Ini Langkah Kemenag Tingkatkan Layanan Umrah

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pengalaman kasus Firts Travel sangat mahal dan banyak hal yang bisa dipetik pelajaran dari kasus ini.

Selain Kementerian Agama sebagai regulator dan pengawas yang terus berupaya berbenah diri, tapi juga masyarakat harus terdukasi dengan pengalaman First Travel yang cukup memprihatinkan tersebut.

Menag saat paparan Publikasi Hasil Investigasi Penyelenggaraan Ibadah Umrah oleh Ombudsman RI di Kantornya, Rabu (4/10), menyampaikan sejumlah langkah Kementerian Agama dalam peningkatan layanan ibadah umrah.

Pertama, revisi regulasi. Menurut Menag, beberapa regulasi akan segera diterbitkan, dan yang mendasar, ujar Menag, adalah bahwa Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) sebagaimana masukan dari Asosiasi PPIU, harus ada standard minimal harga referensi yang ditetapkan.

“Kita tidak ingin dan jangan sampai terjadi persaingan tidak sehat antar PPIU, lalu kemudian mereka berlomba-lomba menerapkan harga semurah mungkin, yang padahal dengan harga murah tersebut justru tidak masuk akal. Oleh karenanya, perlu ada harga referensi sesuai dengan standard layanan,” ujarnya.

“Selama ini yang diterapkan Kemenag adalah standard layanan yang harus diberikan PPIU misalnya, hotelnya minimal bintang 3,” lanjutnya.

Kedua, bagi PPIU harus jelas ada range waktu antara jemaah mendaftar dengan waktu jemaah berangkat, yaitu 3 bulan. Tidak bisa lalu kemudian (dana jemaah) diputar untuk bisnis.

“Jadi prinsip dasarnya, izin kepada PPIU adalah izin memberangkatkan warga negara kita untuk berumrah ke Tanah Suci, bukan izin untuk menginvestasikan dana yang sumbernya dari para calon jamaah umrah. Jadi praktek ponzi, atau daftar hari ini berangkatnya satu atau dua tahun mendatang, regulasi kita tidak mengatur itu,” tandas Menag.

Ketiga, Kemenag sedang menerapkan Sistem Informasi Manajemen Penyelenggaraan Umrah (Simpuh) berbasis Android. Menurut Menag, kita harus memiliki data siapa yang melakukan perjalanan umrah ini.

Sejauh ini, kata Menag, ada ketentuan PPIU harus melaporkan jemaahnya ke Kemenag, itu ada regulasinya. Tapi karena prakteknya masih manual, ada PPIU yang rajin dan baik melaporkan ke Kemenag tapi ada juga yang tidak.

“Sejauh ini Kemenag sudah menerapkan ketentuan, setiap calon jemaah harus mendapatkan rekomendasi dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, supaya tercatat siapa saja yang berangkat umrah. Melalui Simpuh ini, nanti akan terdata dan tercatat semua,” ujarnya.

Tampak hadir, Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Muhajirin Janis, Karo Humas, Data dan Informasi Mastuki, dan sejumlah perwakilan dari Kemenlu dan Imigrasi. (ka)

- Advertisement -

Berita Terkini