi, selepas diberikannya grasi oleh Presiden Jokowi, Antasari terang-terangan dengan kasusnya menyebut bahwa SBY adalah konseptor untuk mendesign kasusnya karena SBY  penguasa saat itu. SBY langsung menyambut perkataan itu sebagai titipan politik bahkan dari pemerintah yang berkuasa saat ini. Bergabungnya Antasari ke lingkaran pemerintahan dengan iming-iming kado spesial dimana pasti ada bargaining posisi di kedua belah pihak, timbal balik tentunya.

Kemungkinan deal bargaining ada,  1. Agar SBY diamankan  dari kasus Antasari yang saya pikir betapa bodohnya Antasari rela berkorban demi iming-iming kado spesial padahal orang-orang  pintar pun tahu SBY tidak ada intervensi di kasus Antasari. Contohnya sewaktu kasus Antasari, KPK itu tidak ada  memberikan 1 pun pengacara untuk mendampingi Antasari di pengadilan, kenapa? Antasari sering melanggar kode etik KPK yang membuat nama baik institusi independen itu menjadi tidak baik di mata masyarakat  2. Bambang dan Chandra pernah juga menjadi komisioner KPK, mereka berdua berada di barisan Anies-Sandi. Logikanya, tidak mungkin keduanya ini tabu dengan kejadian Antasari apalagi Bambang pernah menjadi komisioner KPK di masa pemerintahan SBY sesudah di out Antasari.

Antasari seakan-akan memasukkan dirinya ke lingkaran kegelapan, dengan  perbuatannya ini merusak nama baiknya sendiri. Waktu Antasari memimpin KPK, kasus buaya dan cicak pun tidak begitu mumpuni dia selesaikan, semua orang pun tahu. Begitu juga dengan kata-kata SBY dalam dua hari belakangan ini yang membuat gentar pemerintahan dan sekelilingnya, SBY menyuruh di ulangi kembali kasus tersebut “ketua MA nya masih ada, Kapolrinya masih ada, Jaksanya masih ada dan semua masih ada” kata SBY dengan mimik wajah seakan melakukan penyerangan balik.

Nah SBY,  Agus-Silvi berat untuk kesepakatan ini apalagi mengiyakan suara untuk menjadi pemenang pertarungan diputaran kedua bagi Ahok-Jarot. Posisi  ayahanda tidak ada indikator kesalahan, hanya karna Presiden Saat itu!.

Anies, Gerindra dan Prabowo . Ada isu keduanya SBY dan Prabowo pernah  sedikit memelihara konflik, konflik ini membuat pandangan  orang tidak akan ada kesepakatan politik. Mari kita lihat, belakangan ini akur-akur saja namanya politik paling tidak jumpa sesaat dalam kepentingan politik sebelum-sebelumnya.
Disini akan terlihat  legowonya kedua Jendral ini, sebab di dunia militer  NKRI harga mati! Mati satu Tumbuh seribu (Nasionalis) inilah isu yang akan dilemparkan oleh kubunya Prabowo kepada SBY dan Agus karna berlatar belakang Militer.
Inilah momen keduanya bersatu, walaupun ada kemungkinan-kemungkinan  bargaining posisi wajar-wajar saja.

1.SBY akan memiminta Prabowo Ke AHY di Pilpres 2019! Berat,  kecuali AHY di Wakil nya Prabowo. Karena barisan Prabowo lebih kuat dan banyak, terbukti di Pilkada DKI walaupun cuma 2 partai pengusung melawan 4 partai pengusung unggul di putaran pertama.
Tapi kita lihat saja, politik itu tidak ada lawan dan tidak ada kawan yang ada kepentingan abadi, siapa kuat dia menang.
NICCOLO MACHIAVELLI berkata,
Politik itu menghalkan segala cara.

Penulis adalah aktivis Himpunan Mahasiswa Islam

- Advertisement -

Berita Terkini