Agama dan Peradaban: Ide Tentang Agama dan Politik Islam

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Muhammad Roni

MUDANews.com – Dipandang dari sudut sosiologi,  agama di tafsirkan dalam berbagai cara di sepenjang sejarang umat manusia. Sosiologi agama, di samping teologi, telah menawarkan beberapa penjelasan yang mengesankan tentang fenomena agama. Bagi para sosiolog atau bagi mereka yang lebih suka memusatkan perhatianya pada fenomena tingkah laku dari pada doktrin agama, pristiwa sosial termasuk agama itu sendiri sepenuhnya adalah perbuatan manusia, sedangkan para teolog menganggap masalah keduniaan dengan sesuatu cara mencerminkan kehendak Tuhan.(Baca. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism.1985).

Beckett, dalam (Waiting Of Godot), berkata: Janganlah kita menghabiskan waktu dengan wacana yang tidak dinamis! Marilah kita berbuat sesuatu, selama kita mempunyai kesempatan! Tidaklah setiap hari kita dibutuhkan. Secara pribadi kita memang tidak dibutuhkan. Orang-orang lain juga dapat memenuhi kebutuhan sama baik, kalau tidak lebih baik. Kepada semua umat manusia seruan itu disampaikan, seruan minta tolong itu masih berdengung di telinga kita! Tetapi ditempat ini, pada saat ini, semua umat manusia adalah kita, suka atau tidak. Marilah kita manfaatkan sebaik-baiknya, sebelum semuanya terlambat! Apa yang kita lakukan saat ini, itulah masalahnya. Dan kita mendapat karunianya dalam hal ini, bahwa kita kebetulan tahu jawabanya. Ya, dalam kekalutan yang luar biasa ini hanya satu hal yang jelas. Kita sedang menunggu kedatangan Godot.

Vladimir dan Estragon sedang menuggu godot, yang belum pernah mereka temui, karena meraka percaya bahwa godot dengan suatu cara akan menyelamatkan mereka. Dalam bukunya Kiristokyo to Isuramukyo (Kekristenan dan Islam), S. Hiro berkata bahwa dua milyar umat Kristen, lima ratus juta umat islam, enam belas juta umat yahudi, dan dua ratus juta umat Budha hidup berdampinagan didunia saat ini. Orang mungkin berpikir bahwa agama adalah sesuatu untuk dicela atau ditolak. Misalnya sepucuk surat yang dimuat dalam Sydney Morning Herald, 10 Perbruari 1997, mengatakan: “Dalam berita terakhir dibidang agama, orang-orang islam di Indonesia dilaporkan sibuk membunuhi orang-orang katolik cina dan budha, laporan ini dapat dibaca segera setelah berita mengenai orang-orang islam yang membunuhi orang-orang budha di malaysia. Tidak lama kemudian orang-orag hindu mulai membunuhi orang-orang Sikh di punjab.

Suatu kesimpulan yang bermanfaat tentang agama, betapapun, pengamatan dan analisis yang hati-hati mengenai setiap agama dan setiap masyarakat dimana agama itu hidup, adalah sangat perlu. Sekurang-kuranganya mula-mula kita harus ingat disini, dalam pemahaman bersama, bahwa agama sama sekali bukan suatu beban sosial, agama pastilah menimbulkan gejala yang dkehendaki dalam masyarakat manusia, seperti perkuatan stabilitas politik, aktualisasi dari aspirasi masyarakat, bahkan mengendurnya keputusasaan rakyat.

Indonesia mengakui setidaknya lima agama, Islam, kristen Katolik, kristen protestan, hindu dan budha sebagai agama resmi. (Baca, beberapa ciri pemeluk agama di indonesia.1990). Di antara kelima agama ini islam merupakan agama yang paling polpuler, karena 87, 2 % dari penduduk menyatakan keimanan mereka kepada agama ini. Artinya bahwa indonesia merupakan negara Islam terbesar di dunia. kompleksitas harus diperhitungkan dengan campuran antara pandangan dunia islam dan pra-islam yang memusatkan perhatian terhadap peranan islam dalam urusan politik dan sosial di indonesia. (Baca: Indonesia Politics Under Suharto.1993).

Sepanjang sejarahnya, islam telah memainkan peranan penting, sekalipun beragam, dalam perkembangan budaya dan politik indonesia. Oleh karena itu, sedikit gambaran mengenai umat atau masyarakat islam harus disajikan dalam bagian ini dengan bentuk suatu pengantar. Masyarakat islam juga terbagi. Disamping organisasi massa formal, terdapat gerakan-gerakan islam mandiri yang kuat. Misalnya, kelompok aceh merdeka terdiri dari orang-orang islam pro kemerdekaan yang aktif, dan telah terlibat dalam peperangan griliya melawan para penguasa jakarta, khususnya pada tahun 1980-an dan 1990-an. Secara historis, aceh merupakan suatu benteng gerakan politik islam. Selama masa kolonial orang-orang aceh menentang belanda, dan menjadi setia pada pemerintah jakarta selama masa sukarno dan suharto. Dilihat dari sejarahnya, orang dapat mengantisipasi bahwa suatu pukulan balik yang keras dari orang-orang islam aceh terhadap penguasa pusat pasca suharto kiranya akan merupakan ancaman serus bagi integritas nasional republik indonesia. (Baca: T. Keel, The Roots of Acehnese Rebellion 1989-1992. Ithaca, 1995).

Ada suatu klasifikasi terkenal mengenai umat islam indonesia, yaitu dibagi menjadi kelompok santri, abangan, dan priyayi. Yang pertama, menurut Geertz, mewakili penekanan pada aspek singkretisme dari islam dan pada umumnya berkaitan dengan unsur-unsur perdagangan. Yang kedua mewakili suatu penekanan pada aspek animistis dari singkretisme jawa secara keseluruhan dan pada umumnya berkaitan dengan unsur petani. Yang terakhir menekankan aspek-aspek hindu dan berkaitan dengan unsur birokrasi. Pembagian ini dipraktikkan untuk mengevaluasi tingkat kemurnian islam dan dalam menetapkan kehidupan ritual untuk keperluan antropologi, meskipun beberapa komentar kritis dilancarkan terhadap Geertz tentang pendefenisian komponen-komponen sosial yang besar ini.

Wa Ma Tawfiqi Illa Billah…

Penulis adalah Dosen Muda di Fakultas Ushulluddin UIN SU

- Advertisement -

Berita Terkini